Mohon tunggu...
Chonie Prysilia Sigar
Chonie Prysilia Sigar Mohon Tunggu... -

Become a daughter since May 1985 Become a sister since December 1994 Become a wife since March 2011 Become an employee on October 2005 to October 2011 Become a writer since 1999 Become a blogger since 2008

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jelajah Seni Instalasi FKY 2012

21 Juni 2012   12:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:42 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menatap Pintu Semesta, Purjito (2009) 220x100x100cm ; Kayu dan Polyresin

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Pemberani, Noor Ibrahim (2011) 400x350x250cm ; Logam Besi dan Cat Minyak"] [/caption] Menjelang akhir minggu yang lalu, dalam rangka gelar FKY 2012, belasan karya seni istalasi telah menghiasi jalan Malioboro hingga titik Nol Kilometer DI Yogyakarta. FYK merupakan salah satu hajatan paling ditunggu di Yogyakarta, terkait keistimewaannya dalam kesenian dan kebudayaan. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, salah satu kegiatan FKY adalah memajang sejumlah karya seniman di ruang publik. Berbekal sebuah kamera, saya berniat untuk mendokumentasikan rangkaian karya seni ruang publik FKY tahun ini. Sayangnya, pada hari yang sama, kawasan Malioboro hingga titik Nol kilometer dipenuhi oleh banyak sekali turis domestik, sehingga tidak seluruh karya seni tersebut berhasil saya dokumentasikan. Sebuah cerita unik berhasil saya simpan dari perjalanan yang tak lebih dari satu kilometer ini. Namun sebelumnya, mari mengambil waktu sejenak untuk menikmati hasil pendokumentasian saya sore itu; [caption id="" align="aligncenter" width="225" caption="Ledhek, Yulhendri (2012) 190x100x75cm ; Polyresin"]

Ledhek, Yulhendri (2012) 190x100x75cm ; Polyresin
Ledhek, Yulhendri (2012) 190x100x75cm ; Polyresin
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Ayam yang Gagah, Timbul Rahardjo (2009) 250x170x80cm ; Logam Ring dan Galvanis"]
Ayam yang Gagah, Timbul Rahardjo (2009) 250x170x80cm ; Logam Ring dan Galvanis
Ayam yang Gagah, Timbul Rahardjo (2009) 250x170x80cm ; Logam Ring dan Galvanis
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Menatap Pintu Semesta, Purjito (2009) 220x100x100cm ; Kayu dan Polyresin"]
Menatap Pintu Semesta, Purjito (2009) 220x100x100cm ; Kayu dan Polyresin
Menatap Pintu Semesta, Purjito (2009) 220x100x100cm ; Kayu dan Polyresin
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Satu Arah, Pambudi Sulistio (2012) 163x200x40cm ; Polyresin"]
Satu Arah, Pambudi Sulistio (2012) 163x200x40cm ; Polyresin
Satu Arah, Pambudi Sulistio (2012) 163x200x40cm ; Polyresin
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Dreamer, Wahyu Santoso (2010) 265x105x65cm ; Polyresin (Model untuk Perunggu)"]
Dreamer, Wahyu Santoso (2010) 265x105x65cm ; Polyresin (Model untuk Perunggu)
Dreamer, Wahyu Santoso (2010) 265x105x65cm ; Polyresin (Model untuk Perunggu)
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Diujung Jari, Dicky Candra (2011) 120x50x178cm ; Polyresin"]
Diujung Jari, Dicky Candra (2011) 120x50x178cm ; Polyresin
Diujung Jari, Dicky Candra (2011) 120x50x178cm ; Polyresin
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="276" caption="Merenung, Dunadi (2011) 300x300x250cm ; Polyresin"]
Merenung, Dunadi (2011) 300x300x250cm ; Polyresin
Merenung, Dunadi (2011) 300x300x250cm ; Polyresin
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Becakku Tak Berhenti Lama, Nasirun (2012) ; Becak asli Mix Media Besi, Kayu, dll"]
Becakku Tak Berhenti Lama, Nasirun (2012) ; Becak asli Mix Media Besi, Kayu, dll
Becakku Tak Berhenti Lama, Nasirun (2012) ; Becak asli Mix Media Besi, Kayu, dll
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Post Sofa, Rifqi Sukma (2008) 200x80x80cm ; Besi, Kayu, dll"]
Post Sofa, Rifqi Sukma (2008) 200x80x80cm ; Besi, Kayu, dll
Post Sofa, Rifqi Sukma (2008) 200x80x80cm ; Besi, Kayu, dll
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="254" caption="Thinker, Timbul Rahardjo (2012) 150x150x100cm ; Logam Paku & Melamin"]
Thinker, Timbul Rahardjo (2012) 150x150x100cm ; Logam Paku & Melamin
Thinker, Timbul Rahardjo (2012) 150x150x100cm ; Logam Paku & Melamin
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="284" caption="Pekerja, Noor Ibrahim (2011) 300x550x150cm ; Logam Besi & Melamin"]
Pekerja, Noor Ibrahim (2011) 300x550x150cm ; Logam Besi & Melamin
Pekerja, Noor Ibrahim (2011) 300x550x150cm ; Logam Besi & Melamin
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="225" caption="Born, Stefan Buana (2011) 300x165x30cm ; Polyresin"]
Born, Stefan Buana (2011) 300x165x30cm ; Polyresin
Born, Stefan Buana (2011) 300x165x30cm ; Polyresin
[/caption] Perjalanan menelusuri jalan Malioboro hingga perempatan Benteng Vredeburg ini berlangsung selama kurang lebih tiga jam. Selama memotret satu demi satu karya seni, saya harus mengantri dengan kurang lebih sepuluh orang lainnya untuk setiap karya seni. Yang menarik adalah, selain saya, orang lain yang ikut mengantri memotret adalah mereka yang memotret dirinya, temannya, pasangannya atau keluarganya dengan si karya seni sebagai latarnya. Saya mengamati bahwa, sepanjang tiga jam tersebut, saya adalah satu-satunya orang yang memotret karya-karya tersebut secara terpisah, tunggal dan berdiri sendiri. Dengan kata lain, secara dangkal, ada begitu banyak orang hanya menganggap karya seni tersebut sebagai sarana narsisme. Mereka memanfaatkan sebuah karya yang dibangun dari hasil perenungan dalam, hanya sebagai sesuatu yang cukup menarik untuk mereka tampilkan di 'profile picture' dunia maya. Mudah ditebak bukan? Sungguh menyedihkan. Sore itu, hanya dua puluh persen dari ribuan manusia Indonesia di jalan itu yang membaca detail keterangan setiap karya seni. Itu berarti, hanya dua puluh persen orang yang ingin tahu makna, cerita, material dan seniman dibalik karya seni tersebut. Sisanya hanya menjadikan setiap karya seni sebagai badut bisu yang dapat diajak 'foto bareng'. Beberapa dari mereka bahkan dengan sengaja tak mengindahkan peringatan 'dilarang duduk' atau 'jangan disentuh' yang dicantumkan panitia. Adakah perilaku masyakat berbudaya yang lebih memalukan dari ini? Demikianlan kita dapat dengan mudah menyimpulkan, seberapa besar penghargaan setiap individu atas budaya dan karya seni buatan anak bangsa. Lalu beberapa hari kemudian merebaklah berita mengenai pengakuan bangsa lain terhadap satu dari kebudayaan kita. Jutaan protes telah kita layangkan lewat status facebook, twitter, tumblr dan forum-forum lain. Pikirkan lagi! Sudah seberapa tinggi kita menghargai karya anak negeri yang nyata-nyata ada di depan mata? @fky2012 --- original text was written on www.jendelachonie.blogspot,com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun