Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ketika Cinta Anisa masih Menjauh

28 Maret 2011   21:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:21 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

(seorang dosen belajar menulis cerita)

Anisa yang kukenal lebih dari lima tahun terakhir sebenarnya tidak pernah berubah dalam sikap dan pendiriannya. Gadis menjelang 26 tahun itu dulunya mahasiswiku di sebuah perguruan tinggi swasta di ibu kota. Datang dari keluarga cukup mampu secara ekonomi, Anisa termasuk perempuan mandiri, berkemauan keras-kadang-kadang juga keras kepala, tapi mungkin wajar sebagai ciri orang cerdas-dan tidak pantang menyerah. Pekerjaan dan profesi yang digelutinya setahun terakhir boleh dibilang buah dari keuletannya mencari dan menemukan sesuatu karya yang diinginkannya. Betapa tidak! Anisa bekerja di sebuah perusahaan internasional dengan posisi yang cukup menjanjikan masa depan.

Semula perkara hati dan jatuh cinta yang pernah dikisahkan Anisa kuanggap hal sepeleh dan tipikal kaum remaja. Aku ingat tiga tahun silam, ketika suatu ketika di akhir kuliah, Anisa meminta waktu untuk bicara. "Tidak ada hal lain yang akan aku kerjakan seusai kelas ini, jadi kamu bisa ikut ke ke ruanganku kalau memang ada yang mau kamu bicarakan," jawabku.

Anisa langsung saja mengeluh ketika pantatku belum sempat menempel pada kursi tua di balik mejaku. "Ternyata tidak gampang meyakinkan laki-laki bahwa saya adalah pilihan yang tepat buatnya! Benar ngga sih pak!"

"Kamu omong apa sih? Aku tak mengerti! Mengapa tiba-tiba saja kamu mengatakan hal ini? Ayo dong, mana premisnya. Jangan menarik kesimpulan seperti itu tanpa pernyataan pendukung lain!"

"Ah, Bapak! Sekarang kan bukan kuliah logika!" "Maksud saya, semua laki-laki yang memiliki hati tidak pada satu perempuan sulit menentukan ke mana hatinya berlabuh!" "Jika sudah begitu, akan sia-sialah usaha saya membuktikan diri sebagai gadis yang paling tepat jadi pelabuhan hatinya!" "Benar ngga sih pak?"

"Kamu sedang membicarakan Faizal, toh!" "Anisa, apa sih yang terjadi pada kalian?" "Bukankah kamu sudah lama saling mengenal?"

Anisa diam saja. Ruang kerjaku yang kurang dari enam meter persegi itu terasa semakin panas saja. Suasana agak sepi sore itu. Rekan-rekan dosen lainnya sepertinya sudah tidak sabar kembali berkumpul bersama keluarga setelah seharian penuh berada di kampus. Dan aku masih juga enggan mengeluarkan kata-kata lanjutan menanggapi kegundahan hati Anisa. Dari balik kaca mataku Anisa tampak cemberut. Wajahnya yang sedikit mengoval, kaca mata tipis dan alis mata yang tidak terlalu tebal sebenarnya mengindikasikan Anisa seorang gadis manis. Menurutku, dia termasuk satu dari sedikitnya lima mahasiswi di kelasku termasuk cantik dan manis-kedengarannya subjektif.

"Faizal mungkin membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan, " aku mencoba memecah kesunyian.

"Ah, alasan basi, Pak!" Laki-laki memang selalu punya alasan untuk membela diri. Sibuklah, sedang mengerjakan tugas kuliahlah, menemani adik mengerjakan PR, membantu ibu menjaga warung, dan semacamnya. Benar kan, Pak?"

"Mungkin!" jawabku singkat. "Tapi kamu tidak bisa menggeneralisasi begitu dong! "Mengawali kalimat dengan semua laki-laki termasuk tipe kalimat universal afirmatif, kan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun