Mohon tunggu...
Jeng My
Jeng My Mohon Tunggu... -

merah kuning hijau di kompasiana yang biru

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Beda Tipis antara Waspada dan Prasangka

15 Maret 2011   01:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:47 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini muncul gara-gara kejadian pagi ini. Di tengah perjalanan menuju kampus, saya dihadang seorang ibu (separuh baya). Beliau minta diantar. "Mbak, ibu capek jalan. Bisa ikut sampai Jalan Kaliurang?" Saya sempat ragu, karena si ibu tidak membawa helm. Tetapi saya sudah terlanjur tidak tega (pada orang tua), jadi saya persilakan saja si ibu membonceng.

Sepanjang perjalanan si ibu pun mulai bercerita. "Saya dari Riau mbak. Kemarin ATM saya tertelan, saya sudah ke bank. Tetapi buku tabungan saya kan di Riau, jadi harus nunggu dikirim kemari, 4 hari baru sampai..... Lha kan saya tidak bisa makan..."

Sebelum si Ibu bercerita lebih panjang lagi, saya pun mencoba menawarkan solusi. "Bu, kebetulan kita lewat kantor polisi. Kalau ibu mau, bisa saya antar. Siapa tau ada bantuan di sana" (sebenarnya saya merasa tolol juga, orang ga punya duit koq disarankan ke kantor polisi, bisa-bisa kantor polisi penuh nanti!) Si Ibu pun menjawab dengan logat Sumatra nya, "Sudah lapor ke bank koq mbak, nunggu bisa menunjukkan buku saja. Ga ada guna ke kantor polisi."

Iseng-iseng saya pun bertanya,"Ibu bank nya apa?" Si Ibu pun menyebutkan nama bank, dan kebetulan rute kami pun melewati bank tersebut. "Wah Bu, kebetulan teman saya kerja di bank ini. Kalau ibu mau biar saya antar. Dulu atm saya ketelan ga perlu ngurus buku tabungan, cukup menunjukkan identitas saja. Nanti biar dibantu teman saya."

Si ibu sekali lagi menolak tawaran saya. "Sudah koq mbak, sudah saya urus tapi tidak bisa."

Ah ya sudahlah, setidaknya saya sudah menawarkan bantuan.

Eh, tapi... lho.... Saya kaget bukan main! Saya baru sadar, tangan si ibu sedang meraba-raba saku jaket dan rok saya.  Si ibu pun juga seperti kaget tau saya sadar.

Alhamdulillah, kami sampai di perempatan, dan banyak polisi yang berjaga. Saya pun beralasan, "Bu, banyak polisi. Kalo ga pake helm kita ga bisa lewat..."

Si Ibu pun tanpa banyak bicara langsung turun.

Saya pun meneruskan perjalanan, sambil berpikir. "Sebenarnya, siapakah tokoh antagonis dari kejadian ini. Si ibu atau saya?" Wallahu'alam...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun