Mohon tunggu...
Bude Binda
Bude Binda Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Langkah kecil kita mengubah dunia. Berpuisi di Http://jendelakatatiti.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pagi-pagi Buta Mereka Telah Bekerja (Refleksi Kemerdekaan)

16 Agustus 2011   14:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:43 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Bude Binda

Kemarin malam saya sakit perut hebat. Sejak pukul 10 malam perut perih melilit. Kucoba ke belakang, namun walau telah menunaikan hajat perut masih terus memberontak. Saya berusaha tidur, namun tak bisa. Kubangunkan suami, minta dikeroki siapa tahu masuk angin. Usai kerokan perut masih sakit, punggung dipijit, sedikit melupakan sakit karena fokus ke punggung. Bantal sudah kutata tinggi, berselimut tebal biar hangat dan nyaman. Namun mata tak juga terpejam, menahan rasa perih tak tertahankan. Sempat ke kamar mandi 4 kali. Namun kentut yang ke luar pun tak membuat perut nyaman.

Pukul 1 dini hari suamiku berkata, " Periksa ke Mas Yono?". "Malam-malam gini nanti bikin kaget, nantilah pukul 2". Ku berusaha tidur walau tetap tak bisa karena hebatnya rasa sakit di perut bagian bawah kanan.

Akhirnya kubangun, lihat telepon genggam, angka 2 muncul di sana. Kubuka lemari cari baju dan celana panjang juga kerudung. Kuberganti pakaian. Suami kubangunkan, "Mas pakaikan kerudungku!". Suami bangun dan membantuku pakai kerudung, maklum tangan kiriku belum pulih benar dari sakit karena jatuh.

Seusai berganti baju, menyiapkan tas, terutama bawa kartu Askes, kami berangkat ke RS. Kupilih IGD RSUD yang jelas dokternya ada. Jalanan sepi. Hanya sekali-kali berpapasan dengan truk atau bus Sinar Jaya yang datang dari Jakarta. Kontras dengan siang hari yang selalu padat kendaraan.

Di Singomerto mobil disalip sepeda motor tukang sayur yang dibelakangnya dipasangi semacam keranjang untuk wadah sayur mayur jualannya. Wah ternyata tukang sayur pagi-pagi buta sudah berangkat! Sesampai di Banjarnegara lihat dua orang pemulung yang tengah mengais tempat sampah di depan pasar swalayan. Hemm....rajinnya mereka cari nafkah!

Di RS kami disambut tukang parkir yang sempat kupanggil mas, namun ternyata sudah tua. Akhirnya panggilan kuganti Mbah....he..he. Kami masuk pintu ruang IGD, disambut ramah oleh pencatat pasien. "Sakit apa Bu?". "Sakit perut Mas". Dia minta kartu Askes dan kartu pasien RSUD. "Tunggu sebentar Bu". Sejurus kemudian datang laki-laki muda berpakaian putih-putih. Dia menanyakan sakit apa. Datang lagi dokter perempuan masih muda dan cantik. "Sakit apa Bu?". "Sakit perut Dok, rasanya perih". Dia mengajukan lagi beberapa pertanyaan, mulas apa tidak, bagian mana perutnya yang sakit. Kulepas jaketku, dokter yang mau memasang alat pengukur tensi di tangan kiriku terkejut, karena tangan kiriku kugendong."Tangannya kenapa Bu?". "Patah tulang Dok, jatuh". "Kapan jatuhnya?". "16 Juni lalu Dok". Tensi pun diukur di tangan kananku yang sehat.   Karena sakitnya di perut bawah kanan, sempat disangka usus buntu oleh cowok yang belakangan ku tahu perawat, walau sempat kupanggil dokter. Namun setelah perut diperiksa dengan stetoskop, dan dipegang dokter, diagnosanya gerakan usus yang terkejut karena sehabis puasa ususnya di siang hari gerakannya lambat dan terkejut karena aku banyak makan. Yang kumakan saat berbuka puasa bubur rangrang, bubur yang terbuat dari beras ketan dengan santan dan gula merah. Padahal perutku ada riwayat sakit maag. Masih ditambah makan semangka yang dingin baru keluar dari kulkas. Menjelang tidur makan martabak oleh-oleh Paklik yang baru tarowih keliling ikut rombongan Pak Bupati di Banjarmangu. Martabak kusantap dengan sausnya yang manis kecut ditambah acar mentimun yang caba rawit, rupanya makanan yang kusantap berkolaborasi menyiksa ususku.

Dokter menasehati supaya kalau buka puasa makannya pelan-pelan. Minum dulu, sholat baru makan sedikit. Yah  semoga tidak lupa dengan nasehat dokter. Aneh bin ajaib,  Alhamdulillah selesai diperiksa perutku sembuh! Padahal resep obatnya saja baru ditulis. "Dok, baru ketemu dokter sudah sembuh perut saya". Dokter tersenyum manis. Semoga dokter muda ini akan menjadi dokter yang penuh dedikasi dan humanis.

Resep diberikan, kusalami dokter dan mas penerima pasien. Kuucapkan terima kasih. Kami pun ke apotek, mengambil obat. Karena dini hari belum ada foto kopi buka, akhirnya kartu Askes ditinggal, diambil siang hari.

Kami pun pulang. Lega rasanya, walau obat belum diminum perutku sudah adem.

Di jalan yang lengang kami berpapasan lagi dengan bakul-bakul atau pedagang di pasar pagi. Wah mereka sahur di pasar pikirku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun