Saat Ardi tiba di depan rumah, langit mendung gelap, dan angin berhembus dingin. Pintu rumah terbuka sedikit, seperti mengundang, tapi juga terasa mengancam. Ardi mendorong pintu itu perlahan. Suara derit yang memekakkan telinga menyambutnya, diikuti oleh udara dingin yang menyengat, menusuk hingga ke tulang. Di dalam, suasana semakin mencekam. Setiap langkah kakinya terasa bergaung, seakan ada sesuatu yang mengikuti dari belakang. Ia mencoba menenangkan dirinya, tapi perasaan aneh mulai merayap di kulitnya. Di tengah ruangan, berdiri jam besar yang sangat tua. Jarumnya menunjukkan pukul 11:45 malam, seolah-olah menantikan sesuatu.
   Ardi berkeliling rumah, menyusuri lorong-lorong yang gelap dan dipenuhi sarang laba-laba. Suara-suara aneh mulai terdengar. Di awal, hanya derit kayu yang mungkin sudah tua. Namun, semakin dalam ia melangkah, suara itu berubah. Langkah kaki. Bukan langkahnya, tetapi langkah-langkah lain di belakangnya. Ardi berhenti, menoleh ke belakang, tapi tak ada apa-apa. Jantungnya berdetak lebih kencang. "Ini pasti imajinasi saja," Ardi berkata sambil mencoba tetap tenang. Namun, perasaan bahwa ada sesuatu yang memperhatikannya semakin kuat.
Apakah Ardi akan melanjutkan untuk menjelajahi rumah angker tersebut? Lanjut part 3
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H