Pajak merupakan penyumbang penerimaan terbesar terhadap penerimaan negara. Pajak lah yang mendanai pembangunan dan segala pembiayaan yang dikelola oleh Negara. Secara umm Pajak adalah iuran yang dipaksakan oleh pemerintah kepada masyarakat yang beridentitas sebagai Wajib Pajak dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai penanda nya. Oleh karena itu berbagai upaya dilakukan pemerintah agar Wajib Pajak (taxpayer) taat dan patuh serta tepat waktu dalam menunaikan kewajibannya agar penerimaan negara dari segi pajak tetap optimal.
Segala perhitungan dan pelaporan pajak terhutang dilakukan secara mandiri oleh Wajib Pajak, dimana pemerintah memberikan wewenang kepada Wajib Pajak dalam menghitung dan menentukan sertat melaporakan sendiri pajak terhutang. Hal ini sesuai dengan sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia yaitu Self Assesment. Hal ini lah yang menjadi salah satu penyebab akhirnya terjadi proses Pemerikaan oleh KPP (Kantor Pelayanan Pajak) terhadap Wajib Pajak. Yaitu membuktikan bahwa perhitungan yang dilakukan oleh Wajib Pajak sudah benar atau masih tidak sesuai dengan peraturah perpajakan yang berlaku.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 angka 25 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, disebutkan bahwa Pemeriksaan adalah Serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundan-undangan perpajakan. Mengacu pada definisi tersebut, maka tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak itu sendiri dan untuk tujuan lain. Kepatuhan mengacu kepada ruang lingkup untuk satu jenis pajak atau beberapa jenis pajak dan untuk seluruh jenis pajak, hal ini merujuk kepada SE Dirjen Pajak No. SE-15/PJ/2018. Sedangkan lingkup dari tujuan lain diatas adalah meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan, merujuk kepada PMK 184/2015 dan SE Dirjen Pajak No. SE-15/PJ/2018.
Pemeriksaan adalah penting untuk dibahas apalagi terkait dengan kepatuhan Wajib Pajak. Walaupun terkadang penulis pernah berpikir, alangkah baiknya sistem pemungutan secara Official Assesment saja sehingga Wajib Pajak tidak perlu repot-repot dalam menghadapi proses pemeriksaan yang kadang-kadang membutuhkan waktu dan tenaga dalam memenuhi permintaan data dan sebagainya oleh Pemeriksa. Seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang ditetapkan secara Official Assesment, sehingga masyarakat tinggal membayar hutang pajak yang menjadi kewajiban tanpa kuwatir ada kesalahan yang berbuntut Pemeriksaan. Namun tentu pemerintah memiliki alasan dalam menetapkan sistem pemungutan pajak di Indonesia, tinggal mengikuti sesuai alur peraturan yang telah ditetapkan.
Sistem pemungutan pajak secara Self Assesment inin sangat berpengaruh terhadap Pemeriksaan. Hal ini dikarenakan interprestasi yang berbeda dari setiap Wajib Pajak dalam memahami aturan perpajakan yang berlaku, sehingga sering terjadi kesalahan dalam menghitung, baik dalam memotong atau mengurangi penghasilan, akhirnya terjadi kekurangan dari jumlah pajak yang seharusnya menjadi kewajiban Wajib Pajak.
Menurut data yang dibentangkan oleh Sekretariat Pengadilan Pajak Kementrian Keuangan, jumlah kasus sengketa pajak (pemeriksaan) dengan rentang waktu 2014-2020 adalah 72314 kasus (data per tanggal 17 Februari 2021) dengan detail seperti berikut,
Dapat dikatakan bahwa kasus pemeriksaan atau sengketa pajak ini sering terjadi akibat interprestasi dari aturan yang berbeda-beda atau tidak benar sehingga men-trigger tindakan pemeriksaan oleh KPP. Namun tidak dipungkiri bahwa sebagian Wajib Pajak sudah memahami dan dapat menjelaskan dengan baik data yang menjadi objek pemeriksaan oleh KPP, dilihat dari data diatas yaitu dengan mengabulkan seluruhnya atas data yang disampaikan oleh Wajib Pajak sebanyak 33185 kasus.
Ada beberapa yang menjadi catatan penting dalam kasus Pemeriksaan ini, diantaranya perlunya sosialisasi secara berkala terkait peraturan-peraturan perpajakan terhadap Wajib Pajak oleh Dirjen Pajak, bisa dijadikan sebagai kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengikutinya sehingga hal ini mengurangi kesalahpahaman terhadap makna dari peraturan-peraturan yang diterbitkan yang nyatanya kadang-kadang mengandung multitafsir/diskursus. Selain itu, perlu Wajib Pajak ketahui bahwa tidak berlaku reward ketika adanya ketetapan dalam kebenaran perhitungan dan ketepatan penyampaian SPT. Namun perlu dicatat bahwa ada punishment berupa sanksi administrasi ketika Wajib Pajak salah dalam menghitung dan telat dalam menyampaikan laporan. Selain itu tidak ada salahnya menggunakan jasa konsultan sebagai tenaga ahli dari perpajakan, tentu ini menambah biaya baru namun mengurangi risiko didepan ketika terjadi pemeriksaan.
Jangan lupa bahwa Sanksi Administrasi terkadang lebih berat dari biaya yang betul-betul tepat sasaran.
Daftar Pustaka :
https://www.pajak.go.id/id/pemeriksaan