Mohon tunggu...
JepretPotret
JepretPotret Mohon Tunggu... Freelancer - ........ ........

........

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Serumpun Padi", Sang Penjaga Kestabilan

14 Februari 2017   19:14 Diperbarui: 14 Februari 2017   19:21 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok, Chirpstory.com

Dalam "Festival Pasar Rakyat - MeRayakan Harmoni Kehidupan" yang diselenggarakan oleh Yayasan Danamon Peduli bersama Grup Kompas-Gramedia pada 21/12/2016 lalu di Bentara Budaya Jakarta, diawali dengan penampilan teater musikal budaya oleh Garin Nugroho, Endah Laras And Friends. Ada hal menarik yang dikemukakan oleh sutradara film kondang tersebut, yaitu salah satunya mengenai mulai hilangnya kearifan lokal dalam pengelolaan daya tahan pangan bangsa.

Dikisahkan seorang anak muda yang disekolahkan oleh sang ayah untuk berkuliah di perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Ketika sang anak telah menyelesaikan pendidikannya, dengan ketekunannya mampu menjadi importir buah dan sayur mayur yang sangat sukses.

Suatu ketika sang anak mengunjungi perkebunan apel sang ayah di kota Malang. Namun karena tak didapati sang ayah, maka naiklah sang anak ke atas gunung untuk mencarinya. "Ayah, kenapa harus naik terus ke atas gunung", tanya sang anak. Jawab sang ayah ,"Tak ada lagi cuaca yang tepat bagi apelku. Saya hanya dapat memetik apel berukuran kecil. Sekarang kamu mengimpor apel ke kota ini. Lalu apa yang terjadi?.  Saya menyekolahkan kamu, tapi kamu malah mematikan banyak petani apel. Buah apel impor tersebut lebih murah dari buah para petani. Dari setiap keluarga petani ada anak-anak, ada nyanyian, ada cita-cita & harapan. Dan ternyata kamu membawa keberhasilan hanya untuk dirimu".

Kemudian sang anak menyadari bahwa ilmu yang didapat hanyalah ilmu memetik , bukanlah ilmu menanam. Ilmu yang hanya menghidupi sebagian orang, tetapi ilmu yang mematikan begitu banyak orang. Ilmu canggih yang sangat cepat menghasilkan, namun tak dapat merawat dengan baik. Sudah seharusnya di negeri ini muncul para profesional yang tumbuh sesuai profesinya. Mengerti bagaimana mencari tanah yang baik untuk menanam apel, bukan menjadi perantara perdagangan apel. Tumbuhlah kaum profesional pecinta apel yang mampu menanam, menyediakan & mengekspor apel ke seluruh penjuru dunia.

Telepon umum di Eropa & Amerika masih aktif digunakan tanpa terpengaruh kehadiran ponsel dan hingar bingar socmed.  Jika kita memakai telepon umum di Indonesia maka akan ditanya, "Nyala gak ya?,  Nyambung gak ya?  Ich jadul lu!".

Lihatlah juga toko buku di seluruh dunia yang masih tetap eksis.  Jika kita membuka media sosial (socmed) maka akan kita akan membaca satu alinea saja. Di Eropa dan Amerika akan membaca satu alinea keseluruhannya melalui buku bacaan di perpustakaan maupun perjalanan pengetahuan. Pasar yang dihidupi oleh produk lokal adalah kisah negeri yang berumur panjang. Kematian banyak pasar rakyat tidak diikuti kecepatan kita dalam merawat bangsa.

Janganlah kita bermimpi akan dapat seperti Korea & Eropa, kita dalam jangka pendek akan selalu berada dalam situasi krisis. Sejak dahulu Kaisar Jepang secara turun temurun telah memberikan perlindungan (proteksi) bagi padi serta berbagai produk pertaniannya. Mereka menyadari bahwa kualitas nasi sebagai bahan pangan sangat berpengaruh untuk pembuatan berbagai makanan seperti sushi. Dibalik semua itu terdapat pula industri kreatif yang telah membuat kemasan (packaging) terbaik bagi kue dan roti Jepang.

Padi merupakan tanaman penghasil bahan pokok makanan utama rakyat. Lalu akan pula menjadi penjaga kestabilan politik, ekonomi, budaya, ketahanan pangan suatu bangsa. Perlindungan sebuah padi akan menjadi perlindungan wajah sebuah bangsa ke depannya. Yuk mari kita renungkan kembali sambil bersenandung dengan nyanyian dibawah ini. 


 

"Serumpun Padi" 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun