Ada bukti bahwa ada transportasi rel di Jawa Timur, terutama Kota Probolinggo. Namun, karena ada banyak perusahaan transportasi yang beroperasi, tidak dapat disangkal bahwa jalur trem PbSM adalah yang terpendek dibandingkan dengan jalur yang serupa di wilayah Jawa Timur. Ini karena jalur trem hanya berfungsi di wilayah karesidenan dan tidak meluas ke wilayah baru. Jalur trem dibangun di lajur sebidang dan mengikuti jalan raya yang sudah ada (Reitsma, 1928: 120-124; Suryo, 1989: 130). Tetapi di wilayah Probolinggo, ada kereta api dan trem yang saling berhubungan. Realitas saat ini keduanya menarik karena berdampak pada banyak hal yang berubah dengan cepat. Karena itu, modernisasi transportasi akan sangat cepat mengubah ekonomi dan pertumbuhan wilayah, yang pada gilirannya menyebabkan perubahan sosial. Karena kemudahan transportasi perkeretaapian, banyak bisnis baru dapat dengan mudah masuk ke kawasan ini. Oleh karena itu, perubahan fisik wilayah terkait erat dengan pergeseran tempat pemberhentian transportasi, seperti stasiun, menjadi pusat perkembangan.
Berbagai infrastruktur tumbuh di Probolinggo dipengaruhi oleh jaringan transportasi, menurut peta Kota Probolinggo tahun 1946. Selain itu, jaringan transportasi yang terintegrasi memperluas wilayah pemukiman dan jangkauan penduduk. Karena jangkauan masyarakat yang semakin luas dan kemudahan mobilitas, orang-orang baru mulai tinggal di Probolinggo. Selalu ada banyak orang yang tinggal di sekitar stasiun, halte, dan stopplaats, baik untuk sementara maupun permanen. Penyewa baru datang dengan berbagai alasan, tetapi yang paling penting adalah bahwa mereka ingin mencoba jalur pekerjaan yang ada di Probolinggo.
Ketika melihat perkembangan, peran perkeretaapian sebagai sarana transportasi publik menjadi semakin menarik untuk dipelajari. Hal ini disebabkan oleh keinginan masyarakat untuk menggunakannya sebagai sarana transportasi utama. Bagi pengusaha, peningkatan mobilitas telah menunjukkan peningkatan kelancaran distribusi dan waktu yang diperlukan untuk memindahkan barang dan penumpang dari daerah yang kurang menguntungkan ke daerah yang lebih menguntungkan. Perusahaan perkebunan yang bekerja sama dengan kereta api SS dan trem PbSM sangat menguntungkan dari menggunakan transportasi perkeretaapian dalam hal ini.
Sebaliknya, penggunaan perkeretaapian sebagai metode transportasi alternatif juga menjadi faktor yang memengaruhi kehidupan masyarakat Probolinggo. Dengan peningkatan mobilitas penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan respons mereka terhadap perubahan yang terjadi, terjadi perubahan. Fakta bahwa trem menjadi lebih populer di kalangan penduduk seiring dengan pertumbuhannya mungkin menjadi salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kesadaran masyarakat akan waktu dan biaya yang terjangkau, yang membuat jumlah penumpang terus meningkat. Selain itu, ini mendorong berdirinya usaha kecil sebagai salah satu cara ekonomi alternatif bagi masyarakat Probolinggo.
Jenis transportasi ini sangat memudahkan masyarakat untuk melakukan aktivitas dan mobilitas sosial, yang mendorong kebiasaan bepergian. Selain itu, kereta api dan trem memudahkan dan mempercepat perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya dan membantu dalam distribusi berbagai macam barang, baik milik pribadi maupun perusahaan. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa jaringan transportasi darat yang dibuat oleh kombinasi kereta api dan trem telah diperluas sehingga dapat mencapai seluruh Pulau Jawa. Di daerah-daerah yang dilalui jalur rel terutama terdapat stasiun, halte, dan stopplaats, yang kemudian menjadi pusat keramaian. Karena lokasi pemberhentian dibangun, bahkan desa-desa yang dulunya terisolasi menjadi padat. Munculnya toko di lokasi juga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.
Namun demikian, transportasi ternyata mengubah masyarakat sekitarnya secara sosial dan ekonomi. Menyesuaikan diri dengan budaya orang Eropa di kota adalah perubahan yang umum. Integrasi transportasi kemudian benar-benar membawa pengaruh terhadap sikap dan perilaku masyarakat yang mengarah pada proses penyesuaian diri dalam situasi antara kehidupan tradisional serta kolonial. Hal ini merujuk pada meluasnya transportasi dan proses monetisasi yang terus mendorong masyarakat untuk lebih mengenal dengan dunia luar membawa pandangan masyarakat yang semakin lebih luas berpengaruh terhadap pola kehidupan mereka (Setiawan, 2021: 183-184).
Mobilitas sosial yang tinggi juga menunjukkan bahwa penduduk Probolinggo sudah sangat beragam dan menunjukkan bahwa kota tersebut berkembang menjadi metropolis dengan tingkat heterogenitas yang tinggi. Menariknya, di tempat-tempat umum, adanya hubungan etnis ini hampir tidak menjadi masalah, bahkan dalam pengertian terbatas. Proses monetisasi masuk ke dalam kehidupan masyarakat pribumi melalui interaksi yang terbentuk dari semua itu. Tampaknya penduduk Kota Probolinggo sedang belajar untuk hidup di dunia modern saat mereka mulai terintegrasi dengan sistem ekonomi yang lebih luas. Namun, perlu diingat bahwa masuknya sistem uang ke dalam kehidupan masyarakat menyebabkan segala sesuatu dihargai dengan uang, yang menyebabkan perubahan pola pikir.
Sumber Referensi:
Setiawan, N. 2022. Probolinggo Stoomtram Maatschppij: Modernisasi Transportasi Publik di Kota Probolinggo Tahun 1894-1930. Jurnal Hasil PenelitianIlmu Sosial dan Humaniora. 8 (2): 271-287.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H