Mohon tunggu...
Jennifer
Jennifer Mohon Tunggu... Jurnalis - FISIP 2019 Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Writing. Reading. Detective Conan addict.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dari Backstreet of Seoul Sampai Start Up: Analisis Drama Korea Menjadi Budaya Populer

11 Desember 2020   05:25 Diperbarui: 11 Desember 2020   05:28 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah kamu termasuk penonton Drama Korea?

Yuk, ketahui informasi lebih lanjut mengenai hal di balik Drama Korea.

Drama Korea atau K-Drama memang sudah banyak digandrungi oleh masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Dengan alur cerita yang menarik dan dibalut akting yang dapat menyentuh emosi penonton, membuat K-Drama semakin marak disebarluaskan di Indonesia.

Sejarah K-Drama sendiri berawal pada tahun 1960-an, di mana drama berjudul "Backstreet of Seoul" pertama kali ditayangkan di Korean Broadcasting System. Drama ini pada mulanya ditujukan untuk mendapat dukungan masyarakat Korea dalam hal pemerintahan militer (Khoiri, 2018).

Berawal dari alat politik pemerintahan, K-Drama kini menjadi budaya populer di Korea. Bahkan melalui perkembangan teknologi saat ini, K-Drama dengan mudahnya menyebar di berbagai negara lainnya.

Dalam analisis mengenai Teori Kolonialisme Elektronik, penyebaran budaya juga dapat dilakukan melalui alat-alat elektronik yang bahkan mungkin tidak disadari oleh penggunanya. Smartphone dan gadget yang semakin canggih, memungkinkan penggunanya dalam mengakses film luar, termasuk K-Drama untuk dikonsumsi.

K-Drama sendiri memuat budaya yang khas dari Korea Selatan, sebab pada awal kemunculannya pun memang ditujukan untuk menghimpun masyarakat Korea agar mendukung kebijakan pemerintah Korea Selatan. Judul-judul K-Drama yang membuat produk Korea ini meningkat popularitasnya, seperti Full House, Boys Before Flower, Mr. Sunshine, hingga yang terbaru yaitu Start Up, dan masih banyak lagi (Putri, 2020).

hancinema.net
hancinema.net
Teori Kolonialisme Elektronik ini juga berfokus pada hubungan impor antara negara pusat dan pinggiran dalam hal perangkat keras komunikasi (teknologi), perangkat lunak (program televisi, film, internet), bahkan keterampilan seperti insinyur, teknisi, dan lain-lain (Bornman, n.d.). Teori ini menganggap bahwa sistem komunikasi elektronik yang diciptakan negara pusat akan berpengaruh bahkan berpotensi mengubah budaya asli dari negara pinggiran.

Dalam hal ini, Korea Selatan yang termasuk dalam kategori semiperipheral memiliki potensi untuk menjadi core nations, dan didukung dengan upaya negara tersebut dalam memengaruhi negara pinggiran untuk pelan-pelan mengikis budaya lokal dan mengintegrasikannya dengan budaya mereka

Ditambah lagi dengan penggunakan backsound K-Pop yang sangat mudah diikuti oleh penonton dari negara lain. Potensi penyebaran budaya Korea menjadi semakin terbuka lebar dengan adanya teknologi komunikasi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun