Mohon tunggu...
Bude Binda
Bude Binda Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Langkah kecil kita mengubah dunia. Berpuisi di Http://jendelakatatiti.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kenangan Biru di SMA

6 Juni 2011   14:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:48 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Diam-diam saya telah sekian lama meninggalkan bangku SMA. Tahun 1985-1988 saya duduk di sana, dengan segala kisah suka dan dukanya. Sekarang sih kalau diingat-ingat tinggal manisnya. Padahal dulu banyak juga pahit yang tercecap. Sepenggal pengalaman dan pendewasaan diri yang memang tak terhapus di lembar sejarah hidupku!

Saya ke SMA lagi di suatu pagi yang cerah mengantar siswaku untuk lomba siswa berprestasi. SMAku jadi kian cantik dan kelas-kelasnya jadi bersih, bagus, bertingkat pula. Fasilitas juga kian wah, maklum sekarang statusnya RSBI, walau konon jadi agak mahal ongkosnya untuk sekolah di sini. Kantin yang luas dulunya perpustakaan. Kelas di belakang sekarang disulap jadi perpustakaan yang bagus, bersih, dan rapi banget. Sementara ruang di atasnya dijadikan masjid yang seluas lapangan bola!

Kelasku dulu 1.3 sudah jadi ruang guru, sedang  kelas 2 A3.1 masih ada dan sedihnya ruang kelas 3 A3 1 sudah dibongkar, kelasnya jadi bagus dan bertingkat, tapi sejarah yang terukir di sana jadi tak ada lagi saksinya! Aku bersedih untuk kelasku itu.

Di SMA aku diterima, waktu itu NEMku tidak banyak tapi Alhamdulillah  aku bisa diterima di tiga sekolah favorit dan aku milih SMA 1. Tak disangka si Ardi juga sekolah di sini. Jadilah sejak hari pertama sekolah aku sudah merasa nggak enak hati. Kok dia yang katanya mau melanjukan ke Yogya ternyata ada di sini?

Ardi ada di kelas 1. 2 di sebelah kelas yang ada di 1.3. Hemm bersebelahan, namun tetap tak sekelas kan? Aku sempat naksir teman sekelasku, Tian. Dia pinter dan lucu, hanya sebatas naksir sih. Kalau  perasaanku sih sebenarnya masih bingung terhadap Ardi.  Entah sengaja atau tidak, dia sering bersandar di tiang koridor depan kelas, seperti pamer padaku yang sedang ada di kelas. Pernah juga Pak guru PMP yang jadi wali kelasnya Pak Ngadiman bilang begini pada Ardi, di depanku " Wah Ardi sampai kurus ya mikirin  pacar". Sungguh aku tak tahu apakah maksudnya mikirin.....ah jangan ge er!

Suatu hari buku catatan bahasa Inggrisku  dipinjam seorang teman. Saat buku dikembalikan ada tulisan di sana "Janganlah memikirkan kekasih karena kasih bikin rusak segala-galanya" dan di bawahnya ada lagi "Belajarlah dengan giat demi masa depan yang ceria". Kutanyakan pada  temanku siapa yang menulisi bukuku. Dia jawab"Kemarin yang nulisi sekelompok anak-anak 1.2". Jadi benar-benar nih si Ardi mulai pendekatan lagi padaku?  Sayangnya di kalau ketemu sendirian denganku diam saja nggak mau mengajak ngobrol atau  menyapa. Sungguh aneh ini anak.

Kenaikan kelas tiba. Aku naik ke kelas 2A3.1. Aku memang meilih jurusan A3 atau IPS. Saat keluar dari kelas, di tembok kelasku ada tulisan besar HIDUP A3! Apakah ini kerjaan Ardi?

Ternyata di kelas dua ini aku sekelas lagi dengan Ardi, dulu saat SMP memang selalu satu kelas.

Jadilah aku merasa sering diperhatikan diam-diam. Kadang juga aku memancing   kemarahannya dan membuat kami bertengkar. Namun suatu saat ketika aku agak marah dan cemburu pada guru bahasa Jerman kami yang cantik, dia menulis di selembar kertas HVS putih, tulisannya agak panjang namun yang selalu kuingat kalimat terakhirnya "I can't stop loving you!". Duh saat kubuka tulisan itu hatiku serasa melayang saking surprisenya!

Walau ada pernyataan darinya tentang perasaannya, namun bukan berarti kami berpacaran seperti pasangan lain. Saya nggak pernah berkencan atau pergi berdua. Kami seperti teman biasa saja di kelas. Ketemu juga hanya di kelas, bertengkar juga di kelas. Aku ingat kalau di marah padaku selalu ini yang dia ucapkan "Kamu tuh belum dewasa!" Lucunya kalau  yang lain malam minggu apel datang ke rumah, Ardi datang ke depan rumah dengan teman-temannya dan cukup memandangku dari balik jendela kaca rumah......Rasanya jadi seperti ikan di akuarium saja!

Manisnya cinta pertama ternyata hanya terkecap sebentar saja. Di kelas 3 menjelang ujian justru kami bertengkar, dan seperti di novel atau film remaja yang pernah  kutonton aku mengucapkan kalimat ini "Kamu sudah tidak menghargai aku lagi. Kita putus saja, dan jangan hubungi aku lagi!" Dia tampak kaget mendengar ucapanku, dan diam menahan perasaan. Ucapan yang kelak kusesali, karena aku tersiksa, masih suka masih lihat terus, namun gengsi untuk berbaikan. Jadilah kami tak pernah lagi saling menyapa. Sampai saat  perpisahan tiba. Wajahnya memerah saat tangannya terulur menyalamiku, namun tak ada sepatah kata pun terucap. Demikian juga saat perpisahan kelas, sama sekali tak ada ucapannya yang meyakinkanku kalau kami masih bisa berbaikan. Ya sudahlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun