Mohon tunggu...
Jeny Widya Pangestika
Jeny Widya Pangestika Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Teknik Industri Universitas Mercubuana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Keluarga Saya Hampir Kena Tipu Hari Ini

17 Januari 2012   07:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:47 1315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1326787556499577013

[caption id="attachment_164324" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Hari ini jam 9, 17 Januari 2012

Diawali dengan sambungan telepon dari seseorang yang membawa kepanikan luar biasa bagi keluarga saya. Dering telepon yang menyala , tak mengusik saya untuk segera beranjak mengangkatnya.

Selang beberapa lama, datanglah nenek saya meredakan dering telpon. Percakapan berlangsung sengit karena si penelepon yang ada diseberang sana menyatakan kalau adik saya sekarang sedang kritis keadaannya dikarenakan terjatuh di tangga sekolah (ganjil, karena sekolah adik saya tidak berlantai dua/lebih). Nenek saya yang memang dasarnya tidak mudah percaya dan lebih kepada negative thinking. Langsung mengumpat orang yang ada disana, mungkin risih dan terkejut karena harus secepatnya mengirim uang 15juta untuk pertolongan darurat. Lagi-lagi saya masih belum menyadari keganjilan itu karena terlalu sibuk dengan tugas kuliah.

Dering telepon kedua disambut penuh ambisi oleh ibu saya. Jelas saja, semua panik saat tahu adik saya kritis dan belum sadarkan diri. Saya pun dibuat panik setelah tahu telepon petaka itu. Buru-buru mengambil telepon genggam dan menuliskan nomer telepon serta informasi terkait dimana adik saya dirawat. Agak ganjil karena ternyata ada 2 orang yang menelepon di sambungan telepon tersebut. Seorang perempuan bernama Ibu Dewi dan Dokter yang bernama Bapak Widodo. Mengapa seorang dokter juga turut memberikan informasi, bukankah seharusnya sedang sibuk menangani pasien yang benar-benar gawat darurat kondisinya. Ah, sudahlah yang penting sekarang mencatat segala yang penting dari keterangan dua orang tersebut. Kemudian yang mengherankan, dokter aneh tersebut menginstruksikan ibu saya untuk menghubungi farmasi (saya juga bingung ini sebuah definisi, bukan nama tempat, aneh) untuk segera mengirimkan obat X2B dan NC (aneh, tak ada satupun obat bermerk seperti ini) janggal mengapa pihak pasien yang repot sekali sampai-sampai harus turut serta dalam pengadaan obat, apalagi ini kondisi yang sangat rentan. Lagi-lagi hal ini diacuhkan. Kemudian setelah di beri nomer untuk menghubungi “farmasi” tersebut, lagi-lagi keanehan terjadi, pihak “farmasi” sudah mendapat konfirmasi dari dokter Widodo terkait dengan pengiriman obat tersebut ke Rumah sakit A (disamarkan). Namun, dia meminta pertanggungjawaban, saya bingung pertanggungjawaban apa. Saya berikan telepon kepada ibu, dan kaget setelah ibu memohon-mohon untuk segera mengirimkan obat tersebut, karena pihak “farmasi” tidak mau mengirimkan obat tersebut sebelum pihak keluarga saya mengirimkan uang sebesar Rp.15.000.000,. segera Ibu saya terus meyakinkan bahwa dia akan menyanggupi pembayaran tersebut. Tapi pihak “farmasi” tetap tidak mau sebelum ibu saya mengirimkan uang tersebut. Apalgi kebetulan ibu saya maupun ayah saya tidak mempunyai rekening bank. Makin sulitlah semua ini.

Telepon kembali ditutup dan ibu saya kembali menghubungi dokter Widodo tersebut. Dokter tersebut rupanya pura-pura tidak tahu kalau harus segera mengrimkan nominal uang tersebut dan berpura-pura simpatik, namun tetap saja dia tetap meyakinkan ibu saya untuk segera mengirimkan uang tersebut secara online. Kurang jelas, ini  benar-abstrak. Intinya semua panik, Dan bersegera ke rumah sakit. Kesalahan kami yang fatal ialah tidak mengecek langsung ke sekolah adik saya belajar. Semua serba terburu-buru dan tidak cermat. Panik melingkupi. Sementara nenek saya tetep keukeuh dengan pernyataannya bahwa semua ini hanya tipuan, hal ini malah membuat saya dan ibu sangat terpancing emosinya. Mengingat keadaan adik saya yang mungkin sedang melawan maut.

Setelah menjemput ayah. Kami bertiga bersama-sama pergi, dengan kepanikan dan perasaan tak tentu arah. Kami sempat miss komunikasi. Istilahnya nyasar. Waktu kembali banyak terbuang dan telepon genggam yang saya bawa benar-benar diambang batas daya hidupnya. Huh, semakin jadilah saya sasaran kemarahan orang tua. Setelah dilingkupi hal yang benar-benar diluar dugaan. Ditengah perjalanan, saudara kami yang kebetulan saya minta untuk cek ke sekolah tempat adik saya belajar, menelepon. Dan berkata bahwa adik saya sedang belajar di sekolah, dan menyatakan kalau kami semua ditipu. Entah yang mana terlebih dahulu saya rasakan apakah lega atau geram. Tidak menyangka. Keluarga saya telah DITIPU. Telak.

Diperjalanan pulang kami semua sudah lega, namun masih tersisa penasaran yang amat sangat. Mengingat percakapan dengan saudara saya tadi berjalan begitu cepat dan putus ditengah jalan karena telepon genggam kehilangan daya energinya. Singkat cerita setelah sampai di sekolah. Pak guru yang mengajar menyambut sambil tersenyum-senyum menyambut kedatangan ibu saya yang dikala itu menangis karena lelah dengan situasi yang baru saja terjadi. Pihak sekolah juga sangat sibuk ternyata menanggapi kejadian ini. Semua tertipu tepatnya. Alhasil adik saya pulang sekolah dengan penjagaan super ketat . Haha.

Kejadian tadi benar –benar menguras kepanikan, tenaga, waktu dan tentunya rasa tidak enak, karena merepotkan banyak pihak yang sudah turut membantu. Sangat terkejut dan tak habis pikir. Ternyata keluarga saya sudah kena tipu. Darimana penipu tersebut tau nama adik saya dan sekolah tempat adik saya. Apakah bisa orang terdekat pelakunya. Atau ada oknum ekstra canggih yang bisa mengorek informasi tersebut. Saya kira penipuan ini sudah reda. Tapi ternyata masih ada dan sepertinya kembali eksis. Yang perlu diperhatikan dan diambil hikmahnya jagan sampai kita terbawa panik dan emosi, pelan-pelan terjemahkan berbagai informasi yang diberikan telepon gelap tersebut apakah masuk akal dan relevan atau tidak, serta kalau bisa cepat hubungi berbagai pihak yang mungkin saja disebutkan pihak telepon gelap tersebut dan pastikan kebenarannya. Dan teliti dalam menindak lanjuti. Pengalaman akan sangat berarti.

Catatan :

*Sang penipu menghubungi nomer telepon rumah bukan nomer telepon genggam

*Untuk menghindari penipuan lebih lanjut saya cantumkan no. telepon genggam sang penipu

- 083879049195 (mengaku bernama bu Dewi dan Dokter Widodo)

-02144470103(mengaku petugas apotek/"farmasi")

Pencantuman nomer ini tidak bermaksud apa-apa selain untuk informasi untuk kompasianer apabila ada kejadian yang nantinya serupa atau sama (semoga saja tidak).

Terima Kasih :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun