Mohon tunggu...
jeraljefta
jeraljefta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jeral Jefta Ramadhani | Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya | Asal Kediri.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Peran Imunitas Negara dalam Pelanggaran HAM Berat "Jus Cogens"

26 November 2024   03:48 Diperbarui: 26 November 2024   04:32 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya kasus-kasus diatas memiliki banyak faktor yang mendukung dan alasan-alasan yang masuk akal terhadap kasus tersebut.

1. Imunitas negara mengalami pengikisan terhadap norma-norma jus cogens yang memberi perlindungan kepada HAM yang fundamental.

2. Yurisdiksi universal dapat diperluas pada tindakan perdata sebagai akibat kerugian yang muncul dari dilakukannya kejahatan internasional.

3. Beberapa negara telah mengubah undang undang imunitas negara asing di forum nasional mereka dengan memprioritaskan pelanggaran HAM yang berat atas imunitas negara.

4. Tindakan yang masuk kategori kejahatan internasional tidak dapat dianggap sebagai tindakan resmi pejabat negara dalam rangka melaksanakan fungsinya ataupun tindakan pihak yang berdaulat untuk tujuan memperoleh imunitas.

5.Sifat HAM yang fundamental sebagai jus cogens , peremptory norms, melindungi HAM diutamakan atas hukum kebiasaan internasional yang biasa (simple customary rules)seperti pemberian imunitas negara. 

6. Hanya tindakan negara yang masuk kategori jure imperi yang memperoleh imunitas. Pelanggaran HAM yang berat bukanlah jure imperii melainkan penyalahgunaan kedaulatan negara, pelanggaran peremptory norm /jus cogens,sehingga imunitas negara tidak dapat diberikan.

Konsekuensi Pelanggaran Jus cogens terhadap eksistensi imunitas negara. untuk menyatakan dampak pelanggaran jus cogens terhadap imunitas negara pengadilan pada kasus Al-Adsani, Jones dan Bouzari menyatakan bahwa antara imunitas negara dengann jus cogens adalah terpisah satu sama lain. Jus cogens adalah masalah substantif adapun imunitas negara adalah masalah procedural sehingga tidak ada hubungan satu sama lain dengan demikian pelanggaran terhadap jus cogens tidaklah memiliki pengaruh pada imunitas negara. Pendapat ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama, hukum internasional tidak pernah menarik batas atau memisahkan antara norma substantif dan prosedural. Semua norma hukum internasional berasal dari kesepakatan negara-negara atau penerimaan oleh masyarakat internasional secara keseluruhan, dan karenanya tidak ada kriteria yang pernah ditetapkan atau perwakilan yang diakui untuk memisahkan keduanya.Bahkan jika imunitas adalah prosedural pada level nasional, di bawah hukum internasional ini tetap adalah norma seperti yang lain dan dapat konflik dengan norma tertingi (peremptory norms) seperti pelanggaran HAM yang berat.

 Tidak ada keharusan prosedural khusus dalam penerapan jus cogens ke dalam hukum nasional karena larangan melakukan pelanggaran HAM yang berat seperti penyiksaan misalnya sudah melekat menjadi kewajiban negara forum yang harus dilaksanakan. Apabila negara forum tidak dapat melaksanakannya dalam arti melakukan penegakan hukum maka ia harus memberikannya pada negara forum lain yang mampu untuk melaksanakan atau menegakkannya. Kedua, jus cogens , berbeda dengan norma yang lain, tidak dibatasi pada masalah substansial, yang mendasar adalah untuk menerapkan konsekuensi hukum akibat pelanggaran norma tertinggi itu. 

Pasal 53 dan 71 Konvensi Wina 1969 tidak menetapkan persyaratan substantif tetapi mengatur konsekuensi hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap jus cogens.Hal yang sama dapat ditemukan dalam Pasal 41 ILC draft articles tentang tanggung jawab negara yang memberikan kewajiban untuk tidak mengakui tindakan-tindakan pelanggaran jus cogens. Ketiga, secara umum telah diterima bahwa karakter prosedural imunitas tidak dapat mencegah penegakan hukum untuk kejahatan-kejahatan internasional seperti pelanggaran HAM yang berat. Keempat, sudah diterima pula bahwa tindakan-tindakan pelanggaran HAM yang berat seperti penyiksaan (torture), penghilangan paksa (disappearance), juga kejahatan perang, baik karena statusnya sebagai jus cogens maupun sifat horrendousnya, tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan iure imperii atau tindakan pihak yang berdaulat (sovereign right), sehingga pembedaan antara masalah substantial dan prosedural tidaklah relevan. 

Akhirnya apa yang disebut sebagai pembedaan antara norma substansi dan prosedural haruslah ditolak karena akan berakibat pada pemberian impunitas. Meskipun doktrim imunitas tidak sama dengan impunitas, karena sebagaimana dikatakan pengadilan pengadilan kasus Al-Adsani, Jones dan Bouzari karena yang pertama adalah substansial dan yang kedua adalah prosedural tetapi realita yang terjadi membuktikan yang lain karena korban yang berhadapan dengan imunitas negara tidak memiliki pilihan lain untuk membela hak-hak mereka dan kenyataannya mereka tidak pernah mendapatkan remedi apapun.

 Demikian halnya sang perpetrator tidak pernah mendapatkan hukuman. (Bouzari (CA), supra note 21, at paras 86-88, jones (HL), supra note 2, at para. 24 (per Lord Bingham).) Mengakui tindakan pelanggaran HAM yang berat sebagai tindakan pihak yang berdaulat (sovereign right) sama saja dengan mengakui negara pelaku beserta pejabatnya legal security yang absolut, dan mengabaikan hak korban mendapatkan remedi. Dengan putusannya memberikan imunitas dapat disimpulkan bahwa Pengadilan sama saja dengan mendorong terjadinya impunitas, mengakui keabsahan tindakan pelanggaran HAM,suatu hal yang bertentangan dengan kewajiban dalam Pasal 41 ILC draft tentang tanggung Jawab negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun