Braga adalah salah satu tempat favorit untuk recharge energi. Sebelum mengalami burn-out alias kehabisan energi akibat bekerja dan berdiskusi dengan banyak orang, maka perlu waktu pribadi yang cukup, agar tidak kehilangan fokus atau bahkan tidak ada ide, setidaknya kita terhindar dari stres atau depresi.
Cukup jalan kaki menyusuri jalan sepanjang kurang lebih 700 meter. Jalan Braga sangat eksotis, kita dapat menemui banyak sekali orang berlalu lalang, ada yang santai menikmati kopi dan camilan ataupun  mendengarkan live music di jalan rancang oleh Edward Cuypers pada 1909 tersebut.
Dari berbagai literatur, Braga tu sangat khas Sunda banget, karena berasal dari kata "baraga" atau "ngabaraga". Â Arti dari kata ini adalah berjalan menyusuri sungai. Iyaa, jalan Braga memang berada di samping Sungai Cikapundung.
Karena terlalu melegendanya, Jalan Braga sampai diabadikan dalam sebuah lagu yang dinyanyikan penyanyi terkenal Hetty Koes Endang.
Berikut sepenggal lirik lagunya dalam bahasa sunda; Jalan Braga tetep teu robah - teu galider tahan sajarah - gunta ganti heunteu niru cara nu sejen - tuh jalan nu paten hey jalan konsekwen atau dalam Bahasa Indonesia Jalan Braga tetap tidak berubah - tidak terguncang mempertahankan sejarah - berganti rupa tapi tidak seperti yang lain - inilah jalan yang paten, jalan konsekuen
Ada yang berbeda, saat berjalan di Braga, akhir pekan bulan Ramadhan tahun ini. Iya berbeda banget karena waktu mulai berbuka puasa hingga mendekati tengah malam. Saya banyak menemukan hal-hal untuk selalu bersyukur dari sebuah pertemuan singkat namun sangat efektif, sungguh saya mendapat banyak sekali energi positif dari si Eneng Gayuh Minang Latih.
Selaras dengan keistimewaan dan kemulian bulan Ramadhan yang memiliki orientasi dan makna yang luar biasa sebagai media pendidikan pada pembentukan karakter diri menuju derajat takwa yang mulia dan mengubah kualitas secara pribadi maupun secara sosial.
Saat berdiskusi dengan si Eneng Gayuh, terasa sekali auranya dia sebagai si eneng tangguh. Eneng yang tidak takut untuk menjadi diri sendiri, berpenampilan sebagaimana yang diinginkan, dan dapat membuat dirinya nyaman di berbagai kondisi. Â Hal itu menandakan si Eneng Gayuh punya kepercayaan diri yang tinggi. Jadi, tidak merasa takut untuk tidak ikut tren seperti orang lain.
Belajar cepat dari si Eneng Gayuh tentang hidup di era teknologi digital, kita tetap harus hidup proporsional yang memiliki arti sesuai dengan proporsi, seimbang, sebanding, dan berimbang
Eneng Gayuh tidak hanya berteori, tapi telah mengimplementasikannya sehari-hari. Secara prinsip kita melakukannya sesuai dengan kemampuan diri untuk menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dengan kebutuhan pribadi dan keluarganya.
Keseharian lulusan S1 Teknik Industri FTI UII Yogyakarta dan dari ceritanya saat menyelesaikan S2 Program Masternya di NTUST Taiwan, tampak sekali sebagai pribadi pantang menyerah. Pribadinya menganggap sesuatu yang terjadi itu dari segi positifnya. Dia  yakin betul bahwa sekenario Allah itu tidak akan meleset sedikit pun.