Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Usaha Jepang Untuk Menurunkan Angka Lajang Muda

9 Desember 2020   17:17 Diperbarui: 9 Desember 2020   21:44 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan yang duduk diam dibelakang robot yang sedang berkenalan

Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki populasi yang rendah di dunia. Rendahnya populasi ini diproyeksikan akan terus menurun dipengaruhi oleh tingginya angka harapan hidup, yaitu hingga 85 tahun pada tahun 2020 dan tertinggi ke-2 di dunia, dan rendahnya angka kelahiran anak, yaitu 1,3 anak per perempuan dan terus menurun setiap tahunnya.

Berdasarkan penelitian dari Universitas Tohoku menyatakan bahwa masyarakat Jepang akan mengalami kepunahan di tahun 3770, atau 1.750 tahun kedepan, apabila angka kelahiran anak tidak mengalami kenaikan di tahun-tahun yang akan datang.

Salah satu alasan rendahnya angka kelahiran anak di Jepang adalah dikarenakan penurunan minat dalam berkencan dan hubungan seksual yang terjadi pada kaum muda di Jepang yang didukung dengan survei dari Japan Family Planning Association.

Dengan semakin berkembangnya teknologi dan juga sosial media, seseorang dapat dengan mudah menggunakan aplikasi pencari jodoh dimana dapat berkenalan dan bertemu dengan mudah dengan orang yang tidak dikenal. Teknologi aplikasi pencari jodoh ini juga menjadi tren diantara pemuda Jepang. Pemerintah dan perusahaan swasta Jepang juga memanfaatkan teknologi pencari jodoh ini untuk menurunkan angka jomblo, tetapi usaha tersebut menggunakan teknologi yang 'ekstra' yang diharapkan dapat memudahkan proses pencarian dan perkenalan, seperti:

1. Investasi 267 milliar rupiah untuk Artifical Intelligence pencari jodoh

Kabar yang baru saja dipublikasikan oleh pemerintah Jepang pada 7 Desember 2020 adalah rencana pemerintah pusat untuk menginvestasikan 267 milliar rupiah untuk mendukung pemerintah daerah mengoperasikan atau memulai proyek perjodohan. Proyek perjodohan ini bukan melalui mak comblang atau acara kencan buta, tetapi harus mengunakan teknologi Artifical Intelligence (AI). Direncanakan pemuda Jepang hanya perlu mengisi formulir standar seperti menuliskan minat ataupun hobinya, dan AI akan melakukan analisis untuk menentukkan seseorang yang mungkin cocok.

2. Mencari jodoh dengan DNA

Sebuah layanan pencari jodoh di Jepang, Nozze, memulai sebuah program pada tahun 2019 dimana seseorang mencari jodoh sesuai dengan kecocokan DNA yang diesktraksi dari air liur. Air liur tersebut kemudian akan diteliti oleh para ilmuwan secara khusus untuk menemukan kecocokan dan perbedaan antara setiap pencari jodoh yang ikut serta dalam program ini. Program ini didukung dengan teori bagaimana pria dan wanita memilih pasangan secara alami yaitu semakin banyak perbedaan dalam gen DNA-nya maka akan semakin cocok atau menarik.

3. Robot yang memulai pembicaraan

Pada tahun 2019, perusahaan media Jepang Cyber Agent dan produsen teknologi Sharp memulai sebuah layanan dimana masing-masing pasangan akan duduk diam didepan 2 robot yang akan mengobrol untuk mereka. Sebelum acara dimulai, setiap orang harus menjawab 45 pertanyaan yang nantinya akan menjadi bahan pembicaraan robot terus. Robot tersebut akan mengajukan pertanyaan, menjawab dan mengobrol sedangkan seorang laki-laki dan perempuan akan duduk dan mendengarkan dalam diam. Layanan ini dianggap cocok untuk masyarakat Jepang yang mengutamakan kerendahan hati dan enggan memperkenalkan dirinya sendiri.

Tersebut adalah tiga dari usaha Jepang melalui pemerintah pusat ataupun melalui perusahaan swasta dalam meningkatkan minat masyarakat Jepang untuk berkencan dan memulai hubungan yang romantis. Usaha seperti berkenalan lewat teman, perjodohan oleh orang tua, atau lewat aplikasi pencari jodoh sudah dianggap tidak cocok dan tidak memberikan pengaruh. Didukung dengan perkembangan teknologi yang pesat di Jepang, teknologi tersebut juga dimanfaatkan dalam proses pencarian jodoh yang juga didukung penuh oleh pemerintah Jepang. 

Bagaimana dengan Indonesia? Menurut penulis, dengan tingginya angka populasi di Indonesia mungkin usaha-usaha ekstra tersebut dalam mendukung program pencarian jodoh masih belum menjadi fokus pemerintah. Teknologi yang mendukung proses pencarian jodoh juga masih sebatas aplikasi smartphone. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun