[caption id="attachment_170637" align="aligncenter" width="922" caption="di dadaku ada jenggotmu (sumber:idolator.com)"][/caption]
BUNG,
ADA KABAR BURUNG; REVOLUSI membutuhkan orang-orang berjenggot. Dan burung itu berkicau tentang beberapa raut wajah: Marx, Guevara, Castro, Lenin, …
Marx. Tak bisa tak disebut, bicara revolusi proletariat, maka itu berbicara orang Jerman yang bernama lengkap Karl Heinrich Marx(1818 –1883). Ia pencetus Menifesto Komunis dengan kalimat akhir yang provokatif: “Kaum buruh seluruh dunia, bersatulah!”
Dan Marx berjenggot.
Lalu burung kita punya ikon revolusioner Che Guevara (Hasta siempre, Comandante!) . Ia bersama karibnya Fidel Castro, dengan semangat perang gerilya, sukses menumbangkan rezim Batista. Guevara berjenggot, Castro juga.
Di Soviet ada Lenin. Ia adalah motor revolusi proletariat di negerinya. Lenin berjenggot—walaupun walaupun tampak lebih “terawat” daripada orang-orang pertama dikicaukan burung kita.
Ini sebagian saja, daftar lain ada: Engels, Bakunin, Proudhon, Kropotkin, …
Bung,
Entah apa yang membuat tokoh-tokoh revolusioner ini memilih memelihara jenggot—lebih tepatnya: membiarkannya tumbuh sesukanya. Mungkin karena tak sempat membersihkan, merapikan, karena dalam kamus revolusi tak ada namanya cukuran. Atau mereka tak punya pisau cukur—sangkin miskinnya. Marx misalnya menulis kesaksian ketika ia menulis Das Kapital, “saya menulis tentang uang ketika saya tak punya sepeserpun.”
Lu Xun, penulis asal Cina, menggambarkan adegan itu sebagai Marx terus menulis bukunya ketika anaknya menangis minta makan.
Lalu apakah orang-orang yang menginginkan perubahan harus berjenggot? Dulu, satu kali saya pernah melihat seraut wajah seorang tokoh mahasiswa yang menggabungkan diri dengan GAM. Ia turut dengan kombatan di hutan melawan penjajah, katakanlah, Indonesia—pada waktu itu. Ia berjenggot. Tambahnya: ia menghisap cerutu layaknya Guevara dan Castro di poster-poster. Gaya benar—walaupun di tengah konflik.
Bung,
Entahlah. Ini cuma kabar burung kok. Buktinya di Indonesia ini tokoh-tokoh revolusi kita tak punya jenggot. Klimis. Apa boleh buat, kulit, darah, dan daging mayoritas orang Indonesia memang bukan lahan subur bagi tumbuhnya bulu-bulu di wajah itu. Burung kita kemudian berkicau tentang Tan Malaka, Soekarno, Hatta, Sjahrir, …
Ya, mungkin Agus Salim pengecualian. Dan ia diledek Muso, tokoh komunis itu, sebagai “kambing!”
Medan, 9/4/2012
Tabek!
JEMIE SIMATUPANG
NB:
Bung, mungkin karena jenggot tak bisa tumbuh di dagu kita, lalu kita memasang jenggot-jenggot mereka (Marx, Castro, Lenin, dan terutama Guevara) di dada kita. Ini bukan Vina Panduwinata dengan Di Dadaku ada Kumismu. Tapi memang ada gambar Guevara terpampang di t-shirt yang baru saja kita beli di sebuah mal ternama di kota kita. Kita pakai sambil twitteran. Kita berharap tersengat semangat revolusi sambil mengabarkan kabar burung dengan kicauan-kicauan ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H