Mohon tunggu...
Jessica Layantara
Jessica Layantara Mohon Tunggu... Ilmuwan - iiii

Rohaniawan. Pengajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Review Film “The Young Messiah”

7 April 2016   14:02 Diperbarui: 7 April 2016   14:05 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

!SPOILER ALERT!

Ketika melihat trailer film “The Young Messiah” di YouTube, timbul keinginan saya untuk mencoba menonton film ini. Bukan karena tertarik, tetapi lebih banyak rasa ingin tahu, karena selama ini memang Alkitab tidak pernah menceritakan secara detail masa kecil Yesus. Dalam hati saya sudah tahu bahwa film ini mungkin hanya merupakan kisah fiksi belaka. Tetapi saya tetap ingin tahu bagaimana sebuah film fiksi menggambarkan seorang tokoh historis, yang pernah hidup di dunia ini dan dianggap salah seorang Nabi terbesar di dunia ini.

Ketika saya masuk ke bioskop untuk menonton film ini, saya sudah dapat menebak suasananya, bahwa tidak akan banyak orang tertarik untuk menonton film ini. Selain karena faktor negara, yang mayoritas beragama Islam, saya rasa banyak orang Kristen juga tidak begitu tertarik menonton film tentang Yesus.

Cerita dimulai dengan sebuah paragraph naratif yang menceritakan tentang keadaan historis masa kecil Yesus, yaitu pemerintahan Herodes yang merupakan pemimpin boneka dari Kekaisaran Romawi. Diceritakan pula bagaimana kejamnya Herodes membasmi kanak-kanak pada saat itu, karena ia ketakutan akan munculnya Raja saingan dari kaum Yahudi, yang sering disebut sebagai Mesias. Namun lewat mimpi, Yusuf membawa Maria ke Mesir untuk melarikan diri dari kekejaman Herodes.

Tanggapan: Oke, sampai sini masih sesuai dengan apa yang diceritakan Alkitab.

Lalu selanjutnya, setting film langsung menampilkan seorang anak perempuan sedang menggambar seekor unta di pasir, dan di depannya berdiri seorang anak laki-laki, berkulit putih dan berambut keriting, berusia tujuh tahun. Dia adalah Yesus. Singkat cerita, anak perempuan itu adalah sepupu Yesus, dan mereka sekeluarga sedang tinggal di Alexandria, Mesir.

Tanggapan: Ini adalah bagian fiksi dari film ini, karena di Alkitab tidak pernah ditulis bahwa Yesus pergi ke Mesir bersama dengan paman dan keluarga besarnya. Tapi bagi saya secara pribadi, hal ini masih bisa diterima, mengingat ini adalah bagian dialog dari sebuah film untuk menambah keseruan.

Ceritanya Yesus adalah anak laki-laki yang sulit bergaul dan di-bully oleh anak laki-laki lainnya. Ketika sedang dikerjai, Yesus berteriak pada mereka, dan seketika itu juga anak yang mengganggu Dia pun mati. Yesus pun disalahkan, sehingga orangtuanya menyembunyikan Yesus di rumah. Namun saat Yesus sedang ada di rumah, sepupu perempuannya berbisik, “Bangkitkanlah anak itu, seperti yang pernah kau lakukan pada burung itu.” Kemudian Yesus kecil memflashback ingatannya bahwa ia memang pernah membangkitkan seekor burung mati.

Tanggapan: Sejenak kisah yang melibatkan Yesus dan burung ini mengingatkan kita pada Injil Thomas, khususnya Injil Masa Kanak-Kanak Yesus menurut Thomas. Namun kisahnya agak berbeda. Di Injil Thomas, Yesus membentuk burung-burung dari tanah liat, meniupnya, dan tiba-tiba burung itu menjadi hidup. Namun penelitian telah membuktikan bahwa Injil Thomas adalah Injil Gnostik, yaitu Injil yang menganggap Yesus adalah Roh dan tubuhnya hanya ilusi belaka. Tentu ini bertentangan dengan ajaran Kekristenan. Injil Thomas sendiri tidak ditulis oleh Thomas murid Yesus, melainkan Thomas yang lain, yang menganut ajaran Gnostik.

Setelah itu, Yesus memutuskan untuk kabur dan memasuki rumah anak yang mati tersebut. Yesus memegang wajah anak itu dan berkata, “Bangunlah!” Tiba-tiba mujizat terjadi dan anak itu bangkit kembali. Semua orang di rumah itu kaget dan menuduh Yesus sebagai jelmaan setan dan penyihir. Yusuf dan Maria merasa bahwa tempat itu tidak aman lagi bagi mereka dan sebaiknya mereka pulang ke Israel. Yusuf juga mendapat kabar bahwa Herodes sudah mati dan digantikan oleh anaknya, sehingga mereka cukup aman untuk pulang ke sana.

Tanggapan: Di film ini ditekankan bahwa mujizat Yesus yang pertama dimulai-Nya saat masih kecil. Tentu ini bertentangan dengan Alkitab yang mengatakan bahwa pelayanan Yesus, termasuk mujizat-Nya dimulai pada usia 30 tahun, setelah menerima Baptisan dari Yohanes Pembaptis. Mujizat di Kana dicatat oleh Alkitab sebagai mujizat-Nya yang pertama. Lagipula jika memang dari kecil Yesus sudah banyak membuat mujizat, maka mustahil bahwa keluarganya sendiri masih banyak yang tidak percaya kepadanya, juga banyak orang lain di Nazareth menolak Dia. Justru banyak orang menolak Yesus dan tidak mau percaya karena mereka merasa mengenal Yesus sejak kecil, bahwa Ia hanya anak tukang kayu biasa dan tidak mungkin adalah Tuhan sendiri. Kedua, lagi-lagi film ini mengambil sumbernya dari Injil Masa Kanak-Kanak Thomas, yaitu saat Yesus meneriaki seorang anak dan anak itu langsung mati. Bedanya, di Injil Thomas, Yesus kecil mengutuk seorang anak sehingga jatuh dan mati.

Selanjutnya, kisah berlanjut di mana mereka sekeluarga (Yusuf, Maria, Yesus dan juga Paman Yesus dan anak-istrinya) pulang kembali ke Israel. Mereka tidak kembali ke Bethlehem, melainkan pergi ke Nazareth. Mereka pun sampai di Israel, dan dalam perjalanan menuju ke Nazareth, Yesus sempat beberapa kali hendak dibunuh oleh para penjaga Romawi, karena telah tersebar kabar bahwa ada seorang anak Yahudi yang bisa membangkitkan orang. Tetapi entah bagaimana caranya, Yesus selalu berhasil lolos. Ada hal menarik dalam perjalanan mereka, selain Yesus menyembuhkan pamannya yang sakit parah, Yesus dan keluarga juga sempat berjalan di jalan setapak yang kiri-kanannya digantung orang-orang di kayu salib. Orang-orang itu adalah penjahat yang dihukum oleh orang Romawi. Di situ Yesus kecil merasa heran dan takut karena hukuman itu begitu kejam. Ia sepertinya tidak tahu bahwa suatu hari Ia juga akan digantung di kayu salib.

Tanggapan: Yesus melewati kayu salib seakan-akan Dia tidak tahu masa depannya. Ini membuktikan bahwa film ini menempatkan Yesus sebagai pribadi yang tidak mahatahu. Yesus memang memiliki kuasa sebagai Tuhan, tetapi Ia tidak tahu kapan mengapa Ia memiliki kuasa itu, dan sebenarnya mengapa terjadi banyak hal aneh di sekelilingnya. Dia kelihatan tidak tahu apa-apa tentang siapa diri-Nya sebenarnya, terbukti dari banyak kali Yesus kecil bertanya pada Maria dan Yusuf. Tapi Maria dan Yusuf bungkam, mengira ini bukan saat yang tepat untuk memberi tahu Yesus siapa dirinya sebenarnya. Memang sekilas tampaknya menarik jika Yesus ditempatkan sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Tetapi jelas di Alkitab Yesus adalah Pribadi yang Mahatahu. Ia tetap adalah Allah, meski berinkarnasi menjadi manusia. Kelihatan jelas bahwa Yesus tahu bagaimana diri-Nya akan mati, siapa yang akan mengkhianati-Nya, bahkan Ia bisa mengetahui isi hati dan pikiran manusia lain. Yesus kecilpun, saya yakin, juga mahatahu, hanya saja kemahatahuan-Nya itu disesuaikan dengan pikiran seorang anak kecil, yang tentu belum sematang pikiran-Nya ketika berusia 30 tahun. Tapi sifat kemahatahuan itu tetap ada, di mana diri-Nya tidak pernah mungkin mempertanyakan mengenai identitas diri-Nya sendiri dan harus diberitahu oleh orang lain tentang siapa diri-Nya.

