Penyebaran Covid-19 di Indonesia meningkat secara signifikan di tahun 2021 yang membawa imbas negatif bagi masyarakat, seperti tingkat aktivitas fisik yang rendah karena adanya peraturan pembatasan ruang gerak, sehingga menjadi pemantik awal kemunculan perilaku sedentari (Adhyputri dkk, 2021). Perilaku sedentari merupakan perilaku yang melibatkan duduk berkepanjangan, sehingga tingkat pengeluaran energi atau kalori sangat rendah, dimana hal ini menjadi salah satu pemicu yang dapat mendatangkan persoalan bagi kesehatan tubuh (Owen, dalam Cipta, 2020).Â
Dilansir dari jurnal Zulhamidah dkk. (2019), perilaku sedentari mahasiswa tahun pertama berada pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa tahun kedua. Perbandingan ini ditemukan karena sebagian besar waktu harian yang digunakan untuk belajar dalam posisi duduk mahasiswa tahun pertama lebih tinggi dibandingkan mahasiswa tahun kedua. Tak hanya itu, pengaruh posisi duduk yang terlalu lama ini, atau disebut sebagai perilaku sedentari, berdampak pada berkurangnya waktu tidur, yang berkorelasi secara positif pada tingginya tingkat stress mahasiswa.Â
Peningkatan perilaku sedentari juga diungkapkan dalam hasil penelitian Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala oleh Ramadhan dkk. (2022), yang menyatakan bahwa 94,8% mahasiswa berada pada kategori tinggi dalam perilaku sedentari. Hal ini diikuti pernyataan bahwa tidak terdapat satu pun mahasiswa partisipan yang berada di kategori rendah. Sejalan dengan penelitian sebelumnya, hasil penelitian di Universitas Islam Bandung oleh Adhyputri dkk. (2021), menunjukkan adanya peningkatan perilaku sedentari pada hari kerja, dari 80% menjadi 94,2% mahasiswa yang berada pada kategori tinggi di masa setelah pandemi. Kategori tinggi ini mengindikasikan bahwa mahasiswa menghabiskan waktu lebih dari 6 jam pada tiap hari kerja. Â Hasil ini diikuti hanya dengan 0,8% mahasiswa yang berada di kategori rendah dalam perilaku sedentari.
Peningkatan tren gaya hidup sedentari ini telah nyata adanya, sehingga memicu banyak studi untuk menilik lebih dalam korelasi dan dampaknya pada kesehatan. Â Salah satunya adalah Zulhamidah (2009), yang menggagaskan bahwa perilaku sedentari terkait dengan obesitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa dengan waktu sedentari rendah memiliki indeks massa tubuh normal (38,5%), sedangkan mahasiswa dengan waktu sedentari tinggi memiliki indeks massa tubuh yang tergolong obesitas (41,7%). Â
Tren yang terlihat ‘tidak berbahaya’ ini secara acap ditanggapi oleh World Health Organization (WHO) yang membangkitan self-awareness masyarakat untuk melakukan aktivitas fisik agar  dapat meningkatkan pengeluaran energi. Ketika masyarakat secara persisten memiliki tingkat aktivitas fisik rendah, sekaligus tingkat perilaku sedentari tinggi, maka tubuh akan menjadi cepat lelah, dan tercipta peningkatan risiko morbiditas, yaitu memburuknya berbagai penyakit kronis seperti, hipertensi, obesitas, jantung, dsb (Mainous, dalam Castro, 2020). Rendahnya aktivitas fisik sebagai efek samping dari pandemi Covid-19 ternyata menyimpan banyak resiko dan konsekuensi terhadap kesehatan fisik dan psikis masyarakat, terkhususnya mahasiswa.Â
Menyoroti isu di atas, lantas bagaimana strategi untuk mengurangi gaya hidup sedentari bagi mahasiswa?Â
Strategi Untuk Mengurangi Gaya hidup Sedentari
Dilansir dari jurnal-jurnal oleh Commisaris dkk. (2016), Epstein dkk. (2006), Feiler (2019), dan Spanier dkk. (2006), kami merangkum enam cara mudah yang dapat dilakukan selama mengerjakan suatu pekerjaan untuk mengurangi gaya hidup sedentari.
- Menggunakan sit-stand workstation
Sit-stand workstation adalah meja yang dapat diatur ketinggiannya agar saat mengerjakan sesuatu, tidak terus menerus dalam posisi duduk dan dipaksa untuk berdiri. Gambar 1
- Melakukan brain breaks
Untuk Anda yang tidak memiliki sit-stand workstation, Anda dapat berinisiatif melakukan brain breaks selama 2-5 menit setiap 20 menit sekali duduk. Brain breaks adalah hal apa saja yang dilakukan untuk bergerak demi mengurangi gaya hidup sedentari. Jadi selama 2-5 menit tersebut, Anda dapat melakukan peregangan ringan maupun berjalan-jalan di sekitar meja kerja.
Intervensi perilaku personal
Anda dapat membuat catatan atau jurnal terkait seberapa banyak Anda sudah melakukan aktivitas fisik pada satu hari (dari ringan hingga berat) sebagai pemantauan diri sendiri untuk mengurangi gaya hidup sedentari. Pencatatan aktivitas fisik dapat menggunakan alat seperti pedometer (untuk menghitung langkah kaki ataupun kalori yang terbakar)( Gambar 2) agar lebih jelas mengukur perkembangan jumlah aktivitas fisik. Anda juga dapat mengunjungi tempat olahraga sendiri ataupun mengajak teman agar lebih termotivasi untuk terus melakukan aktivitas fisik yang lebih berat dibandingkan biasanya.
- Inisiatif menggunakan tangga di kampus
Anda dapat melatih diri sendiri untuk menggunakan tangga untuk ke lantai atas alih-alih menggunakan eskalator atau lift. Perhatikan juga point-of-decision prompts atau tanda-tanda motivasi yang ditempatkan di dekat tangga (Gambar 3) dan di dasar eskalator atau lift untuk membantu memotivasi diri. Sekedar mengetahui keberadaan point-of-decision prompts saja tidak cukup untuk mengurangi gaya hidup sedentari. Anda diharapkan menjadi individu yang mulai melakukan apa yang sudah ditulis di  point-of-decision prompts, sehingga dapat memotivasi orang lain untuk mengikuti.
- Menghindari barang-barang yang mendukung gaya hidup sedentari
Anda dapat mengalihkan kebosanan atau mengisi waktu luang setelah bekerja untuk refreshing dengan aktif mencari tempat-tempat menarik untuk dikunjungi alih-alih bermain gawai di rumah. Hal ini dilakukan agar Anda melakukan aktivitas fisik, meskipun dalam kategori ringan.
- Menanamkan pemahaman aktivitas fisik untuk mengurangi gaya hidup sedentari alih-alih menjadi pribadi lebih sehat
Menanamkan pemahaman bahwa aktivitas fisik dilakukan guna mengurangi gaya hidup  sedentari terbukti oleh Spanier (2006) lebih efektif dibandingkan memahami aktivitas fisik dilakukan untuk menjadi pribadi yang lebih sehat. Oleh karena itu, sangat penting bagi Anda untuk mengerti dengan sungguh akan gaya hidup sedentari yang telah dilakukan sehari-hari dan apa aktivitas fisik yang perlu dilakukan untuk  diri Anda sendiri.
Situasi pandemi tempo lalu bagaikan pemantik timbulnya tren gaya hidup sedentari dan menyuntik generasi muda, khususnya mahasiswa untuk memiliki pandangan hidup praktis, efektif, dan efisien dengan gaya hidup ini. Kendati demikian, gaya hidup sedentari ini berimbas pada berbagai aspek lainnya, seperti gangguan kesehatan fisik berupa resiko obesitas dan psikis berupa resiko depresi. Maka, aneka upaya promotif dan preventif di atas sekiranya dapat menjadi panduan, sehingga teman mahasiswa dapat terhindar dari dampak negatif gaya hidup sedentari.