Oleh Bude Binda
Tahun baru hijriyah telah tiba. Kamis kemarin tanggal 1 Muharam. Tanggal 10 November kita peringati sebagai hari pahlawan. Dua peristiwa itu mengingatkanku pada seseorang: Kakek Sayidi.
Kakekku yang sejak kecil mengajariku berwudhu, sholat yang benar, mengaji AlQuran. Bahkan sejak alif, ba, ta memakai juz ama atau kami menyebutnya turutan.
Kakek yang sejak kecil kusaksikan selalu rajin sholat 5 waktu, bahkan tak pernah meninggalkannya setahuku. Ditambah sholat dhuha, dan sholat malam. Kakek yang menjadi imam masjid di samping rumah sekaligus guru mengaji usai sholat isya. Kakek juga khatib sholat Jumat.
Kakekku ternyata pahlawan dalam ilmu agama dan contoh nyata dalam mengamalkan agama bagiku. Kakek yang seumur hidupnya tak meninggalkan sholat lima waktu. Kakekku yang petani namun keempat anaknya disekolahkan semua. Dua anaknya menjadi guru, satu perawat, dan satu menjadi petani seperti dirinya.
Kakekku yang merintis penanaman cengkih. Beliau petani cengkih yang pertama di desaku dan sempat sukses, sebelum harganya jatuh gara-gara BPPC Atau badan penyangga cengkih bentukan Tommy Suharto.
Kakekku yang bersekolah di sekolah angka loro di zaman Belanda, hingga beliau selalu bersyukur dengan kemerdekaan Indonesia. Karena kakek bisa membandingkan era penjajahan Belanda mau pun Jepang, era orde lama dan kemudian orde baru yang selalu dipuji. Kakek suka memuji Pak Harto yang menurut kakek membuat makmur Indonesia dengan membuat banyak pabrik tekstil dan membuat listrik masuk ke desa-desa.
Ah kakek, semoga engkau menemukan kedamaian dan kesejahteraan di alam sana, amin.
BUDE BINDA
Banjarnegara, Sabtu 17 November 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H