Semenjak euphoria reformasi yang kebablasan (baca Rindu Sesepuh Bangsa), makin kesini negeri kaya raya bernama Indonesia ini rakyatnya makin kebingungan. Setelah orde baru tumbang, keadaan negeri bukannya lebih baik tapi makin terpuruk segala bidang. Para tokoh sesepuh bangsa yang berjiwa pejuang dan negarawan, bukan tidak mampu dan tidak mau memperbaiki keadaan bangsa ini. Hanya saja mereka juga baru tersadar dari syok, efek dari peristiwa reformasi. Skenario bangsa asing dan aseng untuk menguasai sumber daya alam dan ekonomi Indonesia tampaknya sudah berhasil, sekarang tinggal menancapkan kuku pada posisi politik dan kekuasaan. Rencana mereka begitu sistematis, terarah dan terukur, momen transisi reformasi dimanfaatkan dengan efektif, disaat bangsa Indonesia merasa lepas bebas dari aturan orde baru, mereka masuk melancarkan serangan secara psikologi, dengan uang mereka bisa berbuat apa saja. Dimulai dari amandemen UUD 1945, semenjak reformasi bergulir, isi UUD 1945 banyak yang dirubah melalui peran anak bangsa yang jiwa patriotisnya dipertanyakan. UUD 1945 merupakan pondasi dasar kehidupan berbangsa bernegara di Indonesia, begitu vital peranannya sehingga jika ada perubahan isi, otomatis sistem tata negara kehidupan berbangsa bernegara Indonesia juga ikut berubah, sudah pasti juga ada efek gejolak sosial, sistem pendidikan, ekonomi, dsb. Contoh kecil dalam bidang pendidikan, anak sekolah pada zaman orde baru dituntut untuk hafal isi UUD 1945, dilibatkan untuk memahami sistem tata negara, selalu diingatkan tentang jiwa nasionalisme dan patriotisme, paham pentingnya persatuan. Tapi sekarang?, coba tanya siswa sekolah, tentang jiwa kebangsaan. Setelah beberapa periode pergantian kepala negara, semenjak perubahan beberapa isi UUD 1945, bagaimana keadaan negara ini sekarang, lebih baikkah?. Hasil perubahan itu telah teruji publik, ternyata keadaan bangsa ini tidak lebih baik, bahkan justru menguntungkan asing aseng penguasa ekonomi (konglomerat). Apalagi isi UUD 1945 tentang Presiden juga ikut dirubah, yang isi aslinya “presiden orang Indonesia asli” berubah menjadi presiden bisa hanya “warga negara Indonesia” saja. Sehingga konglomerat aseng pemilik modal besar, berlomba-lomba membuat partai politik. Pemilihan presiden yang tadinya ditetapkan oleh MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara, sekarang berubah, pemilihan presiden diserahkan langsung sepenuhnya kepada rakyat, sehingga menguntungkan bagi yang memiliki modal besar bisa menjadi presiden. Melalui media televisi, jaringan media besar dan siapkan uang suap, popularitas bisa didapat dengan pencitraan terus menerus oleh media. Ya, pemilihan langsung pemimpin di Indonesia cukup modal popularitas dan pencitraan sebagai pahlawan anti korupsi, patriotisme dan kemampuan kepemimpinan belakangan, opini rakyat bisa dibolak balik kok. Entah mengapa para elit bangsa pasca reformasi mau saja merubah isi UUD 1945, yang telah teruji efektif selama puluhan tahun?. Mungkin karena efek dari euphoria reformasi, trauma zaman orde baru, atau tekanan asing aseng yang ikut bermain memainkan skenario mereka?. Yang jelas setelah perubahan beberapa isi UUD 1945, serangan konglomerat asing aseng di Indonesia makin gencar, mereka bermain untuk kepentingan bisnis dan politik, merubah adat istiadat dan pola hidup bangsa Indonesia dengn memainkan opini melalui media-media besar mereka (televisi, koran dan media online). Sehingga nasionalisme, moral dan akhlak ketimuran bangsa Indonesia makin menipis, baca Rindu Sesepuh Bangsa. Pemerintahan Indonesia sekarang adalah hasil dari blow up media, menjadi pilihan rakyat karena popularitas pencitraan dan money politik, tanpa melihat kemampuan amanah kepemimpinan. Efeknya bisa dirasakan, rakyat makin terjepit secara ekonomi, pergerakan ekonomi pasar seolah liar tanpa kendali, harga kebutuhan bahan pokok makin melambung, karena mengikuti turun naiknya harga BBM, tarif listrik (PLN) dan tarif air (PDAM) juga ikut naik tanpa sopan santun tak ada pengumuman resmi terhadap khalayak, pokoknya rakyat Indonesia sekarang sungguh tidak dihargai bisa dibilang dianiaya. Marak beredar pengalihan isyu tak penting, untuk menutupi kelemahan kerja pemerintah. Penempatan jajaran kabinet dan pejabat pemerintahan, diberikan pada orang yang bukan bidang ahlinya atau menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Jabatan diberikan berdasarkan politik balas budi, akibat dari pemilihan langsung yang terlalu banyak melibatkan kelompok dan partai. Dari hasil pengamatan, informasi beberapa orang sesepuh bangsa dan wawancara di warung kopi. Didapatlah kesimpulan: 1. Diamati dari semua kebijakan yang tidak pro rakyat, pemerintahan sekarang adalah pemerintahan wayang, dalangnya adalah konglomerat asing aseng pemilik modal, kaum neolib dan neocolonial. Yang berpikirnya bisnis, hanya ada untung rugi, rakyat? #bukan urusan saya. 2. Kekuatan sebuah negara itu tergantung pemimpin dan dukungan mayoritas rakyatnya, pemimpin yang tepat = rakyat makmur, negara kuat, semakin sempit ruang gerak asing aseng penjajah ekonomi kerakyatan. Demokrasi langsung = pemilihan pemimpin tergantung rakyat, supaya terpilih pemimpin lemah secara prinsip dan aturan, lemahkan dulu rakyatnya dengan cara rusak akhlak dan moralnya, buang rasa nasionalisme ganti dengan lebih butuh materi. Demokrasi langsung rentan kecurangan, popularitas mengalahkan kemampuan, popularitas urusan MEDIA, UANG lagi bermain = konglomerat asing aseng. 3. Tekanan asing dan aseng terlalu kuat, dengan materi dan dunia hiburan. 4. Mayoritas masyarakat Indonesia sekarang berubah pola hidup, cendrung materialistis dan hedonisme, individualis nyaris apatis, karena telah tercuci otak dan rusak akhlak melalui gencarnya serangan program media televisi yang tidak membumi, jauh dari nilai tuntunan. 5. Negeri dilemahkan dengan cara-cara fitnah, pembalikan opini, yang baik jadi buruk, yang buruk jadi baik. Sehingga tokoh bangsa, cendikiawan dan negarawan berjiwa patriotisme, amanah dan memikirkan nasib rakyat lebih memilih sembunyi. 6. Era orde baru, karena kuatnya wibawa pemerintah saat itu, banyak asing aseng yang hanya bisa mengintip tak sanggup untuk menerkam. Mereka menunggu momen yang tepat untuk menancapkan kuku di negeri indah, kaya sumber daya alam ini. Dan momen itu adalah reformasi, strategi pun dijalankan setelah ekonomi dikuasai (modal dari kasus BLBI dan bidang lainnya), saatnya masuk ranah politik Indonesia, siapkan skenario, dimulai dari pelemahan kesaktian UUD 1945. Bukan pemimpin & tokoh Indonesia yang lemah, tapi tekanan asing dan aseng yang terlalu kuat, UANG dan organisasi terstruktur cerdas bermain. 7. Buat bingung dan merasa putus asa mayoritas rakyat Indonesia, sehingga tertanam sikap apatis tidak kritis, dengan cara blow up isyu sebagai pengalih perhatian, narkoba disuburkan, teroris diadakan, begal akibat kemiskinan juga dijadikan kendaraan pengalih isyu, hobi batu akik dimainkan (nina bobo), masalah perbedaan agama diperlebar, sebar isyu ISIS walau pun tidak ngefek di Indonesia, rusak persatuannya, pokoknya hal yang bisa membuat publik hiruk pikuk debat kusir rebutan pepesan kosong, itu yang dimainkan, tugas MEDIA. Mengapa itu dimainkan?, supaya asing aseng bisa leluasa aman dan nyaman bermain sektor ekonomi, mengeruk kekayaan bumi pertiwi, masuk perlahan ranah politik dan kekuasaan, tanpa menarik perhatian dan tak ada gejolak yang berarti dari rakyat Indonesia yang besar ini. Indonesia, bangunlah jiwanya, bangunlah raganya!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H