Terkait dengan developing countries, Otusanya dan kawan-kawan dalam jurnal review mereka : Influence of tax dodging on tax justice in developing countries: some theory and evidence from Sub-Saharan Africa, menemukan bahwa tax haven country dan offshore financial merupakan faktor utama yang memfasilitasi skema dari Transactional Corporations (TNCs) dari negara berkembang. Sehingga menjadi hambatan besar bagi negara berkembang terkait dengan regulasi ekonomi secara global untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Kemudian penelitian terbaru Otusanya terkait dengan developing countries : The dark side of tax havens in money laundering, capital flight and corruption in developing countries: some evidence from Nigeria, tahun 2022. Temuan Otusanya dan Adeyeye, bahwa untuk kepentingan organisasi dan pribadi, Tax haven menciptakan struktur yang mendukung kegiatan terlarang elit politik dan ekonomi negara berkembang, sehingga sangat sulit untuk mencegah praktik korupsi di negara-negara berkembang.
Negara berkembang masih bergantung kepada negara maju, yaitu investasi dari negara maju merupakan angin segar untuk pemulihan ekonomi. Praktik FDI (Foreign Direct Investment) adalah salah satu jalan bagi negara berkembang untuk menarik investor dengan cepat. Walau tujuan negara yang invest adalah tetap kepada keuntungan pribadi perusahaan global yang juga berimbas kepada penerimaan negara asal nya. FDI adalah salah satu akibat dari adanya tax haven.
Itulah yang menjadi alasan Indonesia tidak bisa menjadi Tax Haven Country. Selain menjadi pioneer asia tenggara dalam mewakili di G20, yang mana jelas bahwa G20 memerangi adanya praktik tax haven, serta belum mampu nya Indonesia meningkatkan ekonomi secara mandiri dan lemahnya hukum di Indonesia dalam menindak-lanjuti kasus-kasus yang berdampak terhadap ekonomi misalnya kasus korupsi.
Bisa saja negara berkembang menentukan kedaulatan dan tata kelola kebijakan fiscal secara mandiri ketika negara tersebut sudah tidak bergantung kepada kebijakan fiscal negara lain. Misalnya tidak bergantung kepada penerimaan pajak, atau tidak bergantung kepada investor-investor luar untuk memenuhi kesejahteraan rakyatnya. Kerjasama secara global dapat memenuhi kebutuhan negara dan saling menguntungkan, sehingga tidak memungkinkan negara-negara berkembang menjadi Tax Haven Country.
Saat ini, Indonesia dan negara-negara yang terdampak pandemic selama dua tahun terakhir mulai untuk menata dan meningkatkan kembali perekonomian. Bisa saja beberapa negara melihat peluang ini untuk membangun negara suaka pajak baru. Namun kembali lagi, selagi masih menjadi G20 dan bergantung kepada negara maju yang berkuasa, susah untuk membentuk wilayah suaka pajak di Indonesia.
Terakhir, ada komentar Pengamat pajak Yustinus Prastowo terkait dengan tax haven country, bahwa untuk membentuk wilayah suaka pajak, pemerintah harus mengedepankan transparansi agar tak dicap rezim rahasia (secrecy). Kesiapan infrastruktur serta pengawasan dan akuntabilitas juga diperlukan. Â "Harus ada konektivitas suaka pajak dengan sektor riil," katanya.
Menurut saya, selain hal diatas, kekuatan hukum sebuah negara juga menunjukkan apakah negara mampu untuk menjadi negara yang mandiri dan bisa bertindak dengan tegas dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi. Misalnya memiliki ketegasan dalam menghadapi penggelapan pajak di internal sendiri.
Referensi:
- Christensen, J. (2011), "The looting continues: tax havens and corruption", Critical Perspectives on International Business, Vol. 7 No. 2, pp. 177-196
- https://www.antaranews.com/berita/137378/empat-negara-keluar-dari-daftar-hitam-tax-haven
- https://money.kompas.com/read/2016/04/11/060300926/Mengenal.Tax.Haven.atau.Suaka.Pajak.dan.Fakta.Mencengangkan.di.Baliknya?page=all
- Otusanya, O.J., Liu, J. and Lauwo, S.G. (2022), "Influence of tax dodging on tax justice in developing countries: some theory and evidence from Sub-Saharan Africa", Journal of Financial Crime,
- Rose, K.J. (2022), "EU money laundering regulation limit the use of tax havens", Journal of Financial Crime, Vol. 29 No. 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H