Penanganan bencana  di dunia  telah  mengalami  perubahan paradigma yaitu dari responsif  menjadi preventif,  dari sektoral menjadi multi sektor, dari tanggungjawab pemerintah  semata  menjadi  tanggungjawab  bersama,  dari sentralisasi  menjadi  desentralisasi  dan  dari tanggap  darurat menjadi pengurangan risiko bencana
Bencana merupakan tanggungjawab bersama sedangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana adalah tanggungjawab masing-masing orang. Masyarakat lokal lebih paham dan dapat mengetahui risiko bencana di tempat tinggal ataupun kawasannya, sehingga masyarakat harus mampu menyelamatkan diri sendiri dengan bekal edukasi yang dimilikinya. Karena bencana sesungguhnya bukanlah gempa bumi dan atau tsunami, tapi salah satunya berawal dari ketidaktahuan akan ancaman bencana yang ada disekitarnya itu sendiri.
Kalau kita sudah mengetahui adanya ancaman berarti kita dapat mengetahui apa saja yang harus dipersiapkan, termasuk perlunya berkolaborasi dengan banyak pihak dalam hal pengurangan risiko bencana tersebut.
Prof. Ir. Sarwidi, MSCE., Ph.D., IP-U., unsur Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan, "Serangkaian bencana goncangan gempa di Indonesia beberapa puluh tahun terakhir ini menunjukkan bahwa dampak bencana semakin di dominasi oleh gagalnya bangunan saat menahan beban akibat goncangan gempa kuat."
Sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan wilayah rawan gempa sehingga sangat beralasan mengapa pentingnya dilakukan edukasi kepada masyarakat awam tentang penilaian kerentanan bangunan terhadap goncangan gempa. "Setidaknya salah satu tujuannya untuk mencapai zero victim ketika gempa bumi terjadi, dapat terwujud," tuturnya.
Karena, memprediksi waktu kapan terjadinya gempa masih amat sangat sulit, bahkan hampir mustahil saat ini, namun memprediksi potensi tempat dan ukuran maksimum gempa lebih memungkinkan. "infrastruktur atau bangunan tahan gempa menjadi salah satu opsi mencegah gempa menimbulkan bencana dan berharap tidak ada korban, tidak ada luka, tidak ada meninggal dan tidak ada kerugian harta," tutur Guru Besar Rekayasa Kegempaan dan Dinamika Struktur Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, seusai pembukaan kegiatan Uji Lapang Penilaian Bangunan Bertingkat di Padang, Sumatera Barat (3 Desember 2020).
Dalam kesempatan yang sama  Gita Yulianti.,  Kepala Seksi Penilaian Struktur BNPB mengatakan melalui Direktorat Mitigasi Bencana bekerjasama dengan Museum Gempa Yogyakarta, saat ini sedang menyusun Perangkat Penilaian Bangunan Bertingkat Tahan Gempa.
Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat terhadap gempa bumi melalui pengembangan Perangkat Penilaian Bangunan Bertingkat Tahan Gempa. Perangkat tersebut yang akan diintegrasikan kedalam InaRISK ini diharapkan mampu memudahkan msyarakat dalam melakukan asesmen sederhana terhadap bangunan yang ditempati.
"Kegiatan Uji Lapang ini bermanfaat untuk mengetahui efektivitas perangkat yang disusun, yang kemudian akan diintegrasikan dengan aplikasi InaRISK sehingga dapat diakses dengan mudah oleh semua kalangan," tutur Gita.