15 Agustus 2015 adalah hari bersejarah bagi saya, Uyi dan Imi. Karena pada hari itu, kami bertiga membuat "mapping mind" dengan tajuk "my goals". Pertanyaannya sederhana, jika kita diberi kesempatan membuat 3 cita-cita, maka kita akan memilih jadi apa?
Uyi adalah putri pertamaku, sekarang, dia berada di kelas 6, SDN 2 Gelumbang, kecamatan Gelumbang, kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, 31171. Jika Imi cita-citanya masih sulit disederhanakan, kalau Uyi justru lebih jelas. Paling tidak dari mapping mind itu saya jadi tahu, bahwa cita-cita Uyi jika diwakilkan dengan satu kata akan mengarah ke "copyright".
Dari eksperimen kami, Uyi mempunyai cita-cita, antara lain: Fashion designer, Architect, Master of Law. Jika perancang busana dan arsitek adalah pilihan dia, sedang ahli hukum adalah masukan dari saya. Saya menyarankan itu, agar Uyi tidak mengalami kegagalan seperti yang saya alami sebelumnya. Ya, orangtua mana sih yang nggak ingin anaknya lebih berhasil.
Saya sendiri punya cita-cita, antara lain: Productive filmaker, farmer for food, hospital owner. Yang benar-benar dari saya adalah pembuat film, sedang petani berasal dari ayah saya, sementara pemilik rumah sakit berasal dari ibu saya. Jika dibandingkan dengan Uyi yang bisa diwakilkan dengan satu kata, yaitu "copyright", cita-cita saya malah sulit menyatukannya. Mempunyai 3 buah cita-cita ini terasa berat, sebab saya (konon) bukan tipe "pengusaha" sehingga pilihan ke arah keyword ini rasanya kurang mengena. Jika dilihat dari keseharian saya, justru kehidupan saya cenderung mengarah ke "penulis". Bahkan sejak 2011, saya mulai menulis diary jika sepi orderan. Tujuan awalnya adalah agar saya bisa mengenali diri sendiri, semacam mengobati diri dari problema hidup yang kian complicated. Pertanyaannya... Apakah saya bisa menjadi productive filmaker, hospital owner, farmer for food? Jika basic saya adalah writer dan bukan entrepreneur? Ini yang perlu ditelaah.
Keyword "writer" dan "productive filmaker" rasanya masih nyambung. Karena pada dasarnya, saat kita membuat film tetap butuh penulis yang menata cerita. Penataan cerita ini berguna agar bisa dinikmati penonton. Satu contoh yang sudah berjalan adalah "Gedung Buruk The Movie" di tahun 2015 ini. Saya lega bisa membuat cerita dan mewujudkannya ke dalam bentuk audio-visual.
Untuk keyword "writer" ke "hospital owner" rasanya cukup jauh. Karena yang dibutuhkan dalam membuat sebuah rumah sakit bukan kemampuan menulis (menurut saya, lho). Bayangannya seperti ini... "Nggak masuk akal bikin rumah sakit dimulai dari tulisan. Kalau bikinnya dari batu bata masih masuk akal", kira-kira begitu.
Selanjutnya untuk keyword "writer" dan "farmer for food". Ini juga rasanya kurang connect, bahkan saya menerima kenyataan pahit dari beberapa orang yang membandingkan saya dengan sepupu saya. Intinya, untuk menjadi petani tidak mungkin dimulai dari menulis. Untuk menjadi petani ya harus menanam, memupuk, merawat, hingga kemudian menghasilkan. Bisa-lah diwakilkan dengan kalimat... "Mana ada petani yang kerjanya menulis. Kalau kerjanya nyangkul, itu baru benar".
Memahami kesulitan tersebut, maka saya membandingkan dengan cita-cita Uyi di atas. Beruntung sekali Uyi mempunyai cita-cita yang bisa diwakili dengan satu kata, "copyright". Kalau sudah begini saya pun terfikir membuat istilah, "Copyright Girl" untuk Uyi. Berbeda dengan cita-cita saya yang rasanya butuh energi ekstra guna menyederhanakan 3 keyword menjadi 1 kata untuk mewakili semua. Ini seperti seorang penulis yang sudah menulis 1000 halaman, tapi kebingungan hendak memilih judul bukunya hanya dengan satu kata. Atau anak band yang sudah ribuan jam latihan, tapi belum menemukan nama band-nya yang diwakili hanya dengan 1 kata.
Tapi walau bagaimana pun, saya tetap harus menyederhanakan 3 keyword itu menjadi 1 keyword yang pas. Pas jika ditempatkan ke keyword "productive filmaker", tepat untuk keyword "hospital owner", logis bila disandingkan dengan keyword "farmer for food". Satu kata saja. Apa itu?
(Gelumbang, 4-7 September 2015)
Â