Seusai Dialog Film Nasional sesi pertama dilakukan, Maman Wijaya (Kepala Pusbangfilm Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan & Kebudayaan) sempat mengutarakan bahwa pemerintah memiliki program peningkatan kompetensi insan perfilman nasional.Â
Program ini dalam bentuk pelatihan, lokakarya, seminar, beasiswa pendidikan formal perfilman. Program Pelatihan diberikan dalam tiga level. Sementara yang tak sempat mengikuti pelatihan, telah diterbitkan 14 buku modul perfilman yang terdiri dari 9 modul produksi film dan 5 modul apresiasi.Â
Beasiswa pendidikan formal S1 dan S2 ditawarkan bagi insan perfilman seperti produser, pemain film dan kru film. Beasiswa S1 Perfilman yang tahun ini bekerjasama dengan Institut Kesenian Jakarta, telah berjalan dengan kuota sebanyak 30 orang. Proses seleksi didasarkan kompetensi apakah dapat menyelesaikan pendidikan sesuai waktu yang ditentukan.Â
Saat ini telah ada 72 pendidikan menengah bidang penyiaran (broadcasting) yang terdapat pelajaran film di beberapa daerah. Tahun ini pendidikan menengah perfilman yang dicanangkan Kemendikbud, akan ada dua yaitu jurusan film di SMK dan SMK Perfilman.Â
Program apresiasi diselenggarakan dalam bentuk festival dan memfasilitasi festival yang diadakan pemerintah daerah maupun komunitas daerah. Bagi pemenang festival film di luar negeri, Â pemerintah akan membantu akomodasi perjalanannya. Ada pula bantuan sub-title ke bahasa Inggris jika belum dialihbahasakan, penawaran beasiswa penuh pendidikan formal S1. Dicontohkan lima kru film "Prenjak" yang menjadi pemenang Festival Film Cannes, telah melanjutkan jenjang pendidikan S1.
Menurut data 2015 ada 184 kru film asing dan sementara di tahun 2016 tercatat 286 kru film asing yang masuk ke Indonesia. Mereka sangat tertarik dengan kearifan lokal, bukan semata-mata menginginkan tempat. Mengapa kita tak tertarik?Â
Kualitas dan kuantitas film nasional yang mengandung nilai kearifan lokal semakin meningkat di setiap tahunnya. Tren film nasional yang menang dalam festival film internasional juga turut meningkat. Ini mengindikasikan film nasional tak kalah jauh kualitas kontennya.Â
Fasilitasi Pembuatan Film sementara ini hanya disediakan bagi komunitas-komunitas yang ingin produksi film (non-komersial). Seleksi didasarkan pada kemampuan produksi (kesiapan peralatan & kru yang dimiliki) dan sisi konten (nilai kejujuran, kredibilitas, semangat gotong royong).
Film memiliki dua fungsi yaitu sebagai cerminan budaya dan menyebarluaskan (hegemoni) budaya ke orang lain. Bahkan ekstrimnya dapat sebagai alat propaganda. Â Kearifan lokal film bukan sekedar menangkal penetrasi budaya asing. Cara mempengaruhi orang itu, film itu harus ditonton. Maka harus diproduksi dalam jumlah banyak dan dengan konten menarik.Â
Dialog Film Nasional dilanjutkan  sesi kedua dengan bahasan "Siapkah Film Indonesia Bersaing dengan Asing?", yang menghadirkan narasumber Ody Mulya (Produser Film), Ichwan Persada (Produser Film), Bella Luna (Aktris Film), M.Kholid Fathoni (Kasubdit Perizinan & Pengendalian Pusbangfilm Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan & Kebudayaan), dengan moderator Syamsudin Noer (Dosen Sejarah Film Institut Kesenian Jakarta).
Â