Pada suatu masa ada tiga ekor kambing kakak beradik terpisah dari ibu bapaknya. Si A diambil oleh seorang raja yang soleh dan dididik untuk bertingkah laku sopan santun dan ditugaskan untuk menghias kebun Raja yang dimuliakan rakyatnya. Si B di perlihara oleh seorang jendral koruptor yang zolim, dibuatnya untuk menjadi gemuk dan dipamerkan untuk dipotong pada hari raya korban sebagai unjuk rasa kebajikan si koruptor dimata orang yang tertindas olehnya. Si C, terlantar sampai pada suatu waktu ditabrak oleh truk dan bangkainya terhampas kesungai dibawa arus entah kemana.
Sewaktu mereka semua sudah mati mereka bertemu di alam akhirat. ABC menanyakan tentang kedudukan siapa yang paling beruntung dimata Yang Kuasa. A mengklaim dirinyalah yang paling mulia dikarenakan pendidikannya dan loyalitasnya dalam menjaga taman raja dengan tekun dan berbakti. A tidak pernah lalai dalam melaksanakan tugasnya. B menjawab walaupun sejelek-jeleknya dia, dan diberimakan dari uang haram, tetapi akhir hayatnya dia disantap oleh fakir miskin yang begitu mendambakan kelezatannya. C, juga tidak mau kalah dan bilang selama masa hidupnya dia sudah selalu susah dan sial, maka akan tidak adil sama sekali bila Yang Maha Adil tidak memberi tempat yang enak di alam akhirat ini. Jawabannya mungkin tidak pernah kita temukan karena pertanyaan tersebut juga hanya berandai-andai.
Pertanyaan serupa juga pernah ditanyakan al-Ashari kepada gurunya yang seorang Mutazilah pada tahun 913 Masehi. Pertanyaan yang terkenal pada dunia phillosophy tersebut adalah seperti ini (diterjemahkan dari Cyril Glasse), "Ada sebuah kisah tiga kakak beradik, yang pertama seorang beriman dan berbuat baik, yang kedua adalah pendosa, dan yang ketiga meninggal sewaktu bayi. Apa yang akan terjadi padanya?" tanya al-Ashari. Gurunya menjawab, "yang beriman ke Surga, yang pendosa ke Neraka, dan yang meninggal sewaktu bayi ke Limbo (tempat antara keduanya)." Kemudian si murid melanjutkan, "karena Mutazillah percaya apa yang dipilih oleh Allah adalah yang terbaik untuk umatnya, mengapa si bayi meninggal?" "Karena," lanjut gurunya lagi, "Tuhan tahu kalau si Bayi akan menjadi pendosa besar pada waktu dewasa nanti, sehingga dimatikan oleh Tuhan pada waktu
kecilnya, sebuah langkah yang bijaksana." Si Murid menutup pertanyaannya dengan, "Kalau begitu mengapa Tuhan tidak mematikan si pendosa sewaktu kecil sehingga dia tidak perlu dihukum pada akhir hayatnya?"
Firman Allah ada yang menyebutkan tidak akan sebuah kaum untuk berubah tanpa usaha kemauan dari kaum itu sendiri. Ahl-alKitab (Nasrani) juga mengenal sebuah kisah dari kitab sucinya yang menceritakan tiga orang pada waktu bersamaan diberi uang oleh majikannya. Setelah sekian waktu, si A (consumerism) menyisakan uang tersebut sedikit karena dipakai untuk membeli makanan; B (risk avoider)menyimpan uang tersebut sehingga tidak berkurang, dan si C (entrepreneur) mengembalikan uang tersebut lebih karena ada hasil keuntungan. Di jelaskan disini si C mempunyai tempat yang lebih mulia dimata si tuan dan juga Tuhan. Pada agama Islam juga dikenal sebuah hadits yang sangat relevan untuk waktu kini, yakni apabila kita lebih baik dari kemarin, kita termasuk kaum yang beruntung, jikalau tetap maka kita kaum yang merugi, dan jika lebih buruk kita adalah kaum yang celaka.
Sudah berapa harikah bangsa Indonesia keadaannya lebih buruk dari kemarin? Apakah posisi kita yang sudah terjajah hutang menjadikan kita tergolong sebagai bangsa yang celaka?
Apakah pertanyaan si kambing relevan dengan pertanyaan manusia yang mencoba untuk menganalisa apakah Tuhan itu Maha Adil? Atau kita sudah lupa terhadap fungsi manusia sebagai wakil (as contrary to Hamba) Allah, dimana manusia sebagai mahluk tertinggi dimata Allah diatas dari mahluk lainnya mempunyai suatu previlige yakni kemerdekaan dalam menentukan nasibnya sendiri?
Apakah mungkin simbolisme Tuhan untuk batal mengorbankan manusia pada masa Nabi Ibrahim sebagai tantangan Manusia untuk tidak menjadi manusia yang terjajah, sehingga si Kambing (domba or whatever) yang dikorbankan? Apakah dengan demikian sangat tidak relevan untuk kita menanyakan, meratapkan keterbelakangan kita kepada Allah, karena kita bukanlah perwakilan ketiga kambing tersebut?
(Juga meminjam teori Islam Liberal: bukankah Islam merupakan agama yang membebaskan)
Jawabanya Wallahualam.
Jakarta sebelum tahun 2000
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H