Mohon tunggu...
Jessica Anjelina Situmorang
Jessica Anjelina Situmorang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Akuntansi/Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Sarjana Akuntansi - NIM 43222120038 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 11 - Diskursus Edwin Sutherland dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

23 November 2024   09:29 Diperbarui: 23 November 2024   09:38 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fokus pada Reformasi Budaya dan Struktur Sosial
Teori ini mendorong upaya reformasi yang lebih luas, termasuk reformasi budaya kerja di instansi pemerintah dan perusahaan. Misalnya, dengan membangun sistem berbasis teknologi seperti e-government, peluang untuk interaksi sosial yang berpotensi korup dapat diminimalkan. Lingkungan yang transparan dan akuntabel dapat menghambat pembelajaran nilai-nilai korupsi, sehingga menciptakan pola asosiasi yang positif dalam jangka panjang.

  • Penguatan Komunitas Anti-Korupsi
    Teori ini juga mendukung pembentukan komunitas atau kelompok yang menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Komunitas ini dapat berfungsi sebagai agen perubahan sosial yang menciptakan tekanan sosial terhadap individu atau kelompok yang melakukan korupsi. Dengan demikian, nilai-nilai positif dapat dipelajari dan diterapkan secara kolektif.

  • Membongkar Jaringan Korupsi secara Sistemik
    Dengan memahami bahwa korupsi sering kali dilakukan dalam kelompok atau jaringan, penanganan korupsi tidak lagi hanya fokus pada individu tetapi juga pada kelompok yang terlibat. Penegakan hukum yang menargetkan sindikat korupsi dapat membongkar pola-pola asosiasi yang mendukung perilaku tersebut. Pendekatan ini memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan hanya menghukum individu pelaku.

  • Dampak Negatif Penerapan Teori Edwin Sutherland

    1. Kesulitan dalam Mengubah Budaya yang Sudah Mengakar
      Salah satu tantangan terbesar dalam menerapkan teori ini adalah kesulitan untuk mengubah budaya yang telah mengakar dalam masyarakat atau institusi. Di Indonesia, korupsi sering dianggap sebagai bagian dari budaya kerja, seperti pemberian “uang pelicin” untuk mempercepat proses administratif. Mengubah pola pikir ini membutuhkan waktu yang lama, dan intervensi berdasarkan teori ini mungkin menghadapi resistensi dari individu atau kelompok yang sudah nyaman dengan budaya korup.

    2. Ketergantungan pada Upaya Preventif yang Tidak Langsung
      Penerapan teori Sutherland sering kali lebih fokus pada upaya preventif melalui pendidikan dan perubahan sosial, yang membutuhkan waktu untuk memberikan hasil. Dalam kasus korupsi yang sudah sistemik, pendekatan ini mungkin dianggap kurang cepat atau kurang efektif dalam memberikan dampak langsung. Dalam beberapa kasus, pendekatan ini dapat dianggap sebagai langkah yang terlalu lunak terhadap pelaku korupsi.

    3. Risiko Stigmatisasi Lingkungan Kerja
      Pendekatan berbasis teori ini mungkin memunculkan risiko stigmatisasi terhadap lingkungan tertentu yang dianggap sebagai “sarang korupsi”. Misalnya, institusi pemerintah atau sektor tertentu yang memiliki sejarah korupsi mungkin mendapatkan cap buruk yang dapat merugikan individu-individu jujur yang bekerja di dalamnya. Hal ini dapat menimbulkan tekanan sosial yang tidak adil.

    4. Sulitnya Mengidentifikasi Pola Asosiasi Sosial
      Dalam penerapannya, mengidentifikasi dan memutus pola asosiasi sosial yang mendukung korupsi adalah tantangan besar. Interaksi sosial yang membentuk perilaku korup sering kali bersifat informal dan sulit dideteksi, seperti pertemuan pribadi atau komunikasi tertutup. Ini membuat upaya intervensi menjadi lebih rumit dan membutuhkan pengawasan yang intensif.

    5. Potensi Salah Fokus pada Individu daripada Sistem
      Meskipun teori ini menekankan pentingnya lingkungan sosial, dalam praktiknya, ada risiko fokus justru beralih pada individu yang dianggap mudah dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini dapat menyebabkan kebijakan yang tidak seimbang, di mana individu tertentu disalahkan atas korupsi tanpa memperhatikan kondisi sistemik yang mendukungnya.

    6. Kurangnya Kesadaran Akan Kompleksitas Ekonomi dan Politik
      Teori ini lebih fokus pada aspek sosial daripada faktor ekonomi atau politik yang juga berkontribusi terhadap korupsi. Dalam banyak kasus, tekanan ekonomi atau sistem politik yang rentan juga menjadi penyebab utama korupsi. Jika pendekatan berbasis teori Sutherland terlalu dominan, dimensi lain dari korupsi mungkin tidak mendapatkan perhatian yang memadai.

    7. Resistensi dari Kelompok yang Mendominasi
      Dalam banyak lingkungan sosial yang korup, kelompok dominan yang mendapatkan keuntungan dari korupsi sering kali memberikan resistensi terhadap perubahan. Kelompok ini dapat menggunakan pengaruh mereka untuk mempertahankan pola-pola korupsi yang sudah ada, bahkan melawan upaya reformasi. Dalam situasi seperti ini, penerapan teori ini mungkin menghadapi hambatan signifikan.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun