Mohon tunggu...
Juli Simbolon
Juli Simbolon Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

hanya seorang penulis amatir yang bercita- cita menjadi penulis terkenal atau IT.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Makna dari Tulisan Seorang Guru

11 November 2014   09:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:06 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Jika ditanya makna dari seorang guru, mungkin kebanyakan orang akan berpikir 'Ah, guru kan yang kerjanya selalu marah sama siswa', atau mungkin 'Ah ogah berurusan dengan guru. Pasti bakal dikasih tugas segunung atau ga bakal dipukul pakai rotan sampai rotannya patah'

Dan jika ditanya mengenai kegiatan seorang guru, maka banyak yang akan berkomentar 'Guru ya kerjanya ngajar siswa disekolah. Buat tugas banyak- banyak biar siswanya pintar biarpun ujung- ujungnya pr itu dikerjakan disekolah dengan modal sontekan dari teman' atau mungkin 'Kalo guru ya kerjanya nyiksa siswa. Terlambat sedikit, dihukum. Tidak mengerjakan tugas, dihukum. Berantem sama teman, dapat surat panggilan orang tua'

Dan bagaimana pendapatku selaku anak dari seorang guru PNS pengajar mata pelajaran matematika di salah satu SMP negri dikota medan? Jujur kuakui memiliki orang tua yang merupakan guru itu banyak suka dan duka, biarpun memang banyak senangnya. Salah satu suka yang paling pasti harus kuakui adalah aku bisa bertanya sesering mungkin karena seperti memiliki guru privat 24 jam sehari atau setumpuk hadiah dihari guru, dan dukanya adalah tuntutan akan prestasi yang kuterima juga pasti lebih keras dibandingkan pelajar lain yang bukan anak dari seorang guru. Ya, kata- kata " Juli kamu harus pintar matematika seperti mamamu" itu seperti alunan musik yang sering kudengar. Bukan masalah, karena maksud mereka adalah demi kebaikan..

Mari kita berjalan- jalan sejenak kemasa lalu. Kalau diera 1970-an bahkan sampai era 2000-an, yaitu sekitaran zaman orangtuaku sekolah sampai pada zaman aku masih balita, bahkan sampai aku menamatkan sekolah dasar pada tahun 2009 tugas guru bisa dibilang masih sama persis dari tahun ke tahun. Jika pada zaman orangtuaku guru bisa menghukum siswa dengan penggaris rotan, maka pada zamanku juga. Mungkin yang membedakan adalah dulu para orangtua bisa sekolah yang fasilitasnya bisa dibilang super minim dan dizaman sekarang fasilitas sudah overload. Mereka bisa tamat SMA saja sudah luar biasa, sekarang dapat gelar S2 juga biasa saja.

Kembali dengan kalimat kedua terakhir yang saya tuliskan pada paragraf diatas. "Mungkin yang membedakan adalah dulu para orangtua bisa sekolah yang fasilitasnya bisa dibilang super minim dan dizaman sekarang fasilitas sudah overload" dan kita sadari fasilitas itu menjadi sumber perbedaan yang paling mencolok. Dibawah ini akan saya berikan beberapa contoh perbedaan paling mencolok itu:


  • Pada zaman dahulu tugas dikerjakan dengan cara ditulis tangan didalam buku dan kemudian dikumpulkan kepada guru. Kalau sekarang, siswa mengetik tugas dan mengirimkannya kepada guru melalui e-mail yang bisa diakses dimanapun dan kapanpun.
  • Pada zaman dahulu siswa tidak memiliki sumber ilmu yang memadai sehingga akan memaksimalkan setiap sumber informasi yang bisa diakses, sekalipun itu dari bungkus cabai. Sekarang, siswa tinggal buka internet dan segala macam informasi tumpah ruah didalamnya. Mulai dari yang penting sampai tidak penting.
  • Pada zaman dahulu kalau siswa melakukan kesalahan dan dihukum siswa, dia tidak akan mengadu kepada orangtua karena bukannya akan dibela, justru akan dihukum lagi. Sekarang, siswa melakukan kesalahan dan dihukum, temannya mengabadikan dengan kamera super canggih, memasukkannya kedalam sosial media, mengompori masyarakat dan berlomba untuk menyalahkan guru tersebut, dan akhirnya guru yang bersangkutan terkena sanksi.


Mencolok sekali, bukan? Nah sekarang kita kembali bahas ketiga poin diatas. Kesimpulannya, ketiga itu adalah nilai positif dan negatif dari sebuah perkembangan jaman dan teknologi. Tapi.. apakah hanya siswa saja yang bisa merasakan efek dari perkembangan teknologi tersebut? Tentu saja tidak. Guru juga bisa merasakannya.

Semakin tahun semakin banyak saja siswa yang bermasalah karena akses internet yang tidak terkendali. Mulai dari penipuan di F*** ***k sampai dengan narkoba dan S** bebas yang terjadi karena tidak terkontrol itu tadi, dan itulah yang dipandang Tanoto Foundation harus diperhatikan secara intens, terkhususnya oleh guru.

Seorang guru seharusnya bisa melihat peluang dan manfaat dari teknologi yang sudah sangat canggih. Bagaimana caranya? caranya adalah dengan menulis. Begini, baik guru bahkan orangtua sekalipun tidak akan tau apa yang dikerjakan anak- anak mereka saat sedang mengakses internet. Website apa yang sedang diakses, apa yang sedang dibaca, atau apa yang sedang ditonton tentu tidak selalu bisa diketahui oleh orangtua dan itu tentu saja membuat orangtua dan para guru khawatir, bukan? Nah guru bisa membantu mengurangi peluang bagi siswa untuk mengakses hal negatif dan justru meningkatkan nilai positif dari tulisan yang mereka buat.

Bagaimana caranya? Langkah paling sederhana adalah dengan banyak menulis artikel yang bermanfaat di internet, baik mengenai pelajaran ataupun hal lain yang diluar dunia pendidikan namun masih bermanfaat dengan cara penyampaian yang baik dan bentuk website yang menarik atau bersahabat, karena dari pengalaman saya siswa akan tertarik untuk berkunjung ke website yang dibuat oleh pihak sekolah/ guru, apalagi jika tau bahwa isinya adalah hal- hal yang bisa menghibur. Coba cantumkan beberapa percobaan praktik kimia atau fisika yang unik, tentu siswa akan tertarik untuk mencobanya. Atau mungkin dengan menulis rumus fisika didalam cerita bersambung yang diupdate sekali dalam beberapa hari, tentu siswa akan lebih tertarik.

Dari link tulisan- tulisan ini juga tanpa guru sadari bisa membuat link- link aneh akan semakin 'tenggelam'  karena mesin pencarian Google akan memprioritaskan hasil pencarian yang memiliki banyak kesamaan kata dengan yang diminta oleh 'pencari informasi'. Bayangkan, jika seratus guru menulis artikel tentang 'Bahaya menggunakan narkoba' maka saat siswa mengetikkan 'narkoba' di pencarian Google, maka sebagian hasil pencarian justru akan menampilkan 'Bahaya Penggunaan karkoba' dan 'menenggelamkan' sebagian website yang sebenarnya ingin diakses oleh siswa tersebut.

Bagaimana jika seandainya bukan hanya puluhan atau ratusan guru saja yang bergerak? Jika ribuan atau mungkin semua guru diseluruh indonesia mau melakukannya tentu akan lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun