Mohon tunggu...
Jenner Sihombing
Jenner Sihombing Mohon Tunggu... -

jenner sihombing, lahir di takengon, aceh tengah pada tanggal 19 nopember 1972 dan saat ini berkerja sebagai pns di kementerian keuangan republik indonesia, suka menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pulau Tiga: One Day in My Life (Part 2/End)

14 Maret 2011   03:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:48 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari telah tinggi sekarang, teringatlah untuk singgah di rumah Kak Ros yang masih terhitung kerabat kami yang kebetulan juga suaminya_Bang Udin, karyawan di Kebun Pulau Tiga. Terakhir ketemu mereka ketika datang ke Medan melayat Bapakku yang meninggal dunia Nopember 2005. Waktu itu mereka memberi tahu kalau sekarang menempati rumah bekas Pak Nasib_seorang Mantri Kesehatan Perkebunan jaman aku masih kecil dulu. Aku masih ingat rumahnya, dan segera mengarahkan mobil ke sana ke arah Pondok bagian atas, dari arah emplasemen langsung belok ke kanan sebelum Kantor Kebun Pulau Tiga.
Rumahnya masih sama bentuknya dengan waktu dulu, rumah panggung dengan tangga untuk masuk ke dalam rumah. Kak Ros dan keluarga tak menduga kedatangan kami ini, dan suasana langsung meriah. Setelah mengobrol sebentar, Kak Ros tanpa banyak tanya langsung menyiapkan makan siang dengan menu lengkap.Kami makan sendirian saja dengan lahap, tanpa ditemanin Kak Ros dan keluarga, beginilah memang cara menghormati dan menjamu tamu makan di sini. Alasannya tidak ditemani supaya tamu yang makan tidak sungkan-sungkan dan bisa bebas makannya. Berbeda memang dengan kebiasaan di Medan misalnya, yang justru kalau tidak ditemani rasanya malah seperti tidak menghormati tamu. Begitulah memang tiap daerah punya kebiasaan sendiri-sendiri, yang pasti semuanya ada maksud baiknya.
Setelah makan, kami mengobrol lagi, pastilah tentang keadaan Pulau Tiga terkini berikut keberadaan orang-orangnya. Ada yang sudah pindah, ada yang sudah menikah dan punya anak, tidak jarang juga yang sudah meninggal dunia.
Kami tak punya banyak waktu karena memang harus pulang ke Medan lagi sore harinya, padahal Kak Ros mendesak juga supaya menginap saja barang semalam. Pada kesempatan itu, Lek Wito_penjaga malam kami dulu, sempat juga dipanggil dan ketemu dengan kami yang memang kebetulan rumahnya masih berdekatan dengan rumah Kak Ros.
Lek Wito sudah tua, walau tampak masih sehat. Bila aku ingatkan tentang kejadian lucu di waktu lampau, dia tertawa dan memuji kalau aku masih ingat. Dia bilang, kalau masih tetap ingat dengan Bapak dan Ibuku dulu dan waktu mengatakan ini sedikit terharu dia, entah apa yang ada di pikirannya.

Akhirnya waktu berpisah datang juga dan kamipun pamit pulang, yang sebelumnya salah satu informasi kami dapat kalau Iwin_teman karibku dulu_ tinggalnya sekarang selepas Bukit Babi sebelum Kampung Pasar kalau datang dari Pulau Tiga, jadinya kami mau merencanakan singgah dulu nanti sekalian pulang ke Medan.

Mobil beranjak pelan, hatiku sedikit sedih juga. Begitu banyak kenangan di Pulau Tiga, dan bersyukur aku punya kenangan masa kecil yang indah di sini yang tak akan terhapus dari dalam hati sampai kapanpun. Kembali terngiang ucapan Bapakku dulu, kalau setiap orang akan rindu dengan tempat masa kecilnya, dan bilang kalau aku pasti akan tetap ingat dengan Pulau Tiga, tempat masa kecilku. Ucapan itu tergenapi sekarang, dan benar adanya.

Ketika sudah melewati Bukit Babi, aku pelankan laju mobil untuk mencari rumah Iwin_teman SD-ku dulu. Tidak sulit mencarinya, karena memang sudah ada petunjuk dari Kak Ros kalau rumahnya masih baru dibangun dan sedikit menonjol dibanding dengan rumah yang ada di sekitar tempat itu. Begitu sampai di depan rumahnya yang memang tepat di tepi jalan, aku lihat di halaman rumah seseorang yang sangat aku hafal gerak-gerik tubuhnya dari puluhan tahun yang lalu. Benar, tak salah lagi inilah si Iwin teman karibku dulu saat di SD Negeri 01 Pulau Tiga. Walau dia satu tahun di atasku dan tidak sekelas, tapi kami sangat karib dan selalu bermain bersama setelah pulang sekolah. Dia kaget, ada mobil yang berhenti di depan rumahnya dan makin terheran-heran ketika aku keluar dari mobil dan menghampirinya.
Mulanya aku diam saja dan berusaha tenang ketika sudah berhadapan dengannya seakan-akan aku orang asing, tapi itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba, dia seperti baru tersadar dan dengan setengah berteriak dia menyerbuku dan langsung kami berpelukan erat. Dua puluh dua tahun, sepertinya waktu yang terlalu lama untuk berpisah dengan seorang sahabat.

Iwin baru saja membangun rumahnya di sini, yang aku puji rumah yang sangat bagus. Dia sudah berkerja di banyak tempat di Aceh, dan setelah cukup menabung, dia kembali ke Pulau Tiga dan membeli tanah, selanjutnya membangun rumahnya di sini. Dia sekarang ber-usaha saja dan menikmati kembali hidup yang tenang dengan keluarganya di Pulau Tiga.

Setelah puas mengobrol kamipun beranjak pulang, apalagi hari sudah sore, aku kurang nyaman bila harus melewati jalan menuju simpang Seumadam dalam keadaan gelap di malam hari.
Diiringi lambaian tangan Iwin, isteri dan anaknya kamipun meninggalkan Pulau Tiga dan menutup perjalanan satu hari itu, yang mampu memunculkan semua kenangan indah masa kecil di Pulau Tiga.

TAMAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun