Mohon tunggu...
Bude Binda
Bude Binda Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Langkah kecil kita mengubah dunia. Berpuisi di Http://jendelakatatiti.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pelajaran PKK Dipinggirkan?

11 Juli 2012   13:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:04 1526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh Bude Binda

Seingat saya saat saya sekolah sejak SD-SMA selalu ada pelajaran PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga). Melalui pelajaran inilah di SD saya belajar memasak, di SMP belajar memasak, menyajikan masakan, menyulam sapu tangan, diajari pula sopan santun oleh Ibu Wargo guru PKK saya. Di SMA Ibu Yanti mengajarkan membuat taman di stoples kaca, maket taman, resep masakan, tata cara dan etika berbusana.

Bahkan masih saya ingat dan saya terapkan prinsip penggunaan aksesori berbusana, paling banyak 6. Jadi pakai kaca mata (1), arloji (1), dua cincin (2), bros (1) itu artinya sudah 5. Kalau saya ingin pakai gelang 1 masih boleh, tapi kalau masih pakai cincin yang ketiga, hiasan di kerudung atas, dan kalung panjang, nilainya menjadi 9 dan itu berlebihan. Selama ini saya tak pernah melanggar aturan berbusana yang diajarkan Bu Yanti tahun 1988 (saya lulus tahun itu), artinya sudah 24 tahun!

Begitu pentingnya pelajaran PKK, karena menyangkut hidup sehari-hari, teorinya dapat langsung dipraktikkan. Kalau di sekolah diajari resep cake misalnya sepulang sekolah saya dapat praktik membuat. Anda sepakat kan pelajaran PKK penting? Tak kalah dengan pelajaran UN seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA.....

Itu dulu, pelajaran PKK masih sedemikian saya sukai karena bagi saya bermanfaat untuk hidup saya. Sekarang bagaimana nasib PKK?

Teman saya guru PKK, bercerita kalau dia harus mencari sekolah lain untuk mengajar karena jamnya di sekolah saya masih kurang. Bahkan hanya akan diberi 8 jam pelajaran, namun beliau masih menawar akhirnya diberi 12 jam. Mengapa PKK sekarang  tak ada di semua kelas? Tahun ini  di sekolah saya hanya akan diajarkan di kelas 8 dan 9,  tahun lalu di kelas 7 dan 8. Karena sekarang status PKK muatan lokal. Sementara kurikulum di SMP wajibnya 30 jam mata pelajaran dan boleh menambah 4 jam mata pelajaran. Nah 4 ini sekolah bebas    menentukan, misalnya Bahasa Indonesia yang 4 jam ditambah 1 menjadi 5 jam. Masih ada 3 jam, PKK 2 jam, 1 jam untuk menambah Olah Raga yang 2 jam hingga menjadi 3 jam satu minggu.

Masalahnya, masing-masing guru punya problema melengkapi 24 jam pelajaran karena tuntutan guru yang telah menerima tunjangan sertifikasi. Sebagai sekolah kecil dengan murid terbatas, sekolah saya ada 10 kelas. Jika guru olah raga diberi jatah mapel olah raga satu kelas 2 jam, dia hanya akan mendapat 20 jam pelajaran. Maka harus ada 4 kelas yang jam mapel olah raganya ditambah. Demikian juga guru kesenian atau guru PKn. Wah ternyata implikasi dari kewajiban guru bersertifikasi mengajar 24 jam tidak sederhana.

Guru PKK telah menjadi korban dengan dikurangi jamnya secara drastis. Bagi saya tindakan pihak yang berwenang di sekolah kurang bijak. Mungkin membuat KTSP dengan jam 36 atau 38 menyalahi peraturan karena berlebih, namun apa salahnya jika pertimbangan guru sertifikasi dan pentingnya pelajaran PKK bagi murid?

Bukankah PKK merupakan pelajaran kecakapan hidup (lifeskill) ? Apa lagi sekolah saya sekolah pinggiran yang tak semua  lulusannya melanjutkan studi, tentu kecakapan hidup menjadi sangat penting bagi mereka. Kemampuan memasak, menjahit, membatik, dapat digunakan untuk modal berwirausaha selulus sekolah.

Adakah pemangku kepentingan mau melihat suatu masalah dengan mengatasinya dengan terobosan yang cerdas, memikirkan kepentingan murid, tak hanya terpaku pada aturan? Bagi saya aturan memang harus ditaati namun hakikat pendidikan untuk membuka cakrawal berpikir siswa, memberi pandangan agar dia punya pilihan saat ingin bekerja kelak, membekali dengan keterampilan yang mudah dipraktikkan itu lebih penting.

Salam hormat untuk semua pembuat keputusan/kebijakan  pendidikan di tingkat pusat mau pun di lingkup paling kecil!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun