Mohon tunggu...
Jenner Sihombing
Jenner Sihombing Mohon Tunggu... -

jenner sihombing, lahir di takengon, aceh tengah pada tanggal 19 nopember 1972 dan saat ini berkerja sebagai pns di kementerian keuangan republik indonesia, suka menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pulau Tiga: One Day in My Life (Part 2/End)

14 Maret 2011   03:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:48 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah melewati rumah Askep, yang juga pernah keluargaku tinggal di sana ketika awal pindah ke Pulau Tiga tahun 1978, aku berhentikan kembali mobil tepat di sisi lapangan sepakbola. Di lapangan inilah kami selalu barmain bola, anak gedong melawan anak pondok. Kalau bermain bola, spesialisasiku adalah kiper dan selalu memakai celana training yang meniru penampilan kiper Kamerun di Piala Dunia tahun 1982 yang tuan rumahnya Spanyol. Walau Kamerun tidak bisa melangkah jauh di Piala Dunia itu, tapi penampilan kipernya banyak mendapat pujian.
Sambil menghela napas panjang, rasanya banyak sekali yang mau dikenang di sini, semuanya seakan berlomba bermunculan di kepala.

Bila Tujuhbelasan, di Pulau Tiga akan banyak keramaian dan itu termasuk saat yang ditunggu-tunggu semua orang apalagi anak-anak karena menjadi tontonan gratis sekaligus menghibur, sesuatu yang langka dan mahal. Puncak karamaian akan dipusatkan di lapangan sepakbola di depan emplasemen.
Panjat Pinang adalah menu wajib, pesertanya biasanya adalah dari karyawan perkebunan sendiri. Semua orang akan terhibur dan tertawa terpingkal-pingkal apabila melihat sekelompok pemanjat melorot turun dan terjungkal di tanah karena licin oleh minyak gemuk ketika berusaha mencapai hadiah di puncak batang pohon pinang.
Pertunjukan Kuda Kepang juga pasti ada. Kuda Kepang adalah sejenis tarian pahlawan berkuda yang berasal dari Jawa, karena memang karyawan perkebunan di Pulau Tiga mayoritas suku Jawa maka banyak kebudayaan Jawa yang terbawa termasuk Kuda Kepang ini. Kuda Kepang biasanya dipersembahkan di tempat terbuka, di lapangan. Sebelum tarian bermula, seseorang akan membakar kemenyan dan membaca jampi untuk memberikan tenaga kepada kuda-kuda. Dia menggunakan telur mentah, bunga, rumput, dan air untuk persembahan. Memang masih sangat kental unsur mistisnya dan para pemain selanjutnya akan kesurupan. Apalagi kalau pas atraksi makan beling atau kaca, aku biasanya menutup mata dan lari menjauh, ngeri membayangkan apa yang akan terjadi.

Kalau malam hari akan ada pertunjukan Ludruk dan Film. Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.
Kalau pertunjukan Film, sudah pasti juga di lapangan terbuka atau diistilahkan belakangan dengan layar tancap. Pertunjukan film termasuk yang paling digemari dan ditunggu, maklum tak ada bioskop di sana waktu itu dan masih langka juga yang namanya Video untuk menonton film. Layar akan ditempatkan persis di tengah lapangan, sehingga kerumunan orang yang nonton akan ada di kedua sisinya. Untung tak ada teks-nya karena film yang diputar adalah film Indonesia, kalau tidak pasti teks di satu bagian layar akan terlihat terbalik dan sulit dimengerti.
Film yang diputar saat itu kebanyakan yang dibintangi Rano Karno yang memang menjadi ikon anak muda Indonesia waktu itu, misalnya film Gita Cinta Dari SMA dan Puspa Indah Taman Hati yang bermain bersama Yessy Gusman. Ada juga waktu dia bermain dengan Lydia Kandou, dalam film Roman Picisan dan Nostalgia di SMA.

Pernah juga di lapangan ini terjadi kehebohan luar biasa, sebabnya adalah sekonyong-konyong ada sebuah helikopter mendarat di sini, ini adalah suatu kejadian langka. Ketika itu sore hari waktu aku dan teman-teman masih belajar di sekolah SD kami, saat itu kami di kelas III dan masuk siang sekolahnya. Tiba-tiba saja, ada suara yang bergemuruh di angkasa yang begitu keras, tanpa dikomando semua berlarian ke halaman sekolah untuk melihat apa gerangan itu, termasuk guru-guru kami. Ternyata ada sebuah helikopter yang berputar-putar di angkasa Pulau Tiga yang kelihatannya hendak mencari tempat untuk mendarat. Dan dapat dipastikan, lapangan sepakbola depan emplasemen adalah yang paling layak untuk mendarat, dan benar saja helikopter itu menuju ke sana dengan tetap dalam ketinggian yang rendah.
Tanpa bisa dicegah, semua kami anak SD berhamburan menyusul menuju lapangan dengan harapan dapat melihat helikopter itu dari dekat yang merupakan sesuatu benda yang sangat menakjubkan. Astaga, begitu sampai di lapangan dengan napas tersengal-sengal karena berlari-lari, ternyata helikopter itu sudah duluan mendarat, dan juga sudah ada ratusan orang berkerumun, tua-muda, laki-perempuan tumpah ruah semua di sana. Helikopter itu berpenumpang empat orang, dua orang turun sambil membawa tas dan kotak besar yang entah apa isinya. Semua anak-anak benar-benar terkesima melihat itu semua, layaknya menyaksikan makhluk angkasa luar dengan pesawat UFO-nya (Unidentified Flying Object).
Belakangan aku ketahui kalau dua orang yang turun itu adalah Insinyur dari ITB yang akan melakukan survey awal pembuatan proyek PLTA di pedalaman Aceh Timur, namun karena berbagai pertimbangan harus diturunkan di Pulau Tiga yang dianggap terdekat dari lokasi yang dituju dan rencananya akan melanjutkan perjalanan lewat darat untuk sampai ke lokasi tersebut.

Dari lapangan sepakbola ini aku mencoba melihat dari kejauhan Kampung Plosok, tempat aku sering berburu burung dengan Hiu, temanku. Di situ jugalah tinggal teman kecilku, Tugiman dan keluarganya. Entah apa mereka masih di sana atau tidak lagi sekarang. Kampung Plosok bukan merupakan areal perkebunan yang dimiliki PTPN I, ada beberapa dusun di sana dengan rumah-rumah yang terpencar-pencar dan umumnya mereka berkebun dan bagi yang punya tanah agak luas biasanya ditanami pohon Karet.

Tentang pohon Karet, tentunya ingatanku tak bisa lepas dari buah pohon karet yang disebut juga Kelatak, yang dibuat sebagai bahan adu-an. Kelatak yang satu diletakkan di tanah, lalu ditempelkan dari atas oleh kelatak yang lain dan lalu dipukul dengan keras oleh tangan. Pemenangnya adalah kelatak yang tidak pecah, dan tidak selalu kelatak yang di bawah yang pecah, kalau kuat malah yang di atas yang pecah. Permaianan ini sarat dengan adu gengsi, kita rela mencari sampai jauh ke kampung-kampung untuk mendapatkan kelatak yang kuat dan tidak gampang pecah ketika di adu. Jenis yang paling kuat adalah kelatak Sribalon dengan permukaannya bertulang (balung) yang menonjol berwarna merah, dan kelatak jenis ini tidak dihasilkan olah pohon karet sembarangan, biasanya adalah pohon karet yang sudah berusia sangat tua disamping memang jenisnya ini sangat langka. Nah...pohon karet jenis ini banyak tumbuh di Bukit Babi_dekat dengan pekuburan yang aku sebut di awal cerita, tapi siapa yang berani ke sana sembarangan, hanya anak yang punya nyali besar yang mampu dan aku tidak termasuk di dalamnya untuk kali ini..ha..ha..

Kampung Plosok juga banyak tumbuh pohon Jambu Monyet atau Jambu Mede (Anacardium occidentale), tumbuh liar dan bebas diambil siapa saja tanpa harus membeli, tinggal permisi sebagai basa basi kepada yang empunya. Jambu monyet ini lumayan menyegarkan meski agak sepet rasanya, tapi waktu itu karena cuma-cuma tetap bersemangat kita memakannya.
Cuma kita harus hati-hati memakannya karena air buah dan getahnya agak 'keras' dan bila mengenai baju akan sangat sulit hilangnya. Setelah besar aku baru tahu kalau ternyata 'buah' yang lunak berwarna kuning atau merah yang dimakan selama ini sesungguhnya adalah dasar bunga yang mengembang setelah terjadi pembuahan. Buah sejatinya adalah bagian 'monyet'-nya, berisi biji yang dapat diolah menjadi kacang mede yang harga jualnya jauh lebih mahal, padalah dulu bijinya ini selalu dibuang dan dianggap tak bermanfaat.

Di sekitar kebun karet di Kampung Plosok juga banyak mengalir sungai-sungai kecil yang biasa disebut Alur dengan airnya yang sedikit keruh berwarna kecoklatan bila musim penghujan. Kami sering memancing di sini dengan umpan cacing tanah yang diambil dari sekitar alur itu juga. Ikan yang sering didapat yaitu ikan Wader_jenis ikan kecil bersisik banyak yang tahan banting, dan ikan Sepat_masih satu suku dengan ikan gurami tapi lebih kecil dengan ciri bertubuh pipih dan bermoncong runcing sempit, keduanya memang jenis ikan yang hidup di sungai. Tak banyak yang didapat kalau sekali mancing, tapi rasanya kalau bisa mendapatkan ada rasa bangga, apalagi bila kita sendiri yang mendapatkan sedang yang lainnya tidak.
Untuk yang lebih kecil lagi dibanding Alur, seperti parit besar, kita biasanya tidak lagi memancing tapi mengurasnya dengan membendung dikedua sisinya untuk mendapatkan ikan. Saat-saat terindah ketika menguras, adalah ketika air yang dikuras tinggal sedikit dan ikan-ikan mulai kelihatan berseliweran. Kalau sudah begitu, rasa lelah menguras berjam-jam langsung sirna seketika berganti semangat menggebu-gebu karena sebentar lagi akan mendapatkan ikan dalam jumlah yang banyak.

Lapangan sepakbola ini dulu dipotong rumputnya dengan sabit yaitu dengan cara mengayunkan ke kiri dan ke kanan, belum ada mesin pemotong rumput seperti sekarang ini. Perlu sedikitnya tiga orang untuk mengerjakannya biar cepat. Kadang terbantu juga oleh orang yang mencari rumput untuk ternaknya, kalau ini biasanya dengan memakai arit. Termasuk pelanggaran sedang bila ada ternak yang lepas dan masuk ke wilayah emplasemen dan memakan rumput di lapangan sepakbola ini. Tentang ternak yang masuk wilayah emplasemen, ada sedikit cerita yang ada hubungannya dengan seekor anjing kesayangan kami.

Kami dulu punya anjing jenis Herder (German Shepherd) yang diberi nama Miki_kemungkinan diambil dari nama tokoh kartun Tikus karya Walt Disney, Mickey Mouse. Kenapa bukan Pluto_nama tokoh Anjing-nya, entahlah aku juga tidak ingat lagi kenapa bisa begitu.
Miki diasuh sejak masih kecil dan sudah dianggap seperti bagian dari keluarga, waktu kecil minumnya susu dan makanannya khusus dimasakkan terpisah. Tiap dua hari sekali dimandikan dan diberi bedak khusus anjing_merknya Doris. Kegemarannya, apalagi kalau bukan tulang kaki lembu bekas soup dan kalau sudah asyik menggigit tulang, dia benar-benar tak mau diganggu. Miki adalah anjing yang penurut dan sangat jinak tapi itu hanya berlaku dengan kami, tidak untuk orang asing, Miki bisa sangat buas apalagi bila dilihatnya gelagat tidak baik atau mengancam. Bila ada yang coba-coba masuk ke halaman rumah dengan maksud tidak jelas dia akan menggonggong, malah akan mengejar dan siap menerjang. Makanya dari dulu kita selalu waspada bila ada yang datang takut Miki bertindak sendiri, tapi bila kita telah memberi tanda kepadanya bahwa situasi aman dan tidak perlu risau, dengan sendirinya dia akan mundur dan menurut. Satu juga yang buat kita sering kerepotan adalah kalau dia mengejar binatang yang ada, seperti kambing atau lembu yang masuk ke wilayah emplasemen. Kalau lembu, tidak terlalu kuatir karena berbadan lebih besar dan biasanya Miki kecapaian sendiri menggonggong dan tidak berhasil menggigitnya. Tapi yang gawat adalah kambing, bisa sampai sekarat kena terjang dan gigitan yang biasanya terkena di bagian leher. Kalau sudah begitu, aku sering menangis-nangis sambil memanggil Miki supaya jangan diteruskan dan segera melepaskan gigitannya. Tapi dia biasanya tidak peduli, inilah satu-satunya perintah kami yang sering tidak digubrisnya, mungkin naluri pembunuhnya muncul di sini sebagai binatang buas, walau dalam keseharian dia kami besarkan dengan lemah lembut. Nah, ketika ada sekawanan ternak khususnya kambing masuk lapangan depan emplasemen, aku langsung kuatir karena Miki akan berubah menjadi pembunuh berdarah dingin. Tak terhitung berapa kali dia bertarung dengan kawanan kambing yang biasanya berkelompok_satu kelompok kambing ini dipimpin oleh kambing betina yang paling tua, sementara kambing-kambing jantan tugasnya menjaga keamanan_ bila banyak kambing jantannya, maka biasanya Miki tak berhasil melukai seekorpun, tapi sebenarnya yang lebih sering menolong agar tidak terjadi apa-apa, adalah karena kami sibuk menghalaunya dengan berbagai cara dan dengan susah payah tentunya. Pernah karena heboh dan paniknya, kepala Kakakku_Bang Obeth_ bocor terkena lemparan batu dariku karena berusaha menghalau Miki biar menjauh dari kawanan kambing. Waktu kejadian itu, Miki jadi sangat merasa bersalah dan meninggalkan kawanan kambing seketika itu juga, di rumah habis dia kena marah oleh kami semua.

Setelah puas berhenti di dekat lapangan sebakbola kamipun melanjutkan perjalanan lagi dan kali ini sampai di depan lapangan tenis yang sudah uzur dimakan usia, di sinilah dulu staf perkebunan berolahraga setiap sorenya. Di dekat lapangan tenis dulu ada semacam saluran air di bawah jalan, mengalirkan air dari sisi lapangan sepakbola ke arah sisi lapangan tenis. Bagian air di bawah jalan ini banyak hidup ikan Gabus_jenis ikan buas air tawar berkepala besar agak gepeng mirip kepala ular, sehingga dinamai snakehead, dengan sisik-sisik besar di atas kepala. Kita sering meninggalkan kail dengan umpan di sana pagi hari dan melihatnya lagi di sore hari, kalau lagi beruntung akan ada ikan Gabus yang memakannya. Masalahnya adalah bila yang tertangkap ikan gabus yang sangat besar, akhirnya kita sendiri jadi takut apalagi mata ikan itu ketika diembus dan berkedip seperti mata manusia. Waktu itu kita yakini kalau mata ikan diembus berkedip maka ikan itu telah ber-hantu...ha..ha..ada-ada saja memang kepercayaan waktu kecil itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun