Pertama kalidapat berita paper (abstrak) saya diterima dan saya diberi kesempatanpresentasi dalam konferensi internasional tentang film dan filsafat di Lisbon,saya menyambutnya dengan sukacita. Kegembiraan saya semakin membuncah ketikakampus tempat saya bekerja, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, membiayaiseluruh perjalanan dan penginapan selama kegiatan ini. Sebenarnya bukan karenabisa bepergian ke Eropa, karena saya toh lulusan Eropa juga. Portugis menyimpankenangan tersendiri. Seusai SMA, saya bergabung dengan sebuah Serikat Religiusdi Timor Leste, tinggal di sebuah komunitas para imam yang kepala rumahnyaorang Portugal. Juga karena relasi yang hangat dengan beberapa misionaris asalPortugal di Timor Leste, saya diam-diam menyukai watak orang Portugal. Alasanlain yang lebih personal lagi, sebagai seorang Katolik dari Flores, Portugissudah kami pandang sebagai "pembawa agama Nasrani" ke pulau bunga itu.
Memburu pesawatmurah dan booking hotel menjadi syarat mengajuan visa ke kedutaan Portugal.Beberapa pilihan tersedia, tetapi bujet 20 juta maksimum pergi-pulang untukbiaya pesawat "memaksa" saya untuk menumpang Emirates. Padahal saya sebenarnyakebelet naik Turkey Airline yang konon -- menurut komentar-komentar dari sumberonlilne -- memiliki pelayanan yang sangat bagus. Karena menumpang Emirates,penerbangan harus transit di Dubai. Demikianlah, Minggu dini hari, 12.50 wib, tanggal7 Juli 2019, ketika warga Jakarta masih terlelap, pesawat Emirates menerbangkankami ke Dubai. Tujuh jam kemudian kami sudah menjejakkan kaki di BandaraInternasional Dubai. Udara terasa sangat terik, kering dan menyengat. Istirahatsekitar 2 jam, pesawat Emirates tipe lebih kecil membawa kami dalam perjalanan7 jam lagi menuju Lisbon.
Terjun Saja
Karena kegiatanakademik ini hanya kurang lebih 10 hari, tidak ada persiapan khusus yang harussaya lakukan, misalnya mencaritahu dan membaca informasi mengenai orangPortugis. Hal ini tentu berbeda ketika saya studi tingkat master di Belgiumdulu, di mana saya mempelajari secara cukup baik keadaan sosiologis Belgium,watak atau sifat-sifat dasar orang Belgium dan sebagainya. Jadi kali iniprinsipnya masuk atau terjun dan alami saja.
Ketika di BandaraDubai, saya terkesan dengan sifat seorang ibu setengah baya yang sama-samamenunggu di depan ruang check-in ke Lisbon. Ibu itu, Maria katanya (ya, Mariadi Portugal itu nama pasaran, sama seperti nama Marta, Anna, dan lainnya).Dalam bahasa inggris yang cukup fasih, ibu itu mengaku dia baru pulang dariMakau. Yang berkesan bagi saya adalah sifatnya yang sangat ramah, hangat, danmau menjawab beberapa pertanyaan saya. Maria tidak merasa sedang tergangguprivasinya dan tidak mengekspresikan ketidaksukaan. Watak semacam ini langsungmengingatkan saya pada sifat beberapa pastor asal Portugis yang saya alami diTimor Leste dulu. Mungkin saja seperti itu sifat kebanyakan orang Portugal.Â
Roda pesawatEmirates yang kami tumpangi menyentuh bandara udara internasional Lisbonsekitar pukul 13.40 waktu portugas atau 19.40 wib. Sebuah taksi dari mobilVolkswagen segera membawa saya ke tempat saya menginap, sebuah dormitori mahasiswa yang sekarang disewakan ke publik karena mahasiswa di kota Lisbonmemang sedang libur musim panas. Seperti sudah saya rencanakan, saya hanyaistirahat kurang lebih dua jam, lalu langsung menjajal kota Lisbon. Sebagai catatan, selama musim panas ini matahari masih menampakkan diri sampai jam 21.00 pmalias jam 9 malam, jadi jalan-jalan sampai malam tidak perlu takut tersesat.
Kemana lagi kalaubukan ke pusat kota? Ya, sebagaimana umumnya kota-kota di Eropa, berbagaikegiatan berlangsung di pusat kota. Warga kota bergerak ke pusat kota. Di sana adapasar, ada gereja, ada kantor pemerintahan, dan ada alun-alun, sebuah ruangpublik tempat warga kota berinteraksi, menikmati pertunjukkan musik, danteater. Tentu saja kedai kopi menyebar padat di seantero sudut kota.
Kata kunci sayaadalah terjun saja, alami sendiri. Ini juga menjadi cara untuk mengalami sifatorang Portugis. Beberapa sifat dasar orang Portugis tampak eksplisit dalaminteraksi kita dengan mereka, baik di jalan, di kedai kopi, di resoran, ditempat ibadah, ataupun di pasar. Cek saja, ketika Anda merasa tersesat ataukesulitan membaca suatu titik melalui peta lokasi google, misalnya, orangPortugal dengan senang hati membantu. Mereka akan menunjukkan secara detaillokasi atau titik yang Anda tuju, harus berjalan ke arah mana, di belokan kekiri atau ke kanan anda akan melihat apa, dan sebagainya. Dengan kata lain,petunjuk yang mereka berikan itu sangat rinci.Â
Itulahkeramah-tamahan orang Portugal. Mereka tidak merasa terganggu kalau ditanya.Mereka juga tidak menunjukkan sikap terburu-buru ketika perjalanannya haruskita hentikan karena kita mau bertanya. Yang terpenting -- dan ini kudu diingat-- jangan langsung ajukan pertanyaan. Mulailah menyapa mereka terlebih dahulu.Misalnya, "bom dia, senhor" (selamat pagi, pak), "bom dia senhora" (selamatpagi, bu), "boa tarde, senhor" (sore), "boa tarde, senhora" (sore), danseterusnya. Setelah itu kita tidak boleh langsung bertanya. Seperti diIndonesia, kita harus mengatakan, "Maaf, saya sedang mencari titik ini, jalanini, Gedung ini, apakah bisa membantu? Kalau pun Anda menggunakan bahasainggris, mulailah dengan ungkapan dalam bahasa Portugis untuk menunjukkankeramahan dan kedekatan, dengan mengatakan, "por favor" yang artinya kira-kira"maaf mengganggu" atau dalam bahasa inggris, "May I have your favour, please".Setelah itu baru kita bertanya.
Saling Menyapa
Sifat orangPortugis lainnya yang dijumpai di mana pun di negeri itu adalah kebiasaansaling menyapa ketika bertemu. Ketika bertemu di pagi hari, orang menyapa,"Hola, bom dia!" (hi, selamat pagi). Ketika bertemu di sore hari, orang salingmenyapa, "Hola, boa tarde!" (hi, selamat sore). Ketika harus berpisah, orangsaling menyapa, "ate amanha!" (sampai jumpa besok). Dan itu diungkapan secarahangat, jadi bukan sekadar basa-basi.