Mohon tunggu...
jenny sista siregar
jenny sista siregar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Dosen sejarah, Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Seni

Mencanting di Kampung Jatinegara Kaum, Jakarta Timur

2 Oktober 2024   13:29 Diperbarui: 2 Oktober 2024   13:40 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siapa yang pernah ke Mester? Siapa yang pernah ke Pasar Jatinegara? Siapa yang pernah ke Stasiun Jatinegara? Tentunya memori tentang Mester, Jatinegara atau Stasiun Jatinegara memiliki memori yang berbeda pada masing-masing orang....Mester atau Jatinegara menjadi bagian warisan terbangunnya fondasi Ibukota DKI Jakarta. Dimana Jakarta meluas ke wilayah mester dan memperluas wilayah propinsi DKI Jakarta. Secara administratif,  Jatinegara Kaum sendiri merupakan kelurahan yang berada dalam lingkungan Kecamatan Pulo Gadung.

Dalam kisahnya, Jatinegara Kaum menjadi tempat pengasingan yang ditumbuhi pohon-pohon jati. Di tempat inilah Pangeran Jayakarta membuka hutan bersama pengikut-pengikutnya untuk dijadikan sebagai tempat pemerintahan dalam pengasingannya. Selanjutnya nama Jati Negara diartikan sebagai "negara yang sejati" atau "pemerintahan yang sejati". Bila kita menyusuri Jatinegara kaum maka segera ketemu bangunan  Masjid Assalafiyah yang didalamnya terdapat makam Pangeran Jayakarta dan Masjid Jami Al-Ma'mur yang berseberangan dengan pasar Klender. 

Inspirasi Pohon Jati, Kaca Patri, Mesjid, Stasiun Jatinegara menjadi bagian motif yang dibuat oleh remaja di SMP Negeri Garuda. Sejak tahun 2022,  Team Dosen dari Universitas Negeri Jakarta bersama mahasiswa dengan jumlah 6 orang terus secara aktif memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi remaja kelas 7 dan 8 untuk mencanting dengan memberi inspirasi berdasarkan sejarah dan nilai keluarga budaya untuk mensosialisasikan motif khas Jatinegara Kaum seperti Pohon Jati, Kaca Patri, Mesjid, Stasiun, Kereta Api sebagai goresan  saat melukis di atas kain dan dicanting menjadi sehelas Batik. Hasilnya dijadikan motif Khas Jatinegara kaum menjadi tas Batik yang sesuai dengan usia remaja. 

Antusiasme remaja dalam menorehkan hasil tangan menjadi karya yang tidak hanya menyelami sejarah wilayahnya sendiri, mencintai Batik dan menumbuhkan sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Hasil karya ini bisa dikembangkan untuk menumbuhkan kreativitas dan semangat berwirausaha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun