Terkahir  melihat pertunjukan Group Teater Gandrik sekitar tahun (agak lupa) 87 an, saat pementasan lakon Orde Tabung di Yogyakarta. Saat itu saya dan penonton benar-benar dibawa terpingkal-pingkal dari awal pertunjukan sampai akhir pertunjukan. Begitu banyak pesan moral dan sindiran yang disampaikan oleh rata-rata pemain pendukung yang berkarakter dengan guyonan/lawakan tidak membosankan.
Setelah sekian tahun dan ada kesempatan menonton secara langsung Teater Gandrik, kebetulan sedang pentas dua hari di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, maka kesempatan ini tidak saya lewatkan. Hampir saja tidak mendapatkan karcis masuk, karena sebelum hari H karcis sudah hampir habis terjual. Berharap larisnya karcis pertunjukan sebanding dengan kwalitas pertunjukan yang diberikan oleh Butet Kartaredjasa dkk.
[caption id="attachment_369717" align="aligncenter" width="413" caption="Sumber : tamanismailmarzuki.co.id "][/caption]
Naskah lakon yang ditulis oleh almarhum Pak Bina, salah satu pemain sandiwara Mbangun Deso, TVRI Yogyakarta era 80 an yang cukup menggelikan alias Heru Kesawa Murti. Tentunya akan menjadi hiburan tersendiri dengan pesan tanpa menggurui kepada hiruk pikuknya bangsa akhir-akhir ini.
Bukan Teater Gandrik namanya kalau lakon Tangis dan Juragan Abiyoso di pertontonkan lagi, dimana Agus Noor penulis naskah dengan kreativitasnya membawa jalan cerita  sebagai cermin keadaan kehidupan berbangsa di tanah air. Dan harus diakui juga penampilan Butet si raja monolog dan Den Baguse Ngarso ( Susilo Nugroho) masih prima dengan lawakan parikeno gaya "sampakan" nya. Walaupun mereka sudah berusia lebih setengah abad. Dalam tampilan kali ini Butet Cs melibatkan pemain yang katanya yunior tetapi kwalitas tak kalah dengan seniornya.
Ada salah satu adegan yang mengejutkan saat Sang Dalang (Susilo Nugroho) turun dari panggung ingin menyapa/menanyakan tentang jalan cerita Tangis kepada penonton. Saat itu yang dituju penonton di bangku VIP/Karcis platinum yang biasanya banyak publik figur yang menonton. Diantaranya ketua BNP2TKI, Nusron Wahid, Dahlan Ihsan dan Menteri Agama , Lukman Hakim. Memang dasar dalang pethuk, Susilo Nugroho,tanpa ada rasa ewuh/sungkan semua pertanyaan disampaikan seperti bicara dengan teman sederajat penuh canda dan tawa. Para publik figur tersebut menjawab tanpa ada rasa tersinggung dsb.
Banyak dialog yang menggelitik penonton tapi penuh sindiran kalau mau diceritakan disini. Salah satu diaalog Juragan Abiyoso yang diperankan Butet Kartaredjasa seperti banyak disuarakan di media-media sbb: " Tunjukan kalau kamu memang pemimpin yang berani mendengarkan hati nurani. Bukan pemimpin boneka. Justru di saat-saat seperti ini aku membutuhkan orang seperti kamu." Luar biasa tentunya.
Lakon Tangis pada kesempatan ini benar-benar hiburan yang bermutu dan bernas di akhir pekan ini, sebagai obat pengusir rasa penat melihat Sang Presiden kita hampir satu bulan memikirkan dua lembaga hukum yang sedang bergesekan. Dengan tiga kali pertunjukan selama dua hari dan hampir karcis sold out, harga yang harus dibayar sebagai penonton lebih dari memuaskan.
Apalagi nama pembeli karcis pertunjukan dicantumkan pada lebar ticket, keren habis. Dan harus diakui para pemain/seniman Group Teater Gandrik Yogyakarta sangat piawai, kocak dan handal dalam pertunjukan malam tanggal 20 Februari 2015. Mudah-mudahan masih tetap sama dengan dua sisa pertunjukan lagi.
Salam budaya