Mohon tunggu...
JENAR
JENAR Mohon Tunggu... Penulis & Dakwah -

MAJLIS TA'LIM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menangis dan Tertawa

11 April 2017   18:42 Diperbarui: 12 April 2017   03:00 2531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tertawa dan menangis adalah sebuah ungkapan hati yang menandakan kebahagiaan ataupun kesedihan, walau tertawa dan menangis , tidak selalu ungkapan hati yang paling benar, tergantung dimana tertawa dan bersedih dilakukan, dalam rangka bersandiwara atau ungkapan kebenaran dari hati.

Terkadang kita tertawa walau hati menangis dan menagis walau hati tertawa, dibalik semua itu, yang perlu kita ketahui, menagis maupun tertawa bagian dari aturan Allah.

Allah Subhanahu wa ta’ala. Berfirman

وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى ﴿٤٣﴾

“Dan sesungguhnya Dia-lah yang membuat orang tertawa dan menangis

[QS. An-Najm: 43]

Untuk itu, jangan jadikan tertawa dan sedih menjadi sebuah alat sandiwara, yang dimainkan setiap saat, karena akan menjadi hal yang tidak baik, karena tertawa dan menangis adalah fitrah yang Allah SWT anugerahkan pada manusia. Rasulullah SAW pun meyebutkan bahwa membuat orang lain senang dapat disebut sebagai kebajikan, ”Senyummu untuk saudaramu adalah kebajikan (sedekah).” (HR Imam Ahmad).

Untuk menciptakan suasana humoris hendaknya seseorang menjauhi perbuatan yang tidak terpuji layaknya bicara kotor, dusta, mengolok-ngolok, dan merendahkan sesama hanya demi mendapatkan tawa dari orang lain. Nabi SAW bersabda, ”Celakalah orang yang berbicara lalu mengarang cerita dusta agar orang lain tertawa.” (HR Abu Dawud).

Selain perbuatan tersebut mengandung cela dan dosa, Rasulullah sendiri tidak pernah berkelakar dengan para sahabat, kecuali di dalamnya mengandung kebenaran dan fakta. Hal tersebut dapat kita jumpai dalam hadis Abu Hurairah RA bahwa para sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah mencandai kami.” Rasulullah SAW menjawab, ”Sesungguhnya tidaklah aku berbicara, kecuali yang benar.” (HR Tirmidzi).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun