Mohon tunggu...
DEDIK F. SUHERMANTO
DEDIK F. SUHERMANTO Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

https://dedyfitrasuhermanto.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Coretan tentang Moral yang Sok Bermoral

15 September 2013   23:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:50 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Degradasi budaya lokal terhadap moralitas penerus bangsa!, degradasi budaya dalam era modern ini adalah salah satu aspek paling menonjol yang bisa dilihat dan dirasakan oleh keresahan masyarakat, terutama para orang tua dan pemuka agama. Bagaimana tidak?, budaya timur yang selama ini di acungi sebagai budaya luhur, budi pakerti yang baik asli Bangsa Indonesia telah terkikis oleh budaya luar, baik perilaku maupun gaya hidup telah mengkaburkan adat ketimuran bangsa ini. Tidak sedikit bahkan hampir keseluruhan generasi penerus bangsa, telah terkontaminasi budaya luar yang sama sekali tidak lazim bagi masyarakat Indonesia yang mengenal sopan santun, malu dsb. Dalam pemahaman jawa misal yang muda menghormati yang tua, dan yang tua mengayomi yang muda, hal ini sama sekali tidak lagi menjadi patokan di kalangan masyrakat modern ini, namun juga  tidak menutup kemungkinan masih ada yang seperti itu namun hanya dikalangan keluarga yang benar-benar menerapkan norma tersebut.

Norma dalam adat ketimuran ini diartikan sebagai unggah-ungguh, attitude, saling menghormati. Dengan artian tersebut bisa dipahami bahwa attitude adalah satu tonjolan utama seseorang, dari pakaian, gaya bicara dan tingkah laku, dari tonjolan tersebut terlihat jelas bahwa visual menjadi daya ‘tarik seseorang untuk mengenal seseorang, jika pepatah mengatakan jangan melihat dari luar “don’t judge from the cover” memang betul kita tidak bisa melihat seseorang hanya dengan luarnya saja sedangkan kita belum tahu isinya, namun alangkah baik jika orang melihat luar baik syukur dalam baik. Nah, ini yang sering menjadi multi persepsi dan bahkan salah persepsi oleh sebagian orang untuk menilai orang. Namun hal tersebut sudah menjadi barang umum di lingkungan perkotaan ataupun pedesaan, hanya yang membedakan adalah pantas atau tudaknya!!. Maksudnya adalah diperkotaan mungkin tingkat pergaulan lebih luas dan mungkin tidak terkontrol, beda dengan di desa ruanglingkup antar kampong dan terkesan monoton, namun itu yang menjadi nilai lebih kadang orang menilai orang desa lebih sopan santun, karena nilai atau norma adat masih dipegang teguh.

Bila melihat kembali esensi norma dalam adat ketimuran tersebut sangatlah terbalik dengan masyrakat modern saat ini, banyak dukungan budaya luar masuk ke Indonesia sehingga menggeser nilai-nilai budaya lokal, misalnya media, TV, RADIO, MAJALAH, KORAN dll. Merupakan media atau perantara pendukung yang proporsional sebagai alat penggeser kubudayaan yang ada, acara ataupun bacaan yang tersedia banyak menyajikan kehidupan modern yang itu merupakan campuran atau adopsi budaya, yang tidak memfikirkan efek dan dampak bagi keberlangsungannya, dalam hal ini adalah degradasi moral bangsa, identitas bangsa dan nasionalisme bangsa.

Dikatakan degradasi moral kenapa? Lihat saja perilaku anak muda jaman modern, apakah memperdulikan pandangan kebaikan yang diajarkan orang tua?, ada tp sudah jarang. Dulu jika pergi berpakain sopan itu nomor satu, saat ini yang penting modis, gak kuper, gak ketinggalan jaman, sungguh ironis dimana adat ketimuran yang diunggulkan di dunia tersebut?. Dulu pergi berduaan “pacaran” malu untuk di umbar, nah sekarang berduaan menjadi hal biasa, bahkan mengumbar aurot, berpelukan, ciuman tidak menjadi masalah didepan orang. Patutlah sebagai orang tua, lingkungan meresahkan perosoalan degradasi moral tersebut karena budaya atau dat ketimuran sudah luntur. Contoh nyata di satu desa adalah yang mencengangkan penulis adalah dari sekian banyak pemuda-pemudi di desa tersebut hamil diluar nikah, banyangkan apakah persoalan tersebut tidak menjadi miris dan memalukan?, dan ketika sudah terlanjut kemudian menikah, rasa moral “Malu karena perbuatanya ” itu tidak menjadi persoalan sama sekali, dan itu sudah dianggap sudah selese, lalu yang menjadi pertanyaan adalah dimana letak urat malu mereka?, sewajarnya adalah aib karena berbuat satu keburukan dalam masyarakat dan termasuk ganjaran yaitu sangsi sosial, tp kenyataanya tidak dan sama sekali tidak ada.

Melihat contoh tersebut, kita bisa menilai dan menelaah dimana letak error-nya?!. Yang pertama adalah dimana masyarakat? Ttg kepedulian lingkungannya?, dimana peran pemerintah setempat, sehingga begitu banyak persoalan moral terjadi, mereka tidak turun tangan?. Lalu yang terakhir adalah apa yang salah dengan masyarakat Indonesia saat ini? Semua aspek keamanan dan ketertiban umum absen untuk angkat tangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun