untuk: Indonesia-ku
ibuk, aku bertamu pada dahan, yang di tiap jengkalnya penuh dengan duri, gemersik angin dan daun-daun tempat kupu-kupu berziarah.
tapi ibuk, akan ku ceritakan kepadamu tentang embun yang mengkristal di tiap sudut wajahnya, hingga senja mengganti jubah, ia meremang, memaksaku merenangi hawanya yang menggigil, meski tiap sore ku pandangi mentari tenggelam dalam kelopaknya
terkadang, ia lahir menjadi kuncup yang ranum, namun, aku tak pernah mampu mencium aromanya, ia hanya berpendar sewarna pagi, mengundang semut-semut merangkak pada tubuhnya saat rembulan menyemangka
ketika angin menggelar kelopaknya, rumput-rumput bernyanyi, gerimis menari,
meski kau tahu? tubuhnya hangus kerna getah luka,
ah, ibuk, mungkin aku sedikit memuja, tapi wajahnya selalu menggenang hingga muara, terlukis di tiap sudut mataku, mawar sewarna hujan, tempatku mencatat waktu.
Surabaya, 07. 10. 2013
< > u-r-h
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H