Mengikuti berita tentang RUUK DIY membuat saya prihatin. Untuk apa semua debat dan silang pendapat ini?
Mengapa waktu, tenaga, pikiran kita tidak dicurahkan untuk masalah yang lebih penting atau lebih darurat, perlu solusi segera? Seperti pengungsi Merapi yang belum sepenuhnya tertangani. Mereka yang rumahnya luluh lantak belum punya pengganti rumah yang layak. Biantang ternak yang mati belum dapat ganti. Tanaman salak, mau pun tanaman lain belum bisa produktif kembali seperti semula. Nah untuk apa berebut pepesan kosong seperti kata teman saya Arif Kusdarminto .
Saya memahami terlukanya masyarakat Yogya dengan ucapan Pak SBY tentang monarki yang dibenturkan dengan demokrasi, namun benarkah dengan penetapan Sri Sultan menjadi Gubernur DIY tidak demokratis?
Bukankah makna demokrasi menurut Abraham Lincoln dari rakyat , oleh rakyat dan untuk rakyat? Jika rakyat Yogya telah bermusyawarah mufakat untuk menetapkan Sri Sultan sebagai Gubernur ya menurut saya itulah demokrasi. Kurang demokratis apa rakyat DIY yang bisa berunjuk rasa dengan aman tanpa kerusuhan seperti di demo di kota-kota lain Jakarta, Surabaya, Makkasar misalnya.
Sebagai Presiden mestinya Pak SBY tahu orang Jawa punya filosofi Sabda Pandhita Ratu, tan kena wola-wali. Artinya bicara seorang Raja/Presiden adalah seperti sabda pendeta atau orang suci yang tidak boleh sembarangan dan tidak diucapkan berkali-kali alias usahkan berbicara yang benar dan tepat situasi hingga tak ada ucapan pemimpin dalam hal ini Presiden yang diralat. Ucapan pertama itulah yang didengar oleh rakyat.
Sungguh pada situasi Yogya pasca erupsi Merapi yang belum pulih, ucapan Presiden menjadi erupsi kedua yang bahkan lebih menyakitkan dan mengoyak hati masyarakat DIY mau pun Indonesia.
Akhirnya waktu, energi, biaya , pikiran kita menjadi tersita untuk perdebatan yang mestinya tidak perlu seandainya pemerintah ; Presiden, Menteri Dalam Negeri, Partai Demokrat mau lebih bijak dan tidak berkeras kepala dalam menyikap Rencana Undang-Undang Keistimewaan DIY.
Dengarkan suara rakyat! Aspirasi mereka diserap, dan marilah kita kerjakan kita ucapkan sesuatu yang lebih positif yang produktif sehingga Indonesia bisa lebih maju dan bukan jalan di tempat habis energi kita untuk hal-hal yang mestinya tak perlu diperdebatkan!
Banjarnegara, 13 Desember 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H