Mohon tunggu...
Arif Jepang
Arif Jepang Mohon Tunggu... -

Aku hanyalah orang biasa... yang terbiasa untuk bisa... dan menjalani hidup apa adanya...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Politik, Licik, dan Barca....!!!!

24 April 2013   13:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:41 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertarungan politik di Indonesia akan segera dimulai. April tahun 2013, puluhan partai politik beramai-ramai menyerahkan rentetan daftar calon legislatif yang akan diusungnya pada Pileg tahun 2014 mendatang. Tentunya, partai politik itu harus menyodorkan nama-nama orang yang memiliki trak record luar biasa dalam membela rakyat. Ibarat klub sepak bola, sebelum mengikuti kompetisi, mereka akan menyeleksi pemain yang akan diboyongnya. Idealnya sih seperti itu. Tapi, fakta di lapangan berkata lain. Tak sedikit, partai politik itu menyodorkan nama calon legislatif yang justru memiliki trak record gak jelas. Atau bahkan trak recordnya buruk. Sejumlah partai politik sepertinya menutup mata, nekat menjagokan eks narapidana sebagai calegnya. Lebih ironis lagi, tersangka kasus dugaan korupsi pun bisa leluasa daftar caleg partai tertentu.

Bayangkan, mau jadi apa negara kita jika para wakil rakyatnya saja berasal dari orang-orang munafik dan nggak jelas tadi. Belum lagi kelakuan dari para calon legislatif yang awal daftarnya menyogok pemimpin partai dengan segebok uang. Calon wakil rakyat semacam dan sejenis ini sudah pasti bukanlah sosok pembela rakyat. Tapi tipikal orang yang memiliki kepentingan pribadi dengan gelar sebagai anggota dewan yang terhormat. Gelar yang terhormat itu jelas tak akan bisa merubah moral wakil rakyat sejenis ini. Moral penyogok dan pemberi suap, yang bisa menjalar menjadi moral pejabat yang korup. Menghalalkan segala cara, bermain mata dengan rekanannya dalam menggarong uang rakyat. Tender dan proyek bernilai miliaran rupiah dikuasai. Kualitas proyek dinomor sepuluhkan. Yang penting duit proyek sudah ditangan, beres.

Tinggal menghitung prosentase pembagian dengan para rekanannya. Wakil rakyat yang berada di garda depan penentu anggaran, biasa meminta persenan 5-10 persen. Bayangkan, jika nilai proyek yang digarong Rp 300 Miliar. Bisa-bisa Rp 15-30 Miliar uang rakyat dibagi-bagikan kepada cecunguk-cecunguk wakil rakyat dan lingkarannya. Disebut lingkaran, karena anggota legislatif biasanya tidak bekerja sendiri dalam menggarong APBD/N. Yang lebih memiriskan hati, ujar salah seorang pemain proyek, praktek semacam ini sudah wajar.

Ibarat orang berdagang, ada proses tawar menawar dalam pengajuan tender. Si pencari proyek mengajukan sejumlah nilai tertentu ketika pemberi proyek menawarkan nilai tender. "Lah itu kan salah satu bentuk dari proses tawar menawar' katanya. Salah satu contoh yang dijelaskan, tender pengadaan percetakan kartu suara misalnya. Dari total jumlah nilai pengadaan yang diajukan, biasanya biaya produksi hanya 40 persen saja. Sisanya, 60% merupakan biaya bagi-bagi, yang rinciannya 10% pemilik tender, 10 persen makelar tender (bisa wakil rakyat atau politisi), 5% biaya operasional, 5% lagi biaya pelicin, dan 30 % untung bersih pelaksana tender.

Wadalah, aksi penggarongan uang rakyat yang sepertinya 'dilegal'kan. Asalkan persyaratan administrasi terpenuhi, berapapun anggaran yang digarong gak masalah. Badan Pemeriksa Keuangan pun gak akan menciumnya. Bagaimana bisa mencium, wong di sekitar lokasi tender sudah disebar semprotan wangi-wangian. Istilahnya, semua kebagian rejeki. Sehingga tidak akan membuka aibnya sendiri. Maklum lah, secara nasional, ajang pemilu, pileg ataupun pemilukada diibaratkan sebagai sebuah pesta rakyat. Pantas jika istilah pesta rakyat itu bisa diplesetkan sebagai bancakan uang rekyat. Mulai dari tender berbagai peralatan kebutuhan pemilu, hingga bagi-bagi uang oleh para politisi yang memiliki kepentingan di pemilu tersebut.

Semoga saja praktek 'kadal' ini segera berakhir. Sehingga anggaran tender yang diajukan berbagai instansi itu benar-benar yang masuk akal. Bukannya mengakali rakyat dengan penggelembungan anggaran demi kepentingan orang-orang dan lingkaran setannya. Apa bisa ya? Saya yakin bisa. Terlebih di jaman sekarang yang semua pada terbuka. Teknologi informasi memiliki peranan penting dalam transparansi keuangan publik. Salah satu perusahaan negara yang bergerak di bidang telekomunikasi pun sekarang lagi getol-getolnya mewujudkan hal itu. Melalui program digital society, BUMN itu akan mewujudkan Indonesia yang bersih. "Inilah salah satu tugas yang dimandatkan Menteri BUMN, Dahlan Iskan kepada kami," ujar salah satu pegawainya.

Luar biasa bukan pemikiran menteri yang satu ini. Bukan lagi memikirkan bangsa ini 5 tahun atau 10 tahun ke depan, tapi sudah memikirkannya hingga ratusan tahun mendatang. Tentunya, bukan kita penikmatnya, tapi cucu-cucu anak kita. "Masa depan yang indah tak datang dengan sendirinya. Perlu mimpi, harapan dan perencanaan. Setelah itu, lakukan yang terbaik dengan sebaik-baiknya," itulah kata-kata mantan jurnalis tersebut.

Pemikiran besar menjadikan Indonesia sebagai negara besar yang terintegrasi dan transparan, tentunya tak lepas dari hiruk pikuk pertarungan politik yang ada. Suka atau tidak suka, sejarah bangsa ini terukir dengan sejarah politik. Untuk itu, pilihlah wakil politik Anda yang sekarang ini daftarnya sudah masuk di kantor KPU, mulai pusat hingga daerah. Jangan asal pilih, tapi jangan juga tak memilih. Jangan sampai masa depan bangsa ini jatuh ke tangan orang-orang yang salah. Tangan orang-orang picik yang haus kekuasaan dan harta.

Virus harapan yang tengah digencarkan pak menteri semoga saja cepat menyebar di kalangan anggota dewan. Supaya tak ada lagi permainan kotor dan licik. Sehingga timbul permainan cantik dan elegan. Tapi, semua tergantung dari moralitas personalnya. Barcelona yang biasa bermain  cantik saja harus tumbang 4-0 dari Bayern Munich.. hehehe

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun