"Karena kita, ribuan spesies tidak akan lagi memuliakan Allah dengan keberadaan mereka, atau menyampaikan pesan mereka kepada kita. Kita tidak punya hak seperti itu." (Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si, bab iii, tentang hilangnya keanekaragaman hayati).
Empat hari sebelum ensiklik Laudato Si dirilis, majalah Italia L'Espresso memposting draft dokumen yang bocor secara online. Dokumen tersebut hampir sama persis dengan dokumen aslinya. Kebocoran tersebut membuat para petinggi Vatikan geram.
The New York Times dan surat kabar Italia La Stampa keduanya mencatat bahwa kebocoran tersebut berasal dari kalangan konservatif di dalam Vatican yang ingin mempermalukan Paus dan menghalangi peluncuran ensiklik.
Namun kemudian surat ensiklik ini secara resmi dirilis pada sebuah acara di Aula Sinode Baru Vatican, pada 18 Juni 2015 dan diterjemahkan serentak dalam delapan bahasa.Â
Ensiklik ini merupakan ensiklik kedua Paus Fransiskus setelah Lumen Fidei (Terang Iman). Ensiklik Laudato Si berisi tentang kepedulian memelihara alam ciptaan sebagai rumah umat manusia.
Laudato Si (bahasa Italia) diadopsi dari nyanyian Santo Fransiskus dari Asisi, orang kudus dalam sejarah Gereja Katolik, yang versi panjangnya Laudato Si, mi' Signore; artinya Terpujilah Engkau Tuhanku.
Konon, Santo Fransiskus dari Asisi dikisahkan sebagai salah satu dari deretan orang kudus yang sangat mencintai alam. Kecintaannya pada alam menimbulkan alih-alih "panenteisme" terhadapnya. Karena ia memuja alam sama seperti mengagungkan Pencipta.
Ia menamai semua ciptaan dengan sebutan "saudara". Sebut saja, saudara matahari, saudara ikan, saudara melati, saudara orangutan dan seterusnya. Ia mewariskan semangat ekologis kepada anggota biaranya Ordo Fratrum Minorum atau yang dikenal dengan sebutan Fransiskan.
Spirit ekologis inilah yang kemudian mengilhami Paus Fransiskus (nama asli: George Borgoglio) dalam menerbitkan ensiklik Laudato Si sebagai wujud kepedulian terhadap alam semesta.
Sebuah ensiklik tidak hanya merespons realita sosial, namun juga mengungkapkan basis teologisnya, sehingga aksi-aksi implementatif terhadap ensiklik bukan hanya merupakan gerakan sosial melainkan juga gerakan kegamaan.
Oleh sebab itu, gerakan keagamaan sangat penting menjadi wadah sosial yang kuat dalam masyarakat. Sebab kepedulian terhadap alam juga merupakan urusan religiusitas. Termasuk kepedulian terhadap hutan dan ekosistem di dalamnya.