Apakah rencana pajak pertambahan nilai multi-tarif pemerintah hanya untuk barang mewah dan pajak yang lebih rendah untuk barang publik?
Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari saat ini 10% menjadi 12%. Rencana tersebut masuk dalam rancangan aturan umum dan hukum acara perpajakan yang akan dibahas pemerintah dan DPR.
Dalam RUU KUP, tarif pajak pertambahan nilai ditetapkan sebesar 12%. Namun, rasio dapat diubah serendah 5% dan setinggi 15%.
Nah, juga semua perubahan tarif diatur dengan PP (Peraturan Pemerintah) setelah sudah diajukan ke DPR untuk nantinya akan dibahas dalam penyusunan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Pemerintah juga dapat mengenakan tarif PPN yang berbeda dengan tarif pajak atas penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak tertentu, impor barang kena pajak tertentu, dan penggunaan barang dan/atau jasa kena pajak tertentu dari luar dan dalam daerah pabean. Â Tarif pajak yang berbeda adalah serendah 5% dan setinggi 25%. Ketentuan mengenai jenis barang dan/atau jasa kena pajak tertentu barang dan/atau jasa tidak berwujud tertentu diatur dengan peraturan pemerintah.
Pemerintah akan menerapkan program pajak pertambahan nilai multi tarif. Kenaikan tarif pajak akan berlaku untuk barang mewah, sedangkan pajak atas barang publik yang banyak digunakan oleh masyarakat akan dikurangi.
Rencana multi-tarif memberlakukan tarif yang lebih rendah untuk barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah, dan tarif yang lebih tinggi untuk barang-barang mewah. Banyak negara menggunakan tarif PPN ganda karena dianggap adil dan karena mengenakan tarif yang lebih tinggi pada barang mewah atau barang yang sangat boros. Sebagian besar negara dengan beberapa tarif berada di Eropa.
Staf Khusus Yustinus Prastowo, Menteri Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan, mengatakan tarif pajak pertambahan nilai untuk barang publik akan diturunkan dari 10% saat ini, dan di masa depan dapat dikenakan 7% atau 5% Â Demikian disampaikan Yustinus dalam webinar, Kamis (3/6) tentang pemulihan ekonomi dan kebangkitan nasional. Di sisi lain, Justinus menyatakan bahwa pajak pertambahan nilai yang lebih tinggi akan dikenakan pada barang-barang yang tidak dibutuhkan oleh banyak orang tetapi dikonsumsi oleh kelas atas dan bersifat terbatas.
Nah penerapan sistem PPN yang sedang dirancang saat ini akan sangat kompetitif dan juga lebih efektif dalam menciptakan dampaknya dalam ekonomi dan menciptakan keadilan.
Menurut dia, susunan hukum penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai saat ini sedang disusun. Nantinya, kebijakan ini mungkin akan diterapkan pada 2022 atau 2023. Justinus menjelaskan, pajak tidak bisa dikejar secara aktif selama pandemi.
Oleh karena itu, setelah pandemi berakhir, diperlukan berbagai reformasi perpajakan untuk mengembalikan kas negara. Rencana pemerintah untuk mengubah tarif pajak pertambahan nilai menuai protes dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Badan tersebut meminta pemerintah menunda rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai karena masyarakat masih menghadapi kesulitan keuangan akibat pandemi Covid-19.