Selanjutnya, Yesus tinggal di rumah seorang nenek, kerabat Yahudinya. Para prajurit Roma makin ingin membunuh Yesus, tetapi mereka belum tahu bagaimana rupa Yesus. Mereka hanya diperintahkan Raja untuk membunuh anak yang bisa membuat mujizat, karena mereka kuatir bahwa anak itu akan bangkit menjadi Mesias yang memerintah Israel. Suatu malam, digambarkan Yesus sedang sakit dan tiba-tiba Iblis datang di dalam mimpi Yesus. Iblis itu bertanya padanya, “Siapakah kau sebenarnya?” Yesus terdiam, dia juga tidak bisa menjawab siapa dirinya. Iblis mengancamnya agar tidak mengganggu pekerjaannya. Yesus jadi semakin bingung tentang siapa dirinya, mengapa Iblis sampai mendatanginya. Karena terus bertanya-tanya tentang diri-Nya, Yesus pun memutuskan mencari jawabannya pada tua-tua yang ada di Bait Allah. Kebetulan hari itu adalah hari Paskah. Tanpa sepengetahuan ayah dan ibunya Ia pun kabur ke Bait Allah. Ketika Maria mencari Yesus esok paginya, Yesus sudah tidak ada, dan Yakobus, saudaranya, menyalahkan Maria dan Yusuf mengapa tidak menjelaskan pada Yesus siapa Dia sebenarnya.

Tanggapan: Lagi-lagi Yesus digambarkan sebagai pribadi yang tidak tahu menahu tentang identitas-Nya sebagai Tuhan. Lebih lagi, film ini menggambarkan Iblis juga tidak tahu siapa Yesus karena Iblis tidak mahatahu. Tetapi ini tidak sesuai dengan Alkitab, di mana di Kitab Injil, setan-setanpun tahu siapa dia dan sujud menyembah Dia. Markus 1:34 berkata, “Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan; Ia tidak memperbolehkan setan-setan itu berbicara, sebab mereka mengenal Dia.” Kata “mengenal” di sini berasal dari kata “oida,” artinya “mengetahui.” Jadi setan-setan sebenarnya sudah tahu bahwa Yesus adalah Anak Allah.

Selanjutnya, kejadian serupun berlangsung, yaitu pengejaran terhadap Yesus oleh Severus, sang pemimpin prajurit Roma, dan para bawahannya yang lain. Sementara itu, Yesus kecil sudah tiba di Bait Allah dan mulai bertanya kepada para tua-tua tentang diri-Nya, dan berbagai nubuat yang telah ia dengar dari paman dan saudaranya tentang siapa dia. Tua-tua yang menjawab pertanyaan Yesus adalah seorang rabbi tua yang buta. Ia menjawab Yesus bahwa anak yang memiliki ciri-ciri nubuat itu pasti adalah Mesias. Di sini Yesus mulai sadar bahwa kemungkinan besar Dia adalah Mesias. Sebagai rasa terimakasihnya, Yesus pun menyembuhkan rabbi buta ini sehingga ia bisa melihat. Naas, ketika Yesus menyembuhkan si rabbi, Severus sedang ada di situ, dan otomatis ia tahu bahwa Yesus adalah anak yang hendak dibunuh oleh raja. Severus menghunus pedangnya hendak membunuh Yesus, tetapi entah kenapa, tiba-tiba ia mundur dan tidak jadi membunuh Yesus. Severus memutuskan untuk berbohong dan melapor pada Raja Herodes bahwa Yesus sudah dibunuh olehnya.

Tanggapan: Lagi-lagi ada ketidaktepatan antara cerita film ini dengan Alkitab. Peristiwa hilangnya Yesus ke Bait Allah dicatat Injil yaitu saat usia-Nya 12 tahun (Lukas 2:42). Lagipula Yesus ke Bait Allah bukan untuk bertanya mengenai siapa diri-Nya melainkan karena Ia merupakan anak yang pintar, bahkan bagi rabbi-rabbi Yahudi di saat itu. Jelas bahwa Yesus tidak pernah kehilangan pengetahuan tentang siapa diri-Nya sebenarnya. Keberanian dan kepintaran-Nya berdebat dengan para Rabbi sebenarnya menunjukkan bahwa di masa depan Ia akan melakukan lebih dari itu, walaupun di masa kecil Ia belum melakukan mujizat apapun, hanya kepintarannya saja yang begitu menonjol. Cerita Yesus dikejar oleh Prajurit Romawi juga agak aneh, karena jika Yesus berusia 7 tahun saat itu, yang memerintah adalah Raja Herodes Antipas, dan tidak ada sejarah yang pernah merekam niat Herodes Antipas untuk membunuh Yesus kecil. Saya menebak bahwa kisah prajurit Roma yang mengincar Yesus ini merupakan konsekuensi logis dari presuposisi film ini bahwa Yesus sudah mulai melakukan mujizat-Nya sejak kecil. Otomatis Yesus dicurigai oleh pemerintah, karena ia terus menerus melakukan hal-hal ajaib. Tetapi sebaliknya, Alkitab tidak menulis bahwa Yesus pernah melakukan mujizat lain sebelum usia 30 tahun, tampaknya logis pula bahwa kehidupan Yesus sebelum itu berjalan mulus tanpa gangguan dari pemerintah.

Scene terakhir yang saya rasa adalah klimaks dari cerita ini adalah ketika Maria akhirnya memutuskan untuk memberitahu Yesus tentang siapa diri-Nya sebenarnya. Intinya, Maria memberitahukan pada Yesus bahwa diri-Nya adalah Mesias, Dia adalah Anak Allah sendiri. Setelah itu, Yesus pun mengerti dan bisa menerima identitas-Nya sebagai Tuhan. Sejak saat itu Ia makin berhikmat dalam melakukan sesuatu, sampai tiba waktunya Ia mendeklarasikan diri-Nya pada dunia.

Tanggapan:
Sangat tidak logis bahwa Yesus mengetahui diri-Nya adalah Allah melalui perbincangan dengan Maria. Jika kita melihat kisah-kisah Injil, Maria dan saudara-saudara Yesus sendiri seringkali meragukan Yesus. Khusus untuk Maria, memang ia tahu jelas bahwa Yesus bukan anak biasa, karena ia sendiri yang melahirkan Yesus walaupun masih perawan pada saat itu. Tapi Maria sendiri tidak menganggap Yesus adalah Tuhan. Ketika Yesus membuat mujizat di Kana, Maria menyuruh Yesus melakukan sesuatu. Tetapi Yesus menjawab Maria bahwa waktu-Nya belum tiba. Di sini Yesus ingin memperlihatkan wibawa Ketuhanan-Nya pada Maria, bahwa Ia bukan sekedar manusia biasa, tapi adalah Tuhan, yang tahu apa yang Dia lakukan.

KONKLUSI:

Film The Young Messiah ini, menurut saya, merupakan film yang cukup menarik, walaupun agak membosankan karena tidak banyak klimaks cerita yang menarik. Tentu film ini akan kalah rating dengan film-film Marvel atau DC Comics. Tetapi bagi seorang Kristiani, saya rasa film yang menceritakan mengenai sosok Yesus harus bisa dipertanggungjawabkan, baik secara historis maupun secara Alkitabiah. Mengapa? Karena Yesus bagi orang Kristen bukan sekedar tokoh imajiner atau manusia biasa yang biografinya boleh diceritakan sama dengan tokoh fiksi seperti Superman atau Spiderman. Yesus adalah Tuhan bagi orang Kristen, dan ini yang membuat segala sesuatu tentang Yesus harus dibuat dengan begitu hati-hati dan cermat. Jika ingin membuat film yang spekulatif seperti masa kanak-kanak Yesus, bagi saya sangat beresiko, karena Alkitab tidak pernah menceritakan soal itu. Hanya ada satu kitab yang secara detail mencatat masa kecil Yesus, itu adalah Apokaliptik Thomas Masa Kanak-Kanak Yesus. Kitab inipun sudah dipastikan sebagai Injil Gnostik. Jadi tidak seharusnya Apokaliptik Thomas dijadikan sumber bagi masa kanak-kanak Yesus.

Jadi, apakah terlarang untuk menspekulasikan masa kanak-kanak Yesus? Menurut saya, Yesus itu seorang tokoh historis yang pernah hidup dalam sejarah. Setiap tokoh historis yang pernah hidup dapat dibuat biografinya. Tetapi yang jadi pertanyaan: Apakah sumber bagi masa kanak-kanak Yesus cukup dapat dipercaya dan relevan untuk membangun sebuah pemahaman yang konkret? Sampai saat ini belum ditemukan sumber konkret yang bisa menceritakan masa kecil Yesus secara detail. Namun jika suatu hari itu ditemukan dan bisa dipertanggungjawabkan secara historis, saya rasa sangat memungkinkan membuat film semacam ini. Jadi, sebenarnya saya bingung untuk apa film ini dibuat. Jika film ini dibuat untuk menghibur, bagi saya film ini jauh dari film-film DC Comics dan Marvel yang jauh lebih menghibur. Film ini malah terkesan membosankan. Jika film ini dibuat untuk merekonstruksi masa kecil Yesus, film ini belum memiliki cukup sumber yang memadai. Jika film ini dibuat untuk menyesatkan, menurut saya juga “kurang menggigit.” Kalau memang dibuat untuk menyesatkan, kenapa tidak sekalian menceritakan sesuai Injil Thomas? Saya rasa mungkin akan lebih menggigit kalau mengikuti alur Injil Thomas (If you ever read that, you’ll know what I mean). Film ini terkesan setengah-setengah menurut saya. Setengah menghibur, setengah benar, setengah sesat, setengah spekulasi.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun