Tempat lombanya pun sangat historik : di Kagungan Dalem Alun-alun Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Tempat yang sama yang dahulu dipakai untuk berlatih dan bermain panahan bagi para prajurit kasultanan Mataram Yogyakarta.Â
Adakah ketentuan khusus dalam hal berbusana bagi masyarakat non abdi dalem? Tentu saja ada.
Busana masyarakat Umum
Berbeda dengan ketentuan wajib bagi para abdi dalem kraton / aparatur negari dalem, ketentuan berbusana saat bermain jemparingan keraton bagi masyarakat Umum lebih beragam.
Jemparingan gagrag Kraton Jogja lebih menekankan pada BUDAYA. Bukan sekedar skill memanah tanpa diincar dengan mata saja, namun sesuai dengan tujuan penciptaannya sejak masa Sri Sultan HB ke-1, aspek busana, etika, cara berperilaku, cara berbicara, dan lain-lain sudah tertata dengan rapi dan memiliki tujuan khusus.
Hal ini tentu berbeda jauh dengan jemparingan modern yang lebih menekankan permainan ketrampilan, silaturahmi, prestasi titis atau juara, yang sering 'mengorbankan' aspek nguri-uri / melestarikan budaya nenek-moyang yang adi luhung.
Dalam permainan jemparingan gaya Kraton, busana untuk masyarakat Umum pria seyogyanya memakai baju taqwa atau surjan.Â
Sedang bagi wanita, bisa memilih menggunakan baju janggan (surjan untuk putri) ataupun kebaya tangkeban / kartinian TANPA kutubaru.
Sebaiknya, baju model pranakan HANYA dipakai oleh para abdi-dalem kraton dan kadipaten. Itupun HARUS dengan ketentuan motif lurik telupat warna biru tua dan hitam. Bawahannya pun harus jarit motif Ngayogyan dengan wiru-engkol untuk para abdi dalem karaton Yogya.
Masyarakat Umum bisa memakai baju surjan, ciptaan Sunan Kalijogo, dengan 6 kancing di leher, dua kancing di dada, tiga kancing tersembunyi di perut, dan sogok upil ujung runcing di tengah baju. Semua ada maksud dan filosofinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H