Masih banyak pengendara tak tertib berlalu lintas. Salah satu contohnya adalah di perlintasan sebidang rel kereta api. Ada suara bel & palang pintu kereta api, sebagai pengingat agar masyarakat tak sembarangan menerobos. Tapi ada berbagai macam alasan masyarakat untuk tak selalu mengindahkannya.
Ah, keretanya masih jauh!Â
Ah, keretanya masih lama!
Ah, keretanya lagi puter balik! [emangnya lagi ada razia?]
Itulah penyegaran awal dari komika tunggal, yang membuka kegiatan diskusi terbatas "Permasalahan & Upaya Meminimalkan Risiko Kecelakaan di Perlintasan Sebidang" pada 22 Agustus 2017 lalu di Hotel Borobudur Jakarta Pusat. Diskusi yang digelar oleh Kementerian Perhubungan dan Bisnis Indonesia ini, menghadirkan Menhub Budi Karya Sumadi sebagai keynote speaker dengan beberapa narasumber yang berkompeten di bidangnya.
Edi mencontohkan pihak Pemerintah Propinsi DKI Jakarta masih berkeberatan menutup perlintasan sebidang di wilayahnya. Ada beberapa kendala, dimana akan sangat berdampak pada kemacetan. Tak ditutup saja sudah macet, apalagi sampai ditutup.
Alvin Lie (Anggota Ombudsman RI) melihat keberadaan perlintasan sebidang melibatkan begitu banyak pemangku kepentingan seperti PT KAI (Persero), Pemerintah Daerah, hingga Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan. Diperlukan sebuah tim terpadu antar pemangku kepentingan, agar komunikasi berjalan dengan baik dalam mengelola perlintasan sebidang. Hal ini terkait koordinasi dalam pembagian kewenangan tanggung jawab dalam penyediaan, perawatan, serta penertiban perlintasan sebidang.
Penyelenggaraan bidang perkeretaapian haruslah memiliki institusi lengkap, mulai dari operator hingga regulator. Diibaratkan harus ada kiper, ada bek, dan ada penyerang. Maka diperlukan pembentukan badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian, sebagai wujud amanat dari PP No.56 / Tahun 2009.
Sementara bagi Pemerintah Daerah, dapat segera melakukan kajian serta pendataan perlintasan sebidang seperti penggolongan jalur utama dan jalur alternatif. Fasilitas keselamatan seperti penjaga perlintasan dan palang pintu, merupakan kelengkapan yang ada dalam jalur utama. Sementara prosedur penutupan harus dilakukan pada jalur alternatif.
Tulus Abadi (Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) mengatakan bahwa Kementerian Perhubungan telah memiliki solusi dalam mengatasi keamanan & keselamatan perlintasan sebidang, seperti rekayasa teknis, rekayasa hukum, rekayasa sosial budaya dan rekayasa politik. Namun tak ada solusi tata ruang.