Tadi Kamis 23 Desember 2010 kami piknik ke Cilacap. Saya dengan teman-teman kantor yang Ibu-Ibu dan keluarganya sudah lama merencanakan untuk berwisata mengobati kejenuhan dan rutinitas kerja yang bikin penat badan dan pikiran. Mengapa Ibu-Ibu? Habis Bapak-Bapak tidak mau diajak piknik, mereka sudah sibuk dengan keluarga mengisi liburan semester satu. Jadilah setelah sekian lama tertunda piknik jadi dilaksanakan. Yang berangkat teman-teman perempuan dengan anak-anak mereka. Yang pria hanya Mas Warjo dan Mas Tuwarno, pramu kantor kami.
Para suami hanya mengantar saja. Kami berkumpul di alun-alun pukul 7.00. Namun saya terlambat beberapa menit dan Bu Ir sudah menelpon sejak pukul 07.01 , saya katakan sedang naik angkot di perjalanan. Benarlah saya smapai alun-alaun Banjarnegara di depan masjid An Nur pukul 07.15 menit. Terlambat 15 menit dari perjanjian, teman-teman sudah berkumpul semua di tepi alun-alun. Ternyata mikrobusnya belum datang. Kami pun menunggu mikro sambil ngobrol dan Mbak Nea datang nimbrung ngobrol karena ternyata Mbak Nea yang paling semangat merencanakan piknik tapi tidak bisa ikut , sibuk mengerjalan SPJ yang harus selesai hari ini.
Pukul 8.00 barulah mikro tiba, kami bertepuk tangan karena gembira. Naiklah kami satu persatu ke bus. Karena banyak yang tak jadi berangkat bus terasa lega. nak-anak bisa duduk sendiri.
Alhamdulillah perjalanan lancar, sampai di Mandiraja, bus berhenti menjemput Bu Indri yang mengajak Aulia anaknya dan Ibunya.
Akhirnya pukul 10.30Â kami sampai di Teluk Penyu. Sejak di bus ketika laut sudah bisa terlihat dari kejauhan kami sudah sangat senang. Rasanya sejuk, senang, indah, terpesona lihat laut. Maklum kami biasa hidup di pegunungan yang jauh dari laut.
Turun dari bus satu persatu kami menghambur ke laut. Wow indahnya, ombak bergulung-gulung memecah pantai. Angin yang bertiup memberi kesejukan, dan langit cerah matahari bersinar namun tak sepanas biasanya. Cuaca benar-benar bersahabat. Kami pun berfoto-foto, menceburkan diri ke laut, anak-anak bermain pasir.
Sesudah memotret dan dipotret, kebetulan hanya saya yang bawa kamera, saya berjalan -jalan menyusuri pantai sambil memunguti kulit kerang yang terhempas ombak. Wah kulit kerangnya bagus . kebanyakan berwarna putih gading walau ada yang kecoklatan. Bosan memunguti kulit kerang saya dengan Mas Warjo , Ipul dan Anggit serta Mas Tuwarno berjalan menyusuri pemecah ombak. Dulu saya pernah juga jalan di atas pemecah ombak namun agak takut dan berpegangan tangan dengan teman, eh ajaib sekarang berani jalan sendiri pula. Rupanya rahasianya biar tidka pusing jangan lihat ke bawah! Puas juga akhirnya samapi ke ujung pemecah ombak dan berfoto-foto di sana.
Agak siang, matahari kian tinggi, saya pun menepi , duduk di bangku bambu di bawah pohon Waru. Sambil makan keripik pisang buatan Ibu saya yang enak dan renyah kami menikmati indahnya ombak dari kejauhan. Tak bosan-bosan mata memandang lautan luas , di kejauhan nampak pulau Nusa Kambangan. Memang sih banyak tukang perahu yang menawarkan tour naik perahu ke Nusa Kambangan, agak ingin namun melihat perahunya yang mungil saya ngeri dan takut. Hemm bagaimana kalau di tenagh laut dihantam ombak, padahal saya tak bisa renang. Dari pada ragu dan lebih dominan takutnya kami menggelengkan kepala tiap ditawari naik perahu, walau membayarnya murah hanya Rp10.000,00 saja.
Saya sempat ngobrol dengan Pak Jumadi tukang parkir perahu yang bercerita tiap perahu yang parkir dan dapat penumpang pulang pergi ke Nusa Kambangan bayar uang parkir Rp12.500,00.  Wah kalau dipikir-pikir pendapatannya banyak tukang parkirnya ya!
Saat duduk-duduk itu lihat penjual pecel, saya pun beli murah sepincuk harganya tiga ribu rupiah. Saya makan dengan ketupat sangunya Bu Indri. Ingat saya juga bawa nasi dengan tahu bacem dan oseng tempe , bekali itu pun saya makan sebagian. Makan sambil lihat laut, enak banget!
Puas makan, bermain dengan air laut, potret, kami pun beranjak dari pantai. Apa lagi sudah saatnya sholat Dhuhur. Kami naik mikro lagi, namun mikro macet mesinnya jadi para Ibu dimintai bantuan untuk mendorong mikro. Ha...ha....kami pun turun , tapi Bu Nunik bilang " Bu Tuti, motret saja saat kami mendorong!". " Nanti saya