Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan.Â
Terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer pricing, yaitu intra-company dan inter-company transfer pricing. Intra-company transfer pricing merupakan transfer pricing antar divisi dalam satu perusahaan.Â
Sedangkan intercompany transfer pricing merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Transaksinya sendiri bisa dilakukan dalam satu negara (domestic transfer pricing), maupun dengan negara yang berbeda (international transfer pricing).
Pada umumnya perusahaan yang melakukann praktik Transfer Pricing adalah perusahaan-perusahaan multinational (MNCs) dan perusahaan-perusahaan domestic (Tbk) yang sahamnya sudah terdaftar dan dimiliki oleh beberapa pihak diluar perusahaan dan dapat melakukan transaksi antar pihak tersebut, yang biasa dinamakan transaksi hubungan istimewa (relasi).
Transaksi-transaksi yang dilakukan pada dasarnya adalah bertujuan untuk mengalihkan keuntungan secara wajar. Namun yang sering terjadi adalah transfer pricing manipulation (Eden, 2001). Dan dalam laporan keuangan sesuai dengan PSAK No. 7 (revisi 2015), perlu disampaikan dan diungkapkan pihak-pihak yang berelasi dengan perusahaan.
Untuk melihat tingkat kewajaran atas transaksi dengan pihak berelasi, maka dapat menggunakan metode pengukuran Related Party Transaction (RPT). Ada beberapa metode pengukuran terkait dengan RPT ini, dan besarnya RPT akan dapat mengukur pengaruh langsung RPT terhadap kesejahteraan pemegang saham. Salah satunya adalah melalui pengukuran besaran RPT melalui total RP asset dibagi total asset.
Berikut adalah data rasio piutang berelasi (hubungan istimewa) selama 7 periode (2014-2020), data diambil dari laporan keuangan perusahaan yang telah dipublish,