Apakah diantara kalian sudah ada yang mengetahui aturan hukum hijab di negara Iran?
Hukum atau aturan berpakaian yang mewajibkan semua perempuan menggunakan hijab dan pakaian longgar yang menyamarkan bentuk tubuh di depan umum ini telah diberlakukan sejak lama yaitu setelah Revolusi Islam tahun 1979 oleh Pihak berwenang. Pada masa itu, Perempuan Iran diwajibkan untuk menutupi sebagian besar tubuh mereka kecuali bagian wajah dan telapak tangan. Berbanding terbalik dengan era sebelumnya yaitu rezim Pahlevi, pada masa itu bahkan perempuan Iran yang tidak berhijab dianggap sama seperti orang yang telanjang. Memasuki tahun 1983, Parlemen Iran menegaskan kepada perempuan Iran jika mereka tampil di muka umum tanpa hijab akan dihukum hingga 74 cambukan. Aturan tersebut mendapat kecaman dari kalangan Perempuan Iran, bahkan tidak sedikit masyarakat Iran yang meninggalkan negara mereka karena tidak tahan hidup dibawah aturan Rezim Khamaeni.
Polisi moralitas yang dibentuk pada tahun 2005 ini secara resmi dikenal sebagai "Gasht-e Irsyad" (Patroli Pembimbing) ditugaskan, anatara lain untuk memastikan perempuan sesuai dengan interpretasi pihak berwenang tentang pakaian "yang pantas". Petugas memiliki kewenangan untuk menghentikan perempuan yang berada di tempat umum terlihat tidak sesuai aturan yang berlaku dan mereka akan menilai apakah perempuan tersebut memperlihatkan terlalu banyak rambut, apakah menggunakan celana panjang dan mantel terlalu pendek atau pas, bahkan memakai terlalu banyak rias wajah. Hukuman yang paling umum dilakukan kepada perempuan yang melanggar aturan yakni menahan mereka hingga anggota keluarganya membawakan pakaian yang pantas untuk dikenakan. Mereka juga didesak menandatangani perjanjian yang menyatakan bahwa mereka tak akan lagi melanggar aturan.
Pada 16 September 2022 berita mengejutkan datang dari salah satu warga Iran, Mahsa Amini perempuan berusia 22 tahun asal iran, meninggal dunia di Teheran, Iran, saat berada dalam tahanan kepolisian setempat. Amini ditangkap oleh para polisi moral, yang pada saat itu Mahsa Amini dianggap tidak mengenakan hijab dengan benar. Polisi menyatakan Mahsa meninggal secara alami saat berada di tahanan. Akan tetapi keluarganya mengeklaim petugas telah memukul kepalanya dengan tongkat polisi, dan membenturkan kepalanya ke salah satu kendaraan mereka. Berita kematian Mahsa Amini kemudian di siarkan dan foto-foto dirinya dalam keadaan koma di rumah sakit tersebar di media sosial, sehingga menyulut kemarahan masyarakat Iran.
Hal ini memicu demonstrasi, yang dipimpin kelompok perempuan untuk melawan aturan wajib hijab di Iran. Unjuk rasa ini kemudian meluas menjadi perlawanan terhadap penguasa republik islam, dan Rezim itu sendiri. Beberapa perempuan yang berdemonstrasi di tengah upacara pemakaman Mahsa Amini melepas hijab mereka sebagai bentuk protes atas kewajiban mengenakan hijab di negara itu. Sejumlah warga yang melakukan aksi protes dilaporkan cedera dan ditangkap. Banyak orang Iran, termasuk individu pro-pemerintah, mengekspresikan kemarahan mereka di platform media sosial mengenai keberadaan polisi moral.
PBB telah menyampaikan kekhawatiran atas tindakan pihak berwenang di Irak dalam merespons aksi protes tersebut. Kelompok-kelompok HAM mengatakan tiga orang tewas ketika aparat keamanan mengeluarkan tembakan ke arah massa yang memprotes. PBB mendesak para pemimpin Iran untuk mengizinkan unjuk rasa damai dan menggelar investigasi yang transparan atas meninggalnya Mahsa Amini.
Kampanye menentang kewajiban mengenakan hijab memang sudah menguat sejak lama di Iran. Banyak orang Iran menyalahkan pemimpin Tertinggi, Ali Khamenei. Pidato lamanya dibagikan di media sosial di mana ia membenarkan peran polisi moral dan menegaskan bahwa di bawah pemerintahan Islam, perempuan harus dipaksa untuk mematuhi aturan berpakaian Islami.
Kewajiban wajib berhijab, bagi perempuan Iran sangat mengukung perempuan Iran dalam hal berekspresi. Perempuan Iran tidak memiliki kebebasan untuk memilih apapun yang ada pada dirinya, termasuk dalam hal berpakaian atau berhijab. Interpretasi keislaman yang menjadi landasan hukum di Iran nyatanya sangat mendiskriminasi perempuan dengan aturan mereka yang otoriter. Hijab di Iran tidak lagi menjadi konteks dalam persoalan Agama, namun menjadi ikon atau simbol nasional Negara Iran.Â
Sehingga selalu ada kepentingan politik. Perempuan menjadi sasaran keotoriteran dan kepentingan bagi mereka yang mendapat keuntungan dari kebijakan ini. Penggunaan hijab disini sangat membatasi perempuan dan pemaksaan terhadap perempuan. Pemerintah Iran harus menghentikan kekerasan kepada rakyat nya, sudah terlalu banyak korban jiwa akibat dari protes yang dilakukan agar terlepas dari pemaksaan.
Perempuan di Iran harus dibebaskan dari "kriminalisasi" dalam berbusana, karena hal ini jelas-jelas "melecehkan" derajat kaum perempuan di bumi akan kesetaraan. Perempuan Iran berhak memprotes karena hak-hak mereka sudah banyak yang di rampas. Kebebasan berpakaian bagi perempuan Iran masih dalam tahap pro-kontra di pemerintahan dan masyarakat umum.Â
Sudah jelas bahwa kasus di Iran ini terjadi karena dipicu oleh jatuhnya korban manusia. Di Iran hijab sudah menjadi sebagai simbol politik, jika tetap memakai hijab dianggap sebagai statement politik bahwa "saya mendukung pemerintah".