Dari Kalbar Untuk Indonesia
Kalbar - Program-program pemerintah Republik Indonesia secara umum memiliki tujuan yang begitu mulia. Salah satu program yang diluncurkan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, yaitu "Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan atau SP3" misalnya. Program ini sudah berjalan jauh sebelum kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Program ini dikhusukan bagi para sarjana yang baru menyelsaikan studinya di perguruan tinggi dengan limit umur 26 tahun. Dengan tujuan untuk meminimalisir orientasi para sarjana mengejar PNS, mungkin. Setiap tahun, sebanyak 30 sarjana di tiap Provinsi dibutuhkan untuk melakukan pengabdian di seluruh penjuru tanah air. Mereka, peserta program yang notabene adalah para sarjana ini "dibuang" ke daerah lain yang mereka masih asing dengan wilayah tersebut.
Tujuannya adalah bagaimana mereka (sarjana) bisa membagikan/mengabdikan diri ke wilayah tempat mereka menetap selama program berlangsung. Beberapa teman alumni program SP3 menyebutkan bahwa ditempat tujuan (Desa penempatan) mereka dituntuk untuk bagaimana memberdayakan masyarakat setempat, khususnya dalam berusaha memanfaatkan potensi wilayah masing-masing.
Menurut informasi (media koran, website kemenpora, baliho Dispora) bahwa pada tahun ini (2014) dibutuhkan 1000 Sarjana Penggerak Pembangunan Perdesaan untuk diterbangkan ke seluruh penjuru Nusantara. Mereka, para peserta/sarjana di biayai mulai dari kebeeangkatan hingga uang saku. Saya sepakat sekali dengan tujuan akhir dari program ini, yaitu bagaimana masyarakat Desa bisa berdaya dan peserta (sarjana) bisa mandiri dan tidak terfokus pada pendaftaran PNS.
Menjadi sebuah pertanyaan bagi saya adalah mengapa tidak program ini diperuntukkan lokal saja. Kenapa Menteri Pemuda dan Olahraga, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri atau para Gubernur atau bahkan Para Bupati saja yang dituntut untuk melaksanakan program tersebut. Istilahnya program ini dari sarjana desa untuk pembangunan desa mereka sendiri.
Kita coba lihat beberapa hari terakhir, Universitas Tanjungpura Pontianak meluluskan sebanyak 1029 lulusan dari berbagai Desa, Kecamatan dan kabupaten di Kalimantan Barat. Kalau saja misalnya program SP3 diubah namanya menjadi SP3 Mandiri atau apalah, tetapi mereka para sarjana bukan diterbangkan keluar pulau (luar kalimantan barat) namun dipulangkan ke kampung/desa nya untuk mengabdi dan memberdayakan masyarakat desa nya sendiri.
Tentu ini saya fikir lebih mengena sasaran. Pertama sang Sarjana bisa mengabdi untuk tanah kelahirannya, kedua di desanya sendiri si Sarjana mendapat tempat/derajat yang lebih tinggi, sehingga orang tua masyarakat setempat dapat berfikir dan termotivasi untuk terus menyekolahkan anak-anaknya. Kedua untuk masyarakat/pemerintah desa setempat tentu juga mendapat manfaat yang luar biasa karena jalannya pemerintahan desa dibantu oleh para sarjana dan masyarakatnya bisa berdaya.
Apa yang saya sampaikan disini hanyalah sekedar opini dan saran, selebihnya tentang kebijakan dan program memang punya pemerintah dalam hal ini Kementerian pemuda dan Olahraga. Saya hanya berfikir bagaimana kita sama-sama untuk membangun mulai dari Desa dengan memanfaatkan Sumberdaya Manusia yang ada. Kalau mereka (sarjana) dikirim keluar daerah, tentu mereka harus memulai dari nol (0), adaptasi dan lain sebagainya. Tetapi memang pasti ada positif dan negatifnya, namun menurut hemat saya kalau kita bisa memaksimalkan ini tentu lebih banyak positifnya.
Jepriadi
Ketua DPC Purna Prakarya Muda Indonesia (PPMI) Kab. Sambas,
Formateur/Ketua Karang Taruna Tunas harapan bersama Desa Sungai Kumpai periode 2014-2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H