Mohon tunggu...
Bude Binda
Bude Binda Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Langkah kecil kita mengubah dunia. Berpuisi di Http://jendelakatatiti.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kalau Bisa Menerabas untuk Apa Antri?

1 Mei 2012   16:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:52 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh Bude Binda

Di mana-mana warga disibukkan dengan pemotretan E KTP atau KTP elektronik. Setelah melihat di kantor kecamatan tetangga orang tiap hari antri foto, bahkan sejak saya berangkat kerja sampai pulang kerja masih ada yang antri, pemotretan belum selesai, akhirnya tibalah giliran di kecamatan saya juga dimulai pembuatan E KTP.

Tadi pagi-pagi Pak Bas, Kepala Dusun yang dulu disebut  bau datang ke rumah mengantar surat undangan pemotretan E KTP. Di undangan tertera tulisan Hari Kamis, 4 Mei namun ternyata dimajukan jadi Selasa dimulai pukul 3 sore atau 15.00 WIB (bukan BBWI). "Kalau terpaksanya tak bisa hari ini, ya besok juga boleh", begitu pesannya.

Saya  pun berdandan, ganti pakaian dan berangkat kerja seperti biasa. Semangat, kan hari ini tanggal 1 yang artinya ya gajian, terus bayar cicilan...he..he...itu kalau diriku, kalau dirimu, Anda tidak lah ya.....tidak beda?

Pulang kerja plus sudah dapat gaji, saya mampir ke kota untuk beli  tabloid Cempaka yang ada  memuat resepku "Pepes Tahu Sayuran". Sayangnya di toko buku Aneka sudah habis, ditunjukkan ke kios Sari Berita di taman kota/pusat kuliner eh sudah jalan ke sana panas dan akhirnya gerimis jadi sedikit kehujanan ternyata sudah tak ada stok.....yah sedikit kecewa. Ya sudah yang punya sekolah kusimpan, kalau  teman-teman sudah baca.

Belanja sedikit barang yang di rumah sudah kehabisan, minyak goreng, teh, sikat gigi, beli juga sosis untuk bikin sup. Akhirnya menicil ke bank, menicil ke Mbak Ani (cicilan baju), dan beli bawang merah dan bawang putih (lho kok mirip judul dongeng). Akhirnya pulang. Sempat mau langsung ke kantor kecamatan tapi badan berkeringat tidak pede juga. Lelah juga, lebih baik pulang dulu.

Sampai rumah, ternyata suami tak ada, rupanya dia ke kecamatan. Sempat mikir kok diriku ditinggal? Tak lama dia pulang "Mah, kita dapat nomor antri 116 dan 117, masih banyak yang antri, baru sampai nomor 200-an, dari 300 nomor. Nah nanti mulai dari nomo1 lagi kita di yang kedua itu....". "Ya, sudah nanti saja berangkatnya". Saya pun mandi, sholat Ashar, baca koran. Usai Maghrib barulah berdandan siap-siap untuk berangkat antri foto.

Kami serombongan suami, aku, bapak dan emak berangkat ke kecamatan. Sampai di sana sekitar 10 menit jaraknya  ya sekilometeranlah, ternyata masih banyak yang  antri. Mbak Salamah tetanggaku ada di dekat pendapa "Nah kalau Pak Dwijo didahulukan nggak apa-apa, saya rela", begitu ucapnya. Memang bapak sudah tua dan tak terlalu sehat, untuk naik dan turun dari mobil saja dituntun. Suami dan emak yang menuntun. Memang akhirnya khusus untuk bapak dan emak dapat privelese untuk di potret duluan, tak antri seperti yang lain. Selesai potret suami mengantar dulu bapak dan emak  pulang. Barulah dia kembali menungguku.

Saya duduk di sebelah Bulik. Bulik cerita sejak tadi banyak yang menerabas antrian, kalau orang tua dimaklumi, banyak juga yang muda yang ikut menerabas. Ada yang karena saudara Mbak Sar pegawai kecamatan, ada yang tetangga Pak Lesmono Kadus.

Baru saja heboh, karena Bu Prapto dan Parti saat listrik padam masuk ke dalam kantor tempat nomor yang dipanggil duduk rapi antri  difoto, alasannya untuk buang air kecil. Namun saat listrik menyala mereka berdua sudah duduk  manis di kursi yang nomornya dipanggil, padahal nomor antri mereka masih belum saatnya dipanggil. Yang duduk di pendapa pun ramai beberapa maju ke depan petugas protes, akhirnya mereka  malu, belum disuruh pergi petugas mereka sudah  ke luar dari ruang disambut    huuuuuuu, koor panjang dari orang-orang di pendapa.

Ada juga yang tetap di dalam walau diprotes, akhirnya saat ada nomor dipanggil tak ada yang datang, dia duduk di nomor itu. Jadilah mestinya nomor 100 lebih dapat antri untuk yang mestinya nomor 90......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun