Saya Jessica Christina, mahasiswi Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti prodi S1 Hospitaliti dan Pariwisata 2017 - dan salah satu penerima Beasiswa Unggulan Kemdikbud Republik Indonesia. Tulisan yang saya buat biasanya berdasarkan pengalaman atau pendapat pribadi saya.
CV atau Curriculum Vitae adalah salah satu hal terpenting yang dibutuhkan ketika kita melamar kerja, terutama di perusahaan. Sebagai pelajar pun sudah diajarkan dari bangku sekolah untuk membuat CV yang baik dan rapi. Yang membuat CV menarik yaitu berupa susunan seperti font, margin,dan informasi pribadi. Namun, yang lebih penting adalah isi dari CV tersebut. Bagaimana kalau bukan orang yang aktif di organisasi, tidak punya prestasi, atau pengalaman kerja seadanya? Dari sinilah istilah bluffing  CV dikenal.
'Ah, ingin sekali melamar kerja di perusahaan e-commerce  itu. Tapi, tidak punya skill marketing, design, coding, skill sosialisasi pun juga kurang. Apa yang bisa saya lakukan agar memiliki peluang?'.
Menyesal bisa, namun untuk mengejar dan mempelajari skill-skill yang dibutuhkan perusahaan itu tidak secepat itu, ferguso.
'Baiklah, anggap saja ekstrakurikuler di sekolah sebagai organisasi dan pengalaman kerja sedikit-sedikit masukkan saja lah ke CV, biar penuh (padahal isinya tidak relevan)'.
Apakah kalian pernah mengalami hal seperti itu? Pengalaman saya pribadi, saya pernah minder dengan teman-teman lain ketika melamar untuk magang sebagai Front Office di sebuah chain-hotel bintang lima di Thailand. Saat itu, saya tidak pernah mempelajari Front Office sebelumnya, tidak pernah praktik Front Office di kampus, karena jurusan saya lebih mempelajari manajemen hotel dan travel.Â
Saingan saya adalah anak-anak Diploma yang memiliki mata kuliah teori dan praktik Front Office, sudah pernah mengikuti lomba-lomba Front Office, dan lebih gesit karena sudah terbiasa melakukan hal-hal yang terkait praktik hospitaliti seperti bersosialisasi dengan tamu dan meng-handle  komplain.
Saya menangis, berkali-kali. Takut sekali rasanya. Untungnya, saya punya pengalaman kerja sebagai Marketing Assistant di kampus sehingga tinggal dibiasakan lagi saja dengan berbicara depan cermin dan mengontrol ekspresi wajah. Selain itu, saya persiapkan diri dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan interview dari beberapa website.Minimal, saya melatih cara berbicara dan intonasi ketika nanti berhadapan dengan HR Manager.Â
Pastinya dalam interview akan ada pertanyaan-pertanyaan spontanitas dari interviewer, dan hal yang bisa kita siapkan adalah percaya diri dalam berbicara, tahu apa yang ingin kita sampaikan, dan jangan lupa eye contact. Hal-hal simpel seperti mengatur napas sebelum berbicara dan merilekskan otot wajah dengan tersenyum juga sangat membantu.Â
Yang terpenting, kita tahu apa yang ingin kita sampaikan, ceritakan, dan tidak perlu bertele-tele. Beruntungnya, saya diterima karena pihak perusahaan menilai saya secara baik dari interview. CV saya jelas kalah jauh dibandingkan pesaing lain, tapi persiapan interview berhari-hari ternyata membuahkan hasil.
Yang bisa saya sampaikan, CV memang penting namun tidak selamanya perusahaan hanya menilai blak-blakan dari CV. Ada kalanya perusahaan menelpon terlebih dahulu, atau memanggil kita saat interview agar bisa berhadapan langsung. Cara kita bersosialisasi pun harus dibiasakan, agar bisa menghadapi lawan bicara dengan tenang dan teratur. Jadi, apakah bluffing  CV itu baik?Â