Mohon tunggu...
Jessica Aura Natasya
Jessica Aura Natasya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

blog bertemakan biology

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gen Z Si Paling Ngerti Tren, Gaya Mesti Up To Date

20 November 2024   07:40 Diperbarui: 20 November 2024   07:43 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kalo ngomongin Gen Z mah apa-apa pengen keren. Gaya mesti on point, outfit harus selalu update, biar gak keliatan ketinggalan zaman. Ya, gimana enggak, hidup di era digital gini, tren tuh cepet banget berubah! Baru kemarin hype pake sweater oversized, eh besoknya udah basi dan diganti sama cargo pants. Nah, masuklah si fast fashion, tapi masalahnya, Gen Z yang dikenal paling aware soal isu lingkungan, justru jadi salah satu konsumennya yang paling sering borong. Jadi, kenapa sih kita-kita ini malah terjebak dalam siklus over konsumsi fast fashion? Jawabannya nggak sesimpel “suka belanja” aja. Banyak faktor yang bikin Gen Z terus tergoda sama fast fashion, mulai dari tekanan media sosial, fear of missing out (FOMO), sampai harga yang ramah di kantong. 

Di medsos, kita sering lihat orang-orang tampil keren dengan outfit terbaru, bikin kita ngerasa harus selalu beda dan selalu up to date juga. Ada dorongan kuat buat sering ganti baju demi konten, demi likes, dan demi ngikutin tren yang bergerak super cepat. Selain itu, fast fashion memang menggoda karena harganya murah. Brand-brand fast fashion paham cara memikat kita dengan koleksi baru setiap minggu, harga terjangkau, dan desain yang nyontek gaya selebriti atau influencer. Jadi, kita gampang banget belanja tanpa pikir panjang. Tapi, di sisi lain, konsumsi yang berlebihan ini punya dampak besar buat lingkungan.


Ironisnya, walaupun banyak dari kita tahu efek negatif fast fashion, keluar dari siklus ini tetap susah. Banyak yang mikir, “Ah, kalau cuma gue, nggak bakal ngaruh.” Padahal, kalau lebih banyak dari kita mulai ngurangin belanja fast fashion, dampaknya bisa besar. Mungkin ini saatnya buat mulai sadar dan ubah gaya belanja kita, dengan memilih opsi yang lebih ramah lingkungan, seperti barang preloved atau investasi di pakaian berkualitas yang tahan lama.

Dengan beralih ke opsi yang lebih bijak, kita nggak cuma bikin diri kita tampil kece, tapi juga ikut andil buat jaga bumi. Coba deh pikir, tiap kali kita pilih barang preloved atau investasi di pakaian yang lebih awet, kita udah ngerem permintaan fast fashion sedikit demi sedikit. Bayangin kalau banyak dari kita ngelakuin hal yang sama dampaknya bakal kerasa banget, nggak cuma buat lingkungan, tapi juga buat industri fashion itu sendiri.  


Kita bisa mulai dari langkah kecil, kayak ngurangin frekuensi belanja, pilih barang yang emang kita suka dan bakal sering dipake, atau bahkan mix and match biar bisa dapet look yang beda tanpa harus terus beli baju baru. Toh, gaya itu soal kreativitas juga, bukan soal banyaknya baju di lemari. Pilihan ini nggak hanya membuat kita tampil unik dan beda, tapi juga memberi dampak besar untuk masa depan. Setiap kali kita memutuskan untuk tidak membeli pakaian fast fashion, kita turut mengurangi permintaan, yang perlahan bisa mengubah cara produksi brand-brand besar. Langkah kecil ini nggak hanya membuat gaya kita lebih ramah lingkungan, tapi juga membantu mendorong industri fashion untuk lebih peduli pada keberlanjutan. Ayo, mulai ubah kebiasaan belanja kita dan jadilah bagian dari gerakan untuk menjaga bumi tetap sehat!


Jadi, yuk mulai sadar sama cara kita konsumsi fashion. Gen Z bisa tetap jadi trendsetter, tapi yang keren dan punya tanggung jawab. Karena di balik semua outfit of the day yang hits, ada bumi yang kita tinggali, dan dia juga butuh perhatian. Sebagai Gen Z, kita sebenernya punya pengaruh besar buat ngarahin ke mana industri fashion bakal bergerak di masa depan. Bayangin aja, kalau kita semua mulai pilih belanja yang lebih bijak, kayak beli barang preloved, thrift, atau baju dengan kualitas yang awet, kita bisa ngasih pesan kuat ke industri bahwa kita mau perubahan yang lebih peduli lingkungan. Gaya keren itu bukan soal selalu punya baju baru, tapi soal gimana kita bisa tampil stylish dan unik dengan pilihan yang cerdas dan nggak ngorbanin lingkungan.

Daftar Pustaka
Niinimäki, K., Peters, G., Dahlbo, H., Perry, P., Rissanen, T., & Gwilt, A. (2020). The environmental price of fast fashion. Nature Reviews Earth & Environment, 1(4), 189–200. https://doi.org/10.1038/s43017-020-0039-9
Bhardwaj, V., & Fairhurst, A. (2010). Fast fashion: response to changes in the fashion industry. The International Review of Retail Distribution and Consumer Research, 20(1), 165–173. https://doi.org/10.1080/09593960903498300
Crofton, S., & Dopico, L. (2007). Zara-Inditex and the Growth of Fast Fashion. https://www.ebhsoc.org/journal/index.php/ebhs/article/view/181
Hagerborn, C., Ivarsson, I., & Linde, S. (2024). Trending towards overconsumption : The role of social media in shaping Swedish Gen Z's buying patterns. DIVA. https://www.diva-portal.org/smash/record.jsf?pid=diva2:1865308
Zuo, A. (2024). Research on excessive consumption of luxury goods by the “Generation Z.” Finance & Economics, 1(4). https://doi.org/10.61173/hfvffk80

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun