Mohon tunggu...
retno wulan
retno wulan Mohon Tunggu... -

Beroleh kesempatan ke luar negeri sejak tahun 2001, bekerja sekaligus memperluas cakrawala pandang. Awalnya iseng-iseng nulis diary, terus menjajal di Friendster dan Facebook untuk renungan rohani, tapi mau menjajal nih ke kompasiana untuk tulisan soal jalan-jalan di Eropa dan negara sekitarnya. Pandangan sebagai turis lokal tapi juga internasional.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Frankfurt di Mataku... Jilid 3

27 Juni 2010   07:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:15 1246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Melanjutkan ceritaku soal kota Frankfurt, ada baiknya aku ceritakan sedikit observasiku soal orang Jerman di kota Frankfurt setelah membandingkan dengan kota-kota di Eropa lainnya. Kenyang Melihat Wajah Tampan Ternyata, di Jerman ini, paling mudah ketemu muka orang tampan (standar majalah dan film ya—dengan tinggi diatas 170 cm dan struktur fisik yang tegap dan berisi) di kota besarnya, khususnya tempat-tempat publik, seperti pasar, stasiun kereta, rumah sakit, dan lain sebagainya. Tapi, kalau tinggal di kampung atau desa, jangan harap ya..paling banyak opa-opa dan oma-oma Jerman yang sudah tua. Itu kesimpulanku setelah berkunjung dan mengamati orang di beberapa negara lainnya di Eropa, dan kembali ke Jerman. Bahkan kalau dibandingkan di AS saja, menurutku, jumlah orang tampan jauh lebih sedikit di AS dibanding di Jerman. Jadi bisa dikatakan Jerman ini cocok buat perempuan yang suka keindahan. Hahaha. Jangan salah duga, ini maksudku untuk dilihat dan dipandang saja, bukan dimiliki…karena dimiliki sih lain perkara. Maaf untuk fotonya menyusul nanti, aku foto dulu tetangga-tetanggaku di kawasan Westend pas mau berangkat kantor, sebagai ilustrasi... :) Perempuan Jerman juga rata-rata tinggi dan jarang perempuan mungil di Jerman, tapi mungkin jadi terkesan macho ketimbang cantik. Struktur wajah orang Jerman asli juga rata-rata cenderung kotak persegi, mengingatkan aku pada orang Batak asli, walaupun memang tidak semua Jerman berwajah kotak persegi ya. Kalau wajah cantik, mungkin lebih baik ke Italia dan Spanyol. Maklum, untuk negara-negara di Eropa lainnya, khususnya wilayah Mediterania (dekat pantai dan banyak matahari) rata-rata, ukuran tinggi badannya tidak terlalu tinggi seperti halnya orang Perancis, Italia, Yunani, Portugal dan lain-lain. Nggak heran sih, kenapa dulu Hitler sempat mengagungkan soal kesejatian Jerman, dengan menyebutkan sebagai bangsa Arya (walaupun Hitler sendiri bukan orang Jerman, tapi orang Austria). Gara-gara mudah ketemu orang Jerman yang tampan, jangan kira mereka semua mapan ya. Bahkan pelayan restauran dan pengamen pun bisa secakep Brad Pitt dan Tom Cruise. Maklum kadang-kadang ada yang berpikir karena bule dan mampu berlibur ke luar negeri, pasti mapan. Padahal bisa jadi bule yang datang ke Indonesia, juga kere di Jerman. Karena perbedaan mata uang yang tinggi saja, mereka bisa berlibur ke Indonesia. Pernah ada cerita dari teman, seorang perempuan Indonesia bertemu dengan orang Jerman yang lagi berlibur. Ngakunya sih dia adalah artis di negerinya. Dengan berbunga-bunga, perempuan ini semangat menikahi orang bule ini, bisa jadi wajahnya tampan juga. Begitu sampai di Jerman, alangkah terkejutnya dia. Emang sih , si cowok ini benar-benar artis, tapi bukannya artis film atau penyanyi bagaimana. Ternyata dia adalah artis jalanan alias pengamen. Haahahahaha. Alamak…salah pilih… Berlibur di Jerman Kenapa mereka bisa berlibur walaupun status masih pelajar atau bahkan biasa saja? Disini sih tidak usah menunggu kaya dulu, baru bisa berlibur. Dengan upah sekitar € 8 perjam kerja sambilan, rata-rata pelajar disini bisa berlibur ke negara-negara sekitarnya. Rata-rata kota di Jerman memiliki penginapan khusus bagpacker atau disebut jugendherberger , dengan dikenai harga sangat murah, bisa kadang-kadang cuman € 12 per hari sudah termasuk makan pagi, memang kamar tidurnya bersusun dan berbagi , begitupun kamar mandi dan toiletnya. Ini sangat murah, karena untuk hotel kelas kambing aja, per kamar bisa dikenai antara €35 hingga € 40 permalam, kalau hotel kelas melati sih antara € 79 hingga € 110 per kamar single ya, termasuk makan pagi. Memang harga bisa bervariasi, tapi mudah kok, cek aja di internet, kadang-kadang kalau ditelpon langsung, dan emang lagi low season, harga sewa hotel bisa turun. Tapi jangan nunggu kalau lagi musim pameran di Frankfurt, harga hotel bisa melangit dan dijamin susah dapat kamar hotel. Kalau untuk keluar Jerman, juga mudah buat orang Jerman, maklum kota Eropa ini satu benua, berbagai negara. Ibaratnya dari Frankfurt ke Paris itu lebih dekat daripada ke Berlin, yang notabene ibukota Jerman. Ini menggambarkan betapa mudah kalau mau keluar negeri, cuma memang kalau perginya ke Austria dan Swiss bagian Jerman sih, rasanya nggak terlalu beda suasananya, karena juga berbahasa Jerman. Apalagi kalau pensiunan, kalau saja gak ada aturan mereka harus tinggal di Jerman kalau tidak dipotong jumlah pensiunnya hingga 30%, mungkin pensiunan Jerman, mau tuh pasti tinggal berlibur di Indonesia selama musim dingin yang ajubilah dinginnya sekitar 3 sampai 4 bulan di negara tropis kayak Indonesia. Menurutku ide bagus, kalau di Indonesia, bisa memberikan fasilitas visa khusus pensiunan Jerman yang berlibur bisa lebih dari 3 bulan. Toh menguntungkan juga wisata Indonesia, apalagi kalau didukung infrastruktur buat para senior ini berlibur, baik dengan sarana jalan buat yang pakai kursi roda dan sebagainya. Lagian, daripada mengirim TKI ke luar negeri yang belum tentu diperlakukan baik oleh majikan, mending mendatangkan turis senior citizen begini ke Indonesia, udah jelas penghasilannya, pengeluarannya, dan dijamin makannya juga nggak macam-macam, lha gigi aja sudah palsu semua. Emang sih, namanya orang tua dimana-mana, makin tua makin bawel. Contohnya? Disini nggak bisa tuh dengar orang berisik sedikit….semua harus tenang dan teratur. Kalau ada yang berisik, langsung tetangga ketok pintu, minta kita tidak ribut, kalau masih ribut, dipanggil polisi dah. Ini buat yang tinggal di apartemen ya, terutama apartemen tua yang rata-rata tidak kedap suara. Ngomong-omong soal negara tropis, jadi ingat musim dingin lalu yang panjang dan sempat minus 20 derajat, plus salju yang tebal. Keluar dari rumah sakit, aku sempat ganti dokter untuk operasi. Aku sempat juga ngobrol ke dokter, betapa rindu aku dengan matahari tropis di negaraku. Tapi dengan kondisi kesehatanku yang demikian, tidak mungkin aku pulang ke Indonesia. Dokter menyarankan aku berjemur di salah satu spa relaksasi di Bad Homburg, tidak jauh dari Frankfurt, kira-kira 30 menit naik kereta dan naik taksi 15 menit. Jangan kira, ada matahari di situ ya, aku cuman berjemur di bawah lampu yang panas menyengat seperti matahari jam 12 siang di ruangan sebesar 3x 8 meter, lihat foto dinding bergambar pantai dan suara alunan ombak. Dengan fasilitas semacam itu, dikenai biaya sekitar € 35 perjam, lumayan juga ya. Walaupun fasilitasnya relatif terbatas, ternyata banyak juga yang datang di tempat itu untuk berjemur bergantian di bawah lampu, atau spa relaksasi lainnya seperti mandi uap, spa jerami, kolam renang hangat, dan lainnya. Nggak heran sekarng, kenapa turis Eropa begitu gembira berjemur di pantai-pantai, maklum matahari langsung memang langka ditemui…apalagi waktu musim dingin. Brrrrbbbbrrrrrr…… Padahal di Indonesia, pasti kita udah berlari cari tempat teduh, atau jalan pakai payung kalau matahari muncul. Memang cuaca menentukan perilaku orang. Di Frankfurt, mudah sebenarnya kalau mau jalan-jalan ke Eropa atau negara-negara lain. Maklum, kota ini memiliki bandara domestik dann internasional yang luar biasa besar dengan stasiun kereta yang banyak yang menghubungkan ke berbagai kota Eropa lainnya. Kota-kota di Jerman, rata-rata memiliki infrastruktur yang sama, bahkan toko-toko dan restaurant yang sama, termasuk toko daging dan toko roti (Weinbacker, Mayer), resto cepat saji ( Nordsee, Mc. Donald, KFC), coffee shop (illy, Starbuck), toko serba ada ( Galleria Kaufhof, Karstadt, Wallworth), supermarket (Rewe, Tengelmann, Lidl, Penny Markt, dsbnya), terutama kota-kota utamanya. Jadi suasana satu kota dengan kota yang lain cenderung tidak ada perbedaan yang mencolok, kecuali kalau ada bangunan bersejarah, yang umumnya adalah puri, istana, gereja dan monastery. Mudahnya melakukan perjalanan ini, karena kita bisa melakukan pemesanan tiket kereta maupun pesawat secara online dengan kartu kredit dan juga pemesanan hotel. Maklum, dengan adanya kereta cepat eurostar yang menghubungkan satu kota dengan kota lainnya, jarak tempuh bisa dilalui dengan cepat. Tingkat keterlambatan sih bukannya nggak ada, tetapi untuk kereta bawah tanah , rata-rata sih bisa diandalkan, kecuali kalau ada perbaikan ya. [caption id="attachment_178720" align="alignright" width="224" caption="wajah tampan gampang ditemui"][/caption] [caption id="attachment_178719" align="alignleft" width="224" caption="mesin automat untuk karcis"][/caption] [caption id="attachment_178722" align="alignleft" width="224" caption="istana ada dimana-mana"][/caption] [caption id="attachment_178726" align="alignnone" width="224" caption="jangan kira karena tampan, pasti mapan..bisa jadi artis jalanan atau pengamen ternyata di Jerman"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun