Mohon tunggu...
Julius Caesar
Julius Caesar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Hoaks Membabi Buta

5 Mei 2018   14:03 Diperbarui: 5 Mei 2018   14:15 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan teknologi telah memberikan kita kebebasan penuh untuk mengakses segala macam informasi dari berbagai macam sumber dan media. Namun sayangnya banyak sekali penyebaran berita bohong atau yang sekarang lebih dikenal berita hoaks yang bertujuan untuk mengadu-domba satu sama lain, yang pada akhirnya menimbulkan perpecahan dan juga kebencian pada sesama.  

Hoaks merupakan salah satu kejahatan siber yang telah merambat di penjuru dunia. Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi korban dari organisasi penyebar hoaks seperti Saracen dan Family MCA yang sempat membuat heboh kalangan masyarakat. Organisasi-organisasi inilah juga yang memicu perpecahan akan solidaritas warga Indonesia. Tetapi untunglah kedua organisasi tersebut telah dibekuk oleh pihak kepolisian Indonesia, tetapi masih terdapat banyak sekali organisasi-organisasi sejenis ini yang keberadaannya belum terdeteksi.

Lahirnya organisasi-organisasi ini dipicu oleh panasnya politik pada tahun 2014, yang dikarenakan adanya pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden. Ini pun membelah masyarakat menjadi dua kubu yaitu kubu Jokowi dan kubu Prabowo. Masyarakat pun mulai membuat dan termakan isu kebencian untuk menjatuhkan lawan politiknya dan sarana yang paling sering digunakan untuk melahirkan kebencian dan kecurigaan adalah dengan menyebar berita hoaks melalui media sosial. Keadaan ini tak kunjung membaik, malah kasus penyebaran berita hoaks makin meningkat tiap tahunnya. 

Dampak penyebaran berita hoaks pada konten politik juga bisa membuat kecurigaan dan kebencian masyarakat terhadap pemimpin bangsa. Masyarakat pun juga lebih sering mengkritik pemimpin-pemimpin rakyat tanpa menggunakan data yang relevan. Seperti pada saat Presiden Jokowi dikritik karena dituduh menaikkan harga BBM, padahal ia hanya menghapus subsidi BBM agar masyarakat di Papua bisa merasakan harga BBM yang sama dengan kota-kota lain. Betapa buruknya jika masyarakat membenci pemimpinnya, ini pun bisa menyebabkan sebuah negara untuk terpecah.

Salah satu berita hoaks politik yang belum lama ini menjadi topik hangat adalah berita mengenai kebangkitan PKI atau disebut sebagai Partai Komunis Indonesia. Tetapi menurut Arie Sudjito, seorang pengamat politik UGM, isu ini sengaja dibicarakan karena menjelang tahun politik dan akan terus dipanaskan sampai Pilpres 2019. Lalu, ini pun berdampak pada pemenang Pilpres 2014, yaitu Joko Widodo. 

Ia pun menjadi korban berbagai berita hoaks seperti isu yang menyebutkan bahwa ia adalah seorang PKI, namun isu ini sendiri telah ia bantah pada tahun 2018 dengan mengatakan "Saya lahir 1961, masa ada PKI balita". Keluarga Jokowi pun pula sering diserang dan difitnah seperti mengenai bisnis putra sulung Jokowi, yaitu Markobar yang difitnah mengandung minyak babi, namun hal ini pun juga sudah diklarifikasi oleh pihak Markobar bahwa hal ini hanyalah sekedar berita hoaks. 

Isu-isu tersebut bertujuan untuk mencemarkan nama baik Jokowi dan juga melahirkan rasa curiga dan kebencian terhadap Presiden Indonesia. Masyarakat pun juga menjadi paranoid, kekhawatiran yang berlebihan terhadap eksistensi PKI yang tak lagi ada.

Ada pula pernah tersebar sebuah hoaks mengenai vaksin yang dapat memicu penyakit autisme, yang dimulai pada tahun 1998 oleh seorang dokter bernama dr. Andrew Wakefield. Ia dan rekan-rekannya melakukan sebuah investigasi mengenai 8 anak yang mengalami gejala autis setelah menerima imunisasi satu bulan sebelumnya. 

Mereka juga terdapat gangguan pencernaan yaitu pembesaran kelenjar getah bening.  Hoaks ini membuat para orangtua untuk memutuskan untuk tidak memberikan imunisasi pada anak mereka. Sehingga menimbulkan sebuah penyakit  endemik bernama campak (di Inggris dan Wales pada tahun 2008) dan polio (di Sukabumi) yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi.

Jika pergolakan di masyarakat akibat hoaks semakin tak terbendung, bisa dipastikan dapat menyebabkan sebuah negara yang sebelumnya damai dan harmonis, menjadi sebuah negara yang penuh dengan perselisihan dan pertikaian. Jangan sampai bangsa ini terpecahkan oleh berita bohong seperti yang pernah terjadi, hingga memicu perang dunia kedua. Melalui kasus ini, kita dapat melihat bahwa penyebaran berita hoaks berpotensi untuk memecah belah sebuah negara harmonis. Sehingga, sebagai masyarakat yang mencintai Indonesia, baiklah kita untuk menghentikan penyebaran berita hoaks demi terjaganya kedamaian dan keharmonisan bangsa kita yang bhineka tunggal ika.

Ditulis oleh: Madeline, Julius dan Eren dari Sekolah Victory Plus

Sumber:

  •  (Desember 11, 2017). 10 Info kesehatan yang ternyata hoax. Diambil pada Maret 8, 2018,dari http://nationalgeographic.co.id 
  • P. (2016, November 20). Mabes Polri: Penyebar Hoax Diancam Hukuman 6 Tahun Penjara. Retrieved April 25, 2018, from tempo.co


Galih, B. (2018, March 06). Jengkelnya Jokowi Sampai Hari Ini Masih Dituduh PKI... Retrieved April 25, 2018, from kompas.com
Asril, S. (2018, February 28). The Family MCA dan Saracen, Bisnis Hoaks Serupa tetapi Tak Sama. Retrieved April 25, 2018, from kompas.com
Galih, B. (2018, March 06). Jengkelnya Jokowi Sampai Hari Ini Masih Dituduh PKI... Retrieved April 25, 2018, from kompas.com
Nurdin, W. (2017, February 08). Ada yang Sebut Markobar Mengandung Minyak Babi, Ini Jawaban Menohok Gibran. Retrieved April 25, 2018, from tribunnews.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